Senin, 26 Desember 2011

15 Janji Bunda Maria Kepada Orang-Orang yang Berdoa Rosario



  1. Mereka yang dengan setia mengabdi padaku dengan mendaraskan Rosario, akan menerima rahmat-rahmat yang berdaya guna.
  2. Aku menjanjikan perlindungan istimewa dan rahmat-rahmat terbaik bagi mereka semua yang mendaraskan Rosario.
  3. Rosario akan menjadi perisai ampuh melawan neraka. Rosario melenyapkan sifat-sifat buruk, mengurangi dosa dan memenaklukkan kesesatan.
  4. Rosario akan menumbuhkan keutamaan-keutamaan dan menghasilkan buah dari perbuatan-perbuatan baik. Rosario akan memperolehkan bagi jiwa belas kasihan melimpah dari Allah, akan menarik jiwa dari cinta akan dunia dan segala kesia-siaannya, serta mengangkatnya untuk mendamba hal-hal abadi. Oh, betapa jiwa-jiwa akan menguduskan diri mereka dengan sarana ini.
  5. Jiwa yang mempersembahkan dirinya kepadaku dengan berdoa Rosario tidak akan binasa.
  6. Ia yang mendaraskan rosario dengan khusuk, dengan merenungkan misteri-misterinya yang suci, tidak akan dikuasai kemalangan. Tuhan tidak akan menghukumnya dalam keadilan-Nya, ia tidak akan meninggal dunia tanpa persiapan; jika ia tulus hati, ia akan tinggal dalam keadaan rahmat dan layak bagi kehidupan kekal.
  7. Mereka yang memiliki devosi sejati kepada Rosario tidak akan meninggal dunia tanpa menerima sakramen-sakramen Gereja.
  8. Mereka yang dengan setia mendaraskan Rosario, sepanjang hidup mereka dan pada saat ajal mereka, akan menerima Terang Ilahi dan rahmat Tuhan yang berlimpah; pada saat ajal, mereka akan menikmati ganjaran pada kudus di surga.
  9. Aku akan membebaskan mereka, yang setia berdevosi Rosario, dari api penyucian.
  10. Putera-puteri Rosario yang setia akan diganjari tingkat kemuliaan yang tinggi di surga.
  11. Kalian akan mendapatkan segala yang kalian minta daripadaku dengan mendaraskan Rosario.
  12. Aku akan menolong mereka semua yang menganjurkan Rosario Suci dalam segala kebutuhan mereka.
  13. Aku mendapatkan janji dari Putra Ilahiku bahwa segenap penganjur Rosario akan mendapat perhatian surgawi secara khusus sepanjang hidup mereka dan pada saat ajal.
  14. Mereka semua yang mendaraskan Rosario adalah anak-anakku, saudara dan saudari Putra tunggalku, Yesus Kristus.
  15. Devosi kepada Rosarioku merupakan pratanda keselamatan yang luhur.

Rabu, 21 Desember 2011

Band Sebagai Alat Musik Misa, Bolehkah?

Pertanyaan:

Sementara ini saya tdk menyebutkan spesifik parokinya dulu, alasannya krn saya tdk mempunyai bukti rekaman saat itu.
Tetapi jika memang hal tsb sudah menyalahi aturan liturgi, mungkin perlu dilakukan lagi semacam refreshment terhadap tata liturgi yg benar termasuk apa yg boleh dan apa yg tidak boleh.

Apakah boleh musik pengiring menggunakan band? Setahu saya alat musik di dalam gereja adalah orgel (CMIIW). Ceceps.

Jawaban:

Shalom,

Pada awal abad ke 20, melalui Tra le Sollecitudini, (Instruksi tentang Musik Gerejawi) Paus Pius X menentukan bahwa alat musik gereja adalah orgel pipa. Sejak abad ke-16, alat musik lain seperti gitar, alat musik tiup dan brass instrument hanya boleh digunakan dengan ijin pemimpin Gereja setempat.

Menurut Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Concilium/ SC), memang alat musik yang dianjurkan adalah organ (orgel pipa), lihat SC 120, yang mengatakan demikian:

“Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati umat kepada Allah dan ke surga.
Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.”

Maka di sini seandainya mau digunakan alat musik lain, harus dipertimbangkan apakah cocok dan sesuai dengan kesakralan ibadat suci, dan cocok untuk liturgi, dan harus dengan persetujuan dengan pimpinan gerejawi setempat. Tentu maksudnya, adalah untuk menjaga kesakralan musik gerejawi, dan bahwa musik gerejawi tidak selayaknya disamakan dengan musik sekular. Prinsipnya, bukan musik liturginya yang harus direndahkan menjadi seperti musik pop sekular baru bisa dihayati. Sebaliknya, kita harus berusaha “meningkatkan” kemampuan musikal, sehingga dapat melagukan kidung-kidung surgawi, dengan alat musik yang sesuai.

Tentang penggunaan band di gereja, memang secara eksplisit dilarang seperti yang jelas tertulis dalam Motu proprio yang dikeluarkan oleh Paus Pius X tahun 1903 tentang Instruksi dalam hal Musik sakral gerejawi. Izinkan saya menyampaikan terjemahannya:

“20. Dilarang keras menggunakan alat musik band di dalam gereja, dan hanya di dalam kondisi- kondisi khusus dengan persetujuan Ordinaris dapat diizinkan penggunaan alat musik tiup, yang terbatas jumlahnya, dengan penggunaan yang bijaksana, sesuai dengan ukuran tempat yang tersedia dan komposisi dan aransemen yang ditulis dengan gaya yang sesuai, dan sesuai dalam segala hal dengan penggunaan organ.”

Alasannya berhubungan dengan point 19, yaitu alat musik yang ribut dan berkesan tidak serius (noisy and frivolous) memang dilarang untuk digunakan di dalam liturgi seperti drum, cymbal, bermacam bell dan sejenisnya.

Memang disebutkan juga di SC 119, terdapat kekecualian pada tanah-tanah misi yang mungkin terpencil, -yang mungkin tidak ada listrik- sehingga alat musik orgel tidak bisa dipergunakan, maka diperbolehkan alat musik tradisional lainnya, asalkan sesuai dengan maksud religius/ penyembahan kepada Tuhan.

Menyikapi ketentuan ini, maka penggunaan drum/ band memang seharusnya tidak boleh digunakan untuk alat musik yang umum pada Misa Kudus. Atau, jika sampai diperbolehkan sekalipun disebabkan karena pertimbangan yang khusus dari pihak Ordinaris, harus ada alasan yang kuat dan ijin dari pihak pimpinan gerejawi setempat, yang disertai pembatasan-pembatasan tertentu, supaya ibadat tidak terkesan seperti bar dan tempat hiburan sekular.

Prinsip dasar dari musik liturgi ini harus diketahui oleh para pemusiknya, baik yang sudah profesional atau yang masih amatir, yang bermain musik di gereja karena ingin menyumbangkan talenta. Harap diketahui bahwa musik adalah bagian yang penting dalam liturgi dan maksudnya untuk menerapkan dan menjadi satu kesatuan dengan liturgi itu sendiri, sehingga bukan untuk sekedar menghibur/ entertain umat atau memuliakan para musikus itu sendiri. Mottonya seharusnya adalah: Non nobis Domine, sed nomini tuo da gloriam! (Bukan untuk kami, Tuhan, tetapi kemuliaan hanya bagi nama-Mu!)

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

Senin, 19 Desember 2011

Tentang Gereja Kristen Koptik

Pertanyaan:

Damai sejahtera selalu….

Saya baru mengetahui adanya Kristen Koptik, yang saya dapatkan dari email yang mengulas tentang novel berjudul “ayat-ayat Cinta” yang heboh itu. Pertanyaan saya ….
1. Apa ada hubungan dengan Katolik Roma? karena mereka meyakini sebagai mata rantai langsung dari Jemaat Mula Mula.
2. Apakah Baptisannya juga sah menurut Gereja Katolik Roma?
3. Banyak tradisi mereka yang diadopsi oleh agama Islam, kok bisa ya, malah Agama Islam lebih mendominasi?
4. Apa benar ada tradisi syalat (dengan 7 waktu) pada jemaat mula-mula?

Untuk lebih jelasnya saya kutipkan langsung. atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Tuhan Yesus memberkati, Georgius

Jawaban:

Shalom,

Terima kasih untuk pertanyaannya tentang gereja Koptik dan bahkan ulasan tentang cerita “Ayat-ayat Cinta”. (kami menyertakan kutipannya di bawah artikel ini) Kami belum pernah menonton ataupun membaca cerita yang dimaksud, dan baru membaca ringkasannya melalui surat anda. Maka demikianlah tanggapan kami atas pertanyaan anda:

1. Tentang hubungan gereja Koptik dengan Gereja Katolik.

Sejarah mencatat bahwa Gereja Alexandria yang menjadi pusat penyebaran ke Mesir didirikan oleh St. Markus Pengarang Injil. Sampai pada tahun 381 para Patriarkh Alexandria memang mengambil tempat kedua setelah Uskup Roma. Kepemimpinan Patriarkh Alexandria ini mencapai puncaknya pada masa St. Cyril/ Sirilus (412-444) dengan pengajaran yang menjelaskan ke-Allahan Kristus. Namun kemudian penerus St. Cyril yaitu Dioscurus (444-451) mengikuti pengajaran Euthyches menyebabkan gereja Alexandria diguncang oleh bidaah Monophysite yang menentang kemanusiaan Yesus, dengan mengajarkan bahwa hanya ada satu kodrat dalam Kristus, yaitu ke-Allahan-Nya (Menurut bidaah ini, sebelum inkarnasi terdapat dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu. Namun ajaran ini: 1) tidak sesuai dengan maksud inkarnasi yaitu Sabda yang menjelma menjadi manusia, dan juga2) ajaran ini mensyaratkan bahwa sebelum inkarnasi, tubuh dan jiwa Kristus sebagai manusia sudah ada, dan ini tidak mungkin).

Dengan adanya bidaah ini, maka Gereja Alexandria (Koptik) terpisah menjadi dua, yaitu yang Katolik (kemudian dikenal sebagai Melchites), dan yang Monophysites (kemudian dikenal sebagai Jacobites), yang mengikuti bidaah Dioscurus. Pertikaian antara keduanya ini kemudian menjadikan Gereja di sana menjadi lemah. Pada saat inilah yaitu sekitar abad ke-7, agama Islam masuk. Kasus Photius (879) dan Michael Caerularius (1048-58) juga kemudian memperuncing perpecahan gereja Timur Alexandria dengan Gereja Barat/Latin di Roma.

Namun di antara Patriarkh Alexandria tersebut ada yang merujuk kepada Roma, walaupun pada saat itu baik Melchites maupun Jacobites belum ada yang resmi bersatu dengan Roma. Demi usaha persatuan yang dilakukan oleh para patriarkh tersebut inilah maka pada jaman pemerintahan Paus Innocent III (1198-1216) diadakan Patriarkh Latin di Alexandria, yaitu pada tahun 1215 walaupun keberadaannya hanya bertahan sepanjang waktu dominasi Latin di kerajaan Byzantine.

Selanjutnya, pada tahun 1895 Paus Leo XIII mendirikan Patriarkh Koptik dengan pusat Minieh dan Luksor, untuk Gereja-gereja Koptik yang berada dalam persatuan dengan Roma. Gereja inilah yang akhirnya termasuk dalam salah satu dari 22 Gereja-gereja Timur dalam persekutuan dengan Gereja Katolik (Roma), silakan klik di sini untuk melihat lebih lanjut mengenai ke -22 Gereja Timur ini.

Maka, di Mesir sekarang ini, memang terdapat Gereja- gereja yang berada dalam persatuan dengan Gereja Katolik, maupun gereja Orthodox yang tidak mengakui kepemimpinan Roma.

Kami tidak mengetahui, gereja Koptik yang mana yang diambil sebagai back-ground dalam kisah “Ayat-ayat Cinta” tersebut. Namun apapun gereja yang diambil, sesungguhnya harus tetap diakui bahwa film tersebut merupakan kisah fiktif, dan karenanya penyampaiannya juga bisa distortif. Hal serupa misalnya terjadi pada pengambilan sejarah Gereja yang disampaikan secara distortif pada film Da Vinci Code. Tetapi karena keduanya merupakan kisah fiktif, maka tak ada yang perlu kita risaukan.

2. Apakah Baptisan Gereja Koptik dapat dianggap sah?

Gereja Koptik yang ada dalam persatuan dengan Gereja Katolik merupakan bagian dari Gereja Katolik, sehingga baptisannya sah.

Sedangkan untuk baptisan gereja Koptik yang Ortodox, maka untuk mengetahui sah atau tidaknya, kita memakai rumusan KGK 1256, yaitu sejauh Pembaptisan itu dilakukan dengan intensi/ maksud yang sama dengan Gereja Katolik, dan dilakukan dengan materia dan forma yang benar yaitu: dengan air dan dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, maka baptisan dapat dianggap sah.

3. Tradisi mereka diadopsi oleh agama Islam, dan kemudian malah Islam mendominasi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada waktu terjadinya bidah Monophysite, maka kepercayaan umat menjadi ’simpang siur’, sehingga sulitnya diperoleh pengajaran yang benar, terutama pada kaum awam, karena secara prosentase, kaum yang mengikuti bidaah Monophysite (Jacobites) lebih banyak daripada yang setia kepada pengajaran para rasul (Melchites). Bidaah Monophysites yang mengajarkan bahwa setelah inkarnasi Yesus hanya mempunyai kodrat sebagai Allah, menimbulkan kebingungan kepada umat, yang sebelumnya memperoleh pengajaran bahwa Kristus adalah sungguh- sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Maka dalam kesimpangsiuran ini, pengajaran Islam memperoleh momentum sehingga kemudian mendominasi di sana, yang tentu kita ketahui, bahwa mereka tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah.

Sebagai tambahan: Kesimpangsiuran tentang bidaah Monophysite ini sebenarnya telah dijernihkan dalam Konsili di Chacedon 451, di mana pengajaran dari Paus Leo Agung dibacakan, yaitu bahwa Kristus mempunyai dua kodrat, yang tidak tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan…. Ia menjadi satu Pribadi dan satu hakikat, tidak terbagi di antara dua pribadi, namun kedua kodrat itu membentuk Pribadi Yesus yang unik, satu dan sama.

Memang untuk mengerti pengajaran ini diperlukan kerendahan hati untuk mengakui misteri Allah di dalam diri Kristus. Yesus Kritus mempunyai anugerah kesatuan hypostatik/ “hypostatic union” antara Allah dan manusia di dalam Pribadi-Nya pada saat Ia menjelma menjadi manusia. Sepanjang sejarah, memang terlihat bagaimana orang ingin menyederhanakan misteri ini, sehingga timbullah bermacam- macam bidah di sepanjang sejarah Gereja.

4. Mengenai tradisi shalat/ berdoa 7 waktu, memang telah menjadi tradisi jemaat mula-mula, yang juga dipraktekkan di dalam biara-biara, dan kebanyakan masih diterapkan sampai saat ini. Silakan klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal ini. Namun sekarang berdoa 7 kali ini tidak diharuskan bagi kaum awam, sekalipun tentu saja, jika ada yang mau mengikutinya, ini sungguh merupakan kebiasaan yang sangat baik.

Yang memang dianjurkan oelh Gereja adalah berdoa minimal di pagi dan sore/ malam hari, dan doa sebelum dan sesudah makan. Selanjutnya adalah kebiasaan yang baik, jika dalam doa pagi atau malam hari umat beriman dapat merenungkan Alkitab, berdoa meditasi ataupun devosi, seperti rosario, dst. Juga dianjurkan bagi yang dapat melakukannya, agar mengikuti juga misa harian di gereja, dan mengembangkan kebiasaan berdoa singkat sepanjang hari. Dengan kebiasaan ini, maka hubungan kedekatan dengan Allah yang ingin dicapai dengan berdoa 7 kali tersebut, tetap dapat dipenuhi dengan cara yang lain, yang dapat dilakukan oleh semua orang.

Sabtu, 17 Desember 2011

7 Mitos Tentang Natal

1. Yesus Lahir Di Kandang

Orang-orang sering menduga hal ini dari fakta bahwa Lukas 2:7 mengatakan Maria membaringkan Yesus di palungan. Di budaya barat, kita menemukan palungan di kandang atau lumbung, dan orang-orang membuat kesimpulan dari sana.

Tapi pada saat bersamaan hewan-hewan sering berlindung di gua-gua, dan berdasarkan tradisi yang kuat kurang lebih pada tahun 100, bahwa Yesus lahir di gua. Hari ini Gereja Nativity di Betlehem didirikan diatas yang serupa seperti gua, dimana sang ahli kitab St. Hieronimus tinggal tepat disebelahnya sekitar tahun 300-an. Didalam tulisannya, Hieronimus menunjuk pada bukti bahwa gua dibawah Gereja Nativity, pada faktanya, merupakan tempat Yesus lahir.

2. Tiga Orang Bijak

Catatan tentang orang bijak, atau majus (yang adalah bukan raja-raja) tercatat di Matius 2, tapi tidak ada satupun disebutkan bahwa disana ada tiga orang bijak.

Penomoran ini mungkin diduga dari fakta bahwa ada tiga hadiah yang diberikan, disana disebutkan: emas, kemenyan, dan mur. Tapi kita benar-benar tidak tahu lebih jauh tentang ukuran atau komposisi dari karavan para majus. Anehnya adalah bahwa untuk ukuran orang kaya dan kunjungan orang yang berkedudukan tinggi, karavan dapat memuat lebih daripada tiga orang, termasuk pelayan-pelayan dan penjaga-penjaga.

3. Orang Bijak Sampai Pada Malam Yang Sama

Sekali lagi, gambaran pada kartu Natal menghantui kita dengan melukiskan para majus sampai pada malam Yesus lahir.

Kita tahu bahwa mereka menghubungkan bintang yang terbit dari Betlehem dengan kelahiran Yesus, dan perjalanan dari tanah air mereka yang jauh, mungkin terlalu jauh untuk dibuat cuma dalam satu malam. Matius 2:10 merekam bahwa di poin ini keluarga kudus tinggal di sebuah rumah (meskipun bisa saja sebuah rumah digabung dengan gua kelahiran Yesus, karena rumah sering digabungkan dengan gua)

Kebanyakan pada dasarnya, Matius 2:16 mengindikasikan bahwa Herodes mencari untuk membunuh semua anak-anak berumur dua tahun dan dibawahnya berdasarkan waktu yang ia pelajari dari para majus, jadi mereka mungkin telah muncul dua tahun kemudian.

4. 25 Desember Bukanlah Kelahiran Kristus Karena Domba Tidak Digembalakan Pada Musim Dingin

Hal ini sering di perdebatkan bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember karena Lukas 2:8 merekam bahwa para gembala sedang menggembalakan domba mereka diluar, dan hal ini tidak terjadi pada saat musim dingin.

Tapi ini dilakukan.

Betlehem berada dibawah snow line, domba dengan yang penuh dengan bulu dibawa keluar untuk menjaga agar mereka tetap hangat, dan bahkan hingga sekarang domba-domba digembalakan di Shepherd Field dekat Betlehem setiap tahunnya.

5. Pohon Natal Dilarang Di Perjanjian Lama

Beberapa fundamentalis memperdebatkan bahwa Yeremia 10 mengutuk untuk memiliki pohon Natal sebagai praktek berhala.

Hal ini menjadi aneh, karena Yeremia menulis hal ini sebelum kelahiran Yesus dan sebelum perayaan Natal.

Jika membaca ayat demi ayat dengan hati-hati, disana menunjukkan bahwa Yeremia tidaklah berbicara tentang pohon yang penuh dengan hiasan ini sama sekali. Ia berbicara tentang berhala. Itulah kenapa ia menunjukkan bahwa setelah sebuah pohon di tebang dan seorang pekerja pergi untuk mengerjakan sesuatu pada kayu yang tidak berbicara, bahkan tidak dapat bergerak dengan sendirinya dan harus dibawa itu, dan bahwa seharusnya kita tidak usah takut pada kayu itu, dan takut terhadap kayu yang katanya mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu, baik itu jahat ataupun baik bagi kita. Yeremia menunjukkan keterbatasan dari berhala yang mati, bukan pohon Natal.

6. Natal Berdasarkan Pada Hari Raya Penyembah Berhala

Kadang para fundamentalis, sekular, dan penyembah berhala berdebat bahwa Natal sebenarnya adalah perayaan penyembah berhala yang telah di “baptis” oleh Gereja. Terkadang hal ini di klaim bahwa Natal berdasar pada Saturnalia atau hari kelahiran Sol Invictus (matahari yang tidak terkalahkan)

Tapi Saturnalia tidak dirayakan pada 25 Desember. Tapi dirayakan mulai dari tanggal 17 hingga 23 Desember dan sudah selesai sebelum tanggal 25.

Kita mempunyai catatan yang memberi kesan beberapa penyembah berhala merayakan kelahiran Sol Invictus pada 25 Desember, tapi catatan rekaman tanggal itu berasal dari tahun 354 Masehi (yang dikenal sebagai kalender Filocalus atau Chronology dari 354). Masalahnya adalah, bahkan sumber ini pun tidak sepenuhnya jelas. Catatan itu hanya mengatakan bahwa 25 Desember dulunya adalah perayaan Natalis Invicti atau “Hari kelahiran Matahari yang Tidak Terkalahkan,” tanpa mengatakan siapa itu.

Kita juga tahu bahwa beberapa orang Kristen telah mengidentifikasi 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus kurang lebih satu setengah abad sebelum tahun 354. Sekitar tahun 206 Masehi, St. Hippolytus dari Roma menulis pada komentarnya pada Kitab Daniel bahwa:

“Kedatangan pertama Tuhan kita, kedalam daging, dimana Ia lahir di Betlehem, terjadi delapan hari sebelum bulan pertama dari Januari.”

Dalam perhitungan waktu Romawi kuno, bulan pertama [kalends] adalah hari pertama dari bulan itu, dan jika anda menghitung mundur delapan hari mulai dari 1 Januari, anda akan sampai pada tanggal 25 Desember.

Hal ini benar bahwa kita tidak mengetahui dengan pasti kapan Yesus lahir, dan para penulis Kristen perdana mengusulkan berbagai macam tanggal kelahiran-Nya, termasuk 25 Desember. Tapi apa yang luar biasa, dalam terang dari tuntutan masa kini, bahwa ketika mereka menulis tentang Kelahiran Kristus mereka tidak pernah berkata seperti, “Mari jadwalkan hari lahir-Nya disini agar kita bisa merubah kumpulan orang penyembah berhala ini menjadi pengikut Kristus” atau “Mari letakkan disini agar kita bisa mengantikan hari raya penyembah berhala ini”

Ketika mereka mengusulkan hari lahir-Nya, mereka menggunakan argumen untuk mendukung pandangan mereka, dan mereka dengan jujur percaya bahwa Ia lahir pada hari yang mereka usulkan.

7. Apakah Menjadi Berarti Jika Natal Berhubungan Dengan Hari Raya Penyembah Berhala

Bahkan jika Jemaat Kristen perdana telah menjadwalkan peringatan kelahiran Kristus untuk mengantikan hari raya penyembah berhala, so what?

Bagaimana hal itu menodai perayaan Natal pada saat ini — oleh orang yang tidak pernah sekalipun mendengar tentang hari raya penyembah berhala ini? Apakah mereka tidak dengan jujur merayakan kelahiran Kristus, tanpa menghiraukan hari yang tepat kapan hal itu terjadi?

Lebih jauh, apakah mengantikan hari raya penyembah berhala bukankah suatu hal yang baik? Tidak banyak grup Protestan merayakan 31 Oktober tidak sebagai hari Halloween (yang mana mereka anggap sebagai penyembah berhala) tetapi sebagai “Hari Reformasi” atau “Harvest Festival”?

Membantu orang menghentikan dirinya sendiri dari praktek menyembah berhala dengan menyediakan sesuatu yang bermanfaat, maka perayaan alternatif tampaknya akan menjadi hal yang baik bukan hal yang buruk.

Tetap saja, tidak ada bukti bahwa inilah yang Jemaat Kristen perdana lakukan dengan Natal, dan faktanya bukti melawan semua tuduhan itu.

sumber: Jimmy Akin, 7 Top Myth About Christmas

Apakah “X-Mas” Sebuah Percobaan Untuk Mengeluarkan “Christ” dari “Christmas”?

Asal usul penyebutan X-mas itu di buat oleh mereka yang tidak percaya pada Yesus Kristus (Jesus Christ) sehingga kata “Christ” pada Christmas mereka ganti dengan kata “X” karena mereka tidak ingin mengucapkan nama Yesus. Inilah perbedaan akan mereka yang merayakan natal tapi tidak ingin percaya pada Yesus dengan kita yang percaya akan kelahiran Juruselamat. Ini juga berdampak pada penyebaran injil yang salah.

Mat 10:32 “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.”

Jika kita sudah tahu hal ini, janganlah kita mengikuti kebiasaan mereka yang salah. Hal simple namun mempunyai dampak yang besar. Sebarkan agar mereka tahu di balik natal yang sesungguhnya ada nama “Christ” yang tidak dapat digantikan dengan apapun.


Saya mendapat komentar ini di internet, apakah ini benar? apakah kita mencoba membuang Kristus? Komentar diatas TIDAKLAH BENAR dan kutipan ayat itu tidak nyambung, mari kita lihat penjelasan dibawah ini.

Harap diingat huruf “X” didalam “X-mas” bukanlah “X” di dalam huruf Inggris. Tapi huruf Yunani “Chi”, dimana didalam bahasa Inggris disebut “CH” dan sudah merupakan bagian dari monogram kuno untuk Christ [Kristus], Chi-Ro sering kita lihat pada altar, chalice, dsb. Terlihat seperti “P” dan dengan “X” ditindih pada batang “P”, tapi ini benar-benar sama didalam bahasa Yunani dari tiga huruf pertama dari Christ [Kristus] — CH dan R.

Jadi pada mulanya “X-mas” bukanlah bermaksud untuk mengeluarkan Kristus dari Natal tapi merupakan kependekan dari ”Christ”-mas. Bukan berasal dari agenda modern sekular, tapi kebiasaan dari Kristen kuno dalam mempresentasikan nama Tuhan kita dengan monogram Yunani.

YANG MANAKAH YANG BENAR: XMAS ATAU CHRISTMAS?
Kedua versi tersebut sama benarnya. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. “Xristos” adalah kata Yunani untuk Kristus atau Christos dalam alfabet Romawi. “Kristus” sendiri artinya “Mesias” atau “Yang Diurapi”. Jadi, X adalah singkatan yang tepat bagi Kristus. Gereja Perdana seringkali menggunakan X Yunani sebab X merupakan sandi rahasia yang mereka gunakan untuk mencegah orang luar mengenali identitas mereka.

Pada masa sekarang, sebagian orang menggunakan kata “Xmas” untuk mengurangi kesan religius, namun demikian asal kata tersebut sangat Kristiani.

“Christmas” adalah kata yang amat mengagumkan. Artinya “Christ’s Mass” atau “Misa Kristus”. Pada abad pertengahan gereja-gereja akan memasang sebuah penanggalan di pintu masuk gereja. Penanggalan tersebut menunjukkan perayaan-perayaan serta pesta-pesta wajib gereja – yaitu hari di mana umat wajib menghadiri Misa seperti pada hari Minggu. Huruf-huruf “mas” (“misa”) seringkali ditambahkan pada akhir nama perayaan atau nama santo/santa yang pestanya sedang dirayakan. Sebagai contoh: perayaan St. Mikhael (29 September) disebut Michaelmas (Misa St. Mikhael). Perayaan kelahiran Yesus disebut Christmas atau Misa Kristus.

“Mass” atau misa berarti “misi”, jadi kita diutus untuk mewartakan kabar sukacita tentang kedatangan Sang Juruselamat. Kita sama seperti para gembala yang mewartakan kabar sukacita ke seluruh penjuru negeri. Ingatlah: don’t just keep Christ in Christmas – KEEP THE MASS IN CHRISTMAS!

sumber:

1. Is “X-Mas” an attempt to take “Christ” out of “Christmas?”

2. Labarum (Chi Ro)

3. Yang mana yang benar X-mas atau Christmas?


Christum Dominum Nostrum

(dikutip dari http://luxveritatis7.wordpress.com/2011/12/05/apakah-x-mas-sebuah-percobaan-untuk-mengeluarkan-christ-dari-christmas/)

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi?

Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul “Asal Usul Perayaan Natal”, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini.

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.

Puritans against Christmas
A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.

Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).

Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 70 M hingga tahun 75 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan “kelahiran kembali” matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap “kelahiran kembali” matahari menjadi simbol harapan bagi “kelahiran kembali” Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.

Christum Dominum Nostrum
(dikutip dari http://indonesian-papist.blogspot.com)


Referensi:
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D.
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Asal Usul Perayaan Natal


Secara resmi ditetapkan bahwa Kelahiran Yesus jatuh pada tanggal 25 Desember dan Gereja telah menyadari tanggal ini. Daniel Rops, seorang sejarawan, mengatakan bahwa pada masa penganiayaan Gereja Katolik sampai keluarnya Edict Milan (313) yang memberikan kebebasan beragama kepada Gereja Katolik, umat Katolik telah merayakan Natal secara sembunyi-sembunyi di Katakombe-katakombe yang ada di Kekaisaran Romawi (Katakombe = makam bawah tanah). [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]

Di sebagian besar Gereja-gereja Timur, Perayaan ini diperkenalkan sekitar abad keempat dan kelima. Pada akhir abad keempat, Uskup Epifanius dari Salamis (salah satu sejarahwan Gereja) memberikan kronologi kehidupan Tuhan Yesus Kristus di mana menurut Kalender Julian (saat ini Gereja Katolik Roma menggunakan Kalender Gregorian) tanggal 6 Januari adalah hari kelahiran Tuhan dan 8 November adalah hari pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan.

Pada permulaan abad kelima, biarawan terpelajar, St. Yohanes Kassianus dari Konstantinopel, pergi ke Mesir untuk mempelajari peraturan-peraturan biara di sana. Antara tahun 418 hingga 425, St. Yohanes Kassianus menulis laporan pengamatannya. Dia memberitahukan kita bahwa uskup-uskup di wilayah itu, pada masa tersebut, menganggap Pesta Epifani (Penampakan Tuhan) sebagai hari kelahiran Tuhan dan tidak ada perayaan terpisah dalam menghormati kelahiran Tuhan. Dia menyebut hal ini “tradisi kuno”.

Kebiasaan lama ini segera memberi jalan bagi tradisi baru. Sementara mengunjungi St. Sirillus, Patriark Alexandria; Uskup Paulus dari Emesa berkhotbah pada perayaan kelahiran Tuhan Yesus pada 25 Desember tahun 432 M. Natal telah diperkenalkan kepada Mesir sebelum waktu kunjungan ini, dapat dikatakan sekitar 418 dan 432 M dan peristiwa ini menjadi bukti kuat berdasarkan kalender yang telah ada.

St. Gregorius dari Nazianzus, Bapa Gereja dan Uskup, selama tinggal di daerah Seleucia di Isauria (Turki sekarang) merayakan Natal untuk pertama kalinya di Konstantinopel pada tanggal 25 Desember 379.
St. Yohanes Krisostomos
St. Yohanes Krisostomos, Bapa Gereja dan Uskup, berkhotbah di Antiokia pada tanggal 20 Desember 386 dan karena kefasihan pewartaannya, ia berhasil mengajak umat beriman untuk menghadiri Natal 25 Desember 386. Sejumlah besar umat beriman hadir di Gereja ketika Natal dirayakan. Kita memiliki salinan khotbah St. Yohanes Krisostomos. Pada Pengantar khotbah, ia berkata bahwa ia berharap dapat berbicara kepada mereka mengenai perayaan Natal yang telah menjadi kontroversi besar di Antiokia. Dia mengusulkan kepada para pendengarnya untuk menghormati dan merayakan Natal dengan tiga dasar: Pertama, karena Natal telah menyebar dengan cepat dan pesat dan telah diterima dengan baik di berbagai daerah. Kedua, karena waktu pelaksanaan sensus pada tahun kelahiran Yesus dapat ditentukan dari berbagai dokumen kuno yang tersimpan di Roma; ketiga, waktu kelahiran Tuhan Yesus dapat dihitung dari peristiwa penampakan malaikat kepada Zakarias, ayah Yohanes Pembaptis, di Bait Allah. Zakarias, sebagai Imam Agung, masuk ke dalam Tempat Mahakudus pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (The Jewish Day of Atonement). Hari Penebusan Dosa jatuh pada bulan September menurut kalender Gregorian. Enam bulan sesudah peristiwa ini, malaikat Gabriel datang kepada Maria dan enam bulan kemudian Yesus Kristus lahir, yaitu pada bulan Desember. St. Yohanes Krisostomos menyimpulkan khotbahnya dengan sanggahan telak terhadap orang-orang yang menolak bahwa Sang Allah telah menjadi manusia dan tinggal di dunia. St. Yohanes Krisostomos, dengan mengacu pada khotbah di atas, mengatakan dengan jelas bahwa pada masa tersebut, ketika perayaan Natal diperkenalkan di Timur, Natal telah dirayakan di Roma lebih dulu.

Kembali ke Gereja Barat. Bapa Gereja Yohanes, Uskup Nicea, memberitahu kita bahwa Gereja Roma mulai merayakan kelahiran Tuhan Yesus pada tanggal 25 Desember, pada masa Paus St. Julius I (337-352). Paus Kudus ini, dengan bantuan tulisan-tulisan dari sejarawan Yahudi, Josephus, telah memastikan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember.

Dengan demikian, Perayaan Natal memang memiliki asal usul yang sangat tua dan telah dirayakan sejak zaman Gereja Perdana. Natal bukanlah perayaan pagan yang diadopsi masuk ke dalam Kekristenan, tetapi Natal adalah Perayaan Liturgis yang berasal dari dalam Kekristenan itu sendiri.



Christum Dominum Nostrum
(http://indonesian-papist.blogspot.com)

Gedung Gereja Protestan Convert Pindah Menjadi Gedung Gereja Katolik

Eksterior Crystal Cathedral
Crystal Cathedral, suatu gedung gereja miliki suatu denominasi Protestan yang mewah dan unik di daerah Orange County, California, akhirnya resmi menjadi milik Keuskupan Orange. Keuskupan Orange membeli gedung ini dengan harga 57,5 juta dollar AS, mengalahkan tawaran Universitas Chapman sebesar 59 juta dollar. Pemilik gedung gereja ini, Pendeta Robert H. Schuller beserta keluarga, lebih memilih menjual gedung gereja ini kepada Keuskupan Orange ketimbang kepada Universitas Chapman karena Gereja Katolik Keuskupan Orange berkomitmen menjaga gedung ini tetap sebagai tempat ibadah, sementara Universitas Chapman hendak mengubahnya menjadi kampus satelit dan tempat sekuler. Sang pemilik Crystal Cathedral ini mengalami kebangkrutan sehingga terpaksa menjualnya.

Pembelian ini adalah solusi terbaik yang dimiliki Keuskupan Orange untuk mengatasi permasalahan akibat kurangnya daya tampung gedung Gereja Katolik di sana. Ketimbang membangun gedung baru dengan biaya sekitar 250 juta dollar, pembelian dan renovasi Crystal Cathedral akan menghemat setengah dari angka 250 juta tsb. Keuskupan Orange adalah Keuskupan terbesar ke-10 dari 195 Keuskupan yang ada di AS. Jumlah umat Katolik di sana mencapai 1,2 juta orang.

Interior Crystal Cathedral
Keuskupan Orange akan mengizinkan sang pendeta dan karya pelayanannya berlangsung di Crystal Cathedral selama 3 tahun ke depan sembari Keuskupan Orange melakukan renovasi supaya Cathedral ini sesuai dengan tata Liturgi Gereja Katolik. Sang Pendeta sendiri memiliki respek yang besar terhadap Gereja Katolik. Bahkan ia pernah mengundang alm. Uskup Agung Fulton Sheen untuk berbicara di Crystal Cathedral. Patung Sang Uskup bahkan ditempatkan di dalam gedung Cathedral ini.

Patung alm Uskup Agung Sheen di Crystal Cathedral

Crystal Cathedral sendiri adalah landmark kota Orange County. Ada lebih dari 10.000 panel kaca pada gedung ini. Crystal Cathedral yang membiaskan cahaya matahari sehingga menjadi pelangi tujuh warna akan segera menyinarkan cahaya Iman Katolik dengan tujuh Sakramen Kudusnya bagi Orange County.


Christum Dominum Nostrum
(dikutip dari http://indonesian-papist.blogspot.com)

Selasa, 15 November 2011

SAKRAMEN PEMBAPTISAN DAN SEJARAH PERUBAHAN RITUSNYA

Seperti sebuah karya seni yang telah diperbaiki, difernis sampai beberapa kali dan kadang kala sedikit disalahgunakan, ritus Sakrament Pembaptisan dalam Gereja Kristen juga telah mengalami perubahan selama berabad-abad dengan alasan dan latar belakang tertentu. Namun biarpun demikian, perubahan ritus itu tetap tidak mengubah hakekat Pembaptisan sebagai Sakrament tanda kelahiran baru seseorang ke dalam Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Tapi dewasa ini Gereja dihimbau untuk kembali ke ritus pembaptisan yang dipraktekkan oleh Gereja Kristen pada abad-abad pertama yaitu pembaptisan dengan dengan "mencelupkan" seorang catechumen ke dalam kolam air. Karena ritus pembaptisan seperti ini dirasa lebih efektif mengungkapkan peristiwa "kelahiran baru" seseorang ke dalam Karajaan Allah yang dimasukinya melalui Sakramen Permandian. Tapi demi alasan praktis, Gereja tetap diijinkan untuk memakai ritus pembaptisan sederhana dengan "menuangkan sedikit air pada kepala". Untuk lebih mamahami hal ini, mari kita kembali menengok sejarah Gereja seputar ritus sakramen permandian.

***

Dalam bab pertama Injil Markus, seperti telah diramalkan Nabi Yesaya, Yohanes Pembaptis tampil di padang gurung sambil memaklumkan sebuah "pembaptisan pertobatan" demi pengampunan atas dosa. Orang banyak berkerumun mendengar kothbah Yohanes Pembaptis yang berkobar-kobar. Mereka berbondong-bondong ke Sungai Yordan dan memberi diri mereka untuk disucikan (Kata pembaptisan sendiri berasal dari kata Yunani "bapizo" yang berarti "membasuh atau mencelupkan atau menenggelamkan").

Markus menceriterakan bahwa Yesus juga kemdian datang kepada Yohanes dan dibaptis. Ketika Ia keluar dari air, Ia melihat surga terbuka dan Roh Kudus dalam rupa seekor burung merpati turun ke atasNya. Dan Ia mendengar suara dari atas yang mengatakan:"Engkaulah PuteraKu yang terkasih; kepadamu aku berkenan."

Penginjil Markus kemudian melanjutkan ceriteranya dengan mengatakan bahwa segera setelah peristiwa permandian di Sungai Yordan, Yesus dibawa Roh Allah ke padang gurun and tinggal di sana untuk berdoa dan berpuasa 40 hari lamanya, sambil digodai iblis. Setelah berdoa dan berpuasa, Yesus mulai menjalankan perutusanNya di depan umum.

Lima belas bab kemudian, pada bagian akhir dari Injilnya, Penginjil Markus kembali mencatat kata-kata terakhir Yesus kepada kesebelas rasul (dikurangi Yudas Iskariot yang telah mengkianati Yesus): "Pergilah ke seluruh bumi dan wartakanlah Injil…Barangsiapa percaya dan dibaptis akan diselamatkan."

Kalau kita meneliti Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) maka kita akan menemukan kenyataan bahwa Kitab Suci PB tidak menceriterakan "bagaimana para Rasul membaptis". Tapi ahli sejarah Gereja berpendapat bahwa kemungkinan besar seorang calon permandian berdiri di air sungai atau di sebuah kolam umum, dan kemudian air dituangkan ke atas kepalanya, sambil ditanyakan kepadanya: Apakah saudara (saudari) percaya kepada Allah Bapa? Apakah saudara percaya akan Allah Putera, yaitu Yesus Kristus? Apakah saudara percaya akan Allah Roh Kudus? Setiap kali calon menjawab "ya" atas masing-masing pertanyaan itu, ia ditenggelamkan (dicelupkan ) ke dalam air sebanyak tiga kali juga.

Tentang hal ini, Yustinus Martir (100-165 AD) menulis begini:

"Calon permandian berdoa dan berpuasa.

Komunitas beriman berdoa dan berpuasa dengan dia.

Calon permandian masuk ke dalam air.

Petugas Gereja mengajukan kepadanya tiga pertanyaan Trinitaris.

Calon sekarang diperkenalkan kepada komunitas umat beriman.

Doa umat kemudian disampaikan oleh semua untuk yang baru saja dibaptis.

Ciuman tanda kasih dan damai diberikan kepadanya oleh semua umat beriman.

Lalu Ekaristi kudus dirayakan."

Setengah abad kemudian, pujangga Gereja Tertulianus menjelaskan lebih detail lagi. Ia mulai menyebut adanya "pengurapan" minyak suci, "tanda salib" dan "penumpangan tangan" atas calon permandian.

Untuk orang-orang yang hidup pada tiga abad yang pertama sesudah Yesus, langkah-langkah yang harus ditempuh sebelum dibaptis tidak terlalu gampang. sering mereka diarahkan kepada kemartiran.

Sebelum Kaisar Romawi Konstantinus mengumumkan pada tahun 313 bahwa Gereja Kristen bukan lagi sebuah agama ilegal, maka setiap orang, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang menggabungkan diri menjadi orang Kristen dipandang sebagai sebagai penjahat dan dihukum dengan sangat keji. Ingat sejarah Gereja. Selama tiga abad pertama orang-orang Kristen dianiaya dan dibunuh oleh pemerintahan kafir Romawi. Orang Romawi pada masa itu mempunyai agama sendiri dengan pusat kultus penyembahan kepada dewa-dewi. Orang Kristen yang tidak menyembah dewa-dewi sembahan kaisar dianggap kafir, kriminal, melawan kaisar dan mereka dihukum dengan sangat keji seperti digantung hidup-hidup dikayu salib, dibakar hidup-hidup, digoreng dan direbus hidup-hidup, dilempar hidup-hidup ke dalam kandang singa yang sengaja tidak diberi makan berhari –hari supaya mereka lapar betul dan makan orang Kristen.

Kemungkian besar Gereja waktu itu menyusun sebuah proses perkenalan kepada orang yang baru bergabung ke dalam komunitas umat beriman. Gereja (umat beriman) butuh waktu untuk mengenal dan percaya kesungguhan hati setiap calon permandian sebelum mereka dipermandikan (sama seperti si calon permadian juga butuh waktu untum memperlajari lebih tentang Gereja yang merupakan agama "di bawah tanah" pada masa itu).

Ada suatu alasan mengapa calon permandian membutuhkan sponsor (wali permandian, bapa-ibu permandian), yaitu seorang anggota komunitas beriman yang menjamin si calon permandian. Sponsorlah yang bertugas pergi menghadap uskup dan membuktikan kepadanya bahwa calon permandian merupakan seorang yang sungguh baik. Lalu, selama bertahun-tahun sponsor bekerja, berdoa dan berdoa bersama anak/orang didikannya sampai pada hari pembaptisan tiba.

Pada waktu itu, masa katekumen (dari bahasa Yunani yang berarti "instruction" atau pelajaran) terdiri atas dua bagian.

Bagian pertama adalah sebuah "masa persiapan rohani" yang berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Bagian kedua adalah masa persiapan akhir menjelang permbaptisan. Bagian ini dimulai pada masa Puasa dan kegiatannya terdiri atas doa-doa yang rutin, puasa, dan penelitian kelayakan sang calon permandian oleh uskup.

Kemudian si calon dibawa ke depan uskup dan para imam, sementara sang sponsor ditanyai. jika sponsor bisa menjamin bahwa sang calon tidak mempunyai tabiat buruk yang serius (seperti mabuk, tiak menghormati orangtua dan lain-lain) uskup kemudian mencatat nama calon ke dalam buku baptis.

Calon tidak diijinkan untuk mengambil bagian secara penuh dalam perayaan misa kudus. Setelah Liturgi Sabda (sesudah homili) seorang calon permandian diminta untuk meninggalkan Gereja atau tempat berlangsungnya perayaan misa kudus. Para calon hanya diijinkan untuk mendengar Credo dan doa Bapa Kami dan menghafalnya secara diam-diam.

Puncak dari upacara itu dimulai pada Hari Kamis Suci dengan sebuah wadah pemandian sebagai sarana penyucian rohani. Calon kemudian berdoa dan berpuasa keras pada Hari Jumat Agung dan Sabtu Suci.

Pada malam hari Sabtu Suci, calon permandian laki-laki dan wanita ditempatkan di ruangan yang terpisah dan gelap. di ruangan yang gelap ini, setiap calon berdiri sambil menghadapkan wajah ke arah barat (barat dianggap simbol kegelapan dan setan, karena matahari terbit di timur). Seorang diakon akan meminta para calon untuk merentangkan lengan mereka dan menghembuskan nafas untuk mengeluarkan semua roh yang tidak baik dari dalam tubuh, sambil berkata: "Saya melepaskan diri dari kau, setan, dari kungkunganmu, dari segala pernyembahan terhadapmu dan semua malaikatmu yang jahat." Lalu sesudah itu, sambil memutarkan badan ke arah timur, para calon berseru: "Sekrang saya menyerahkan diriku kepadaMu, O Yesus Kristus." Berdasarkan ini, bertobat kemudian harafiah berarti "memutar haluan" (turning around).

Sampai di sini, para calon kemudian menurunkan tangan dan lengan mereka, dan uskup lalu mengurapi kepala mereka masing-masing dengan minyak. Ini adalah lambang meterai Kristus. Sekarang secara rohani mereka ditandai, sama seperti seorang gembala menandai (mencap) kawanan ternaknya.

Sesudah itu setiap kelompok akan pergi ke ruang lain dan menanggalkan pakaian mereka. Peristiwa "penanggalan pakaian" ini melambakan "penanggalan manusia lama dari seseorang" (taking off the old self) dan kembali ke keadaan murni taman Eden sebelum munusia pertama jatuh ke dalam dosa dan lebih dari itu ada kepercayaan orang pada masa itu bahwa roh-roh jahat sering melekat pada pakaian seseorang seperti kutu busuk.

Lalu dalam keadaan telanjang dan terpisan menurut jenis kelamin, para calon dihantar ke tempat permandian. Setiap calon masuk ke dalam air yang dalamnya sampai setinggi dada dan uskup akan berlutut di samping kolam air. uskup lalu dengan halus menekan kepada calon ke dalam air sampai tiga kali, sambil mempermandikan (menuangkan air) mereka satu persatu di dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Setelah orang Kristen yang baru dipermandikan itu keluar dari air dan setelah tubuh mereka dilap, mereka diberi pakaian baru berbentuk kain linen putih yang mereka pakai sampai minggu berikut. Setiap anggota baru dari komunitas umat beriman dibagikan sebuah lilin bernyala dan ciuman tanda kasih dan damai.

Setelah semua calon dibaptis, mereka merayakan Ekaristi dengan seluruh komunitas umat beriman. Untuk pertama kali, orang yang baru dibaptis mengambil bagian secara penuh dalam seluruh misa dan menerima Komuni Kudus.

Kemudian hari, aspek kerahasiaan dan kesedian calon untuk mengorbankan hidupnya untuk mati demi Kristus menjadi pudar setelah Gereja Kristen diterima sebagai agama resmi Kekaisaren Roma pada awal abad IV. Lebih dari itu, sejak Gereja Kristen diakui sebagai agama resmi dari negara, menggabungan diri ke dalam Gereja merupakan suatu kebijakan politis.

***

Penting untuk diingat bahwa doktrin tentang Sakramen Pembaptisan kemudian berkembangan seturut perkembangan jaman. Tidak terlalu mudah, misalnya, untuk menentukan apa yang harus dibuat dengan orang-orang yang melakukan dosa berat setelah pembaptisan atau dengan orang-orang yang menyangkap iman mereka, lalu kemudian bertobat lagi dan minta diterima lagi ke dalam komunitas umat beriman.

Salah satu dari masalah-masalah itu adalah masalah peranan pembaptisan bayi. Para ahli Kitab Suci mengandaikan bahwa ketika "seluruh rumahtangga" dipermandikan, permandian itu termasuk anak-anak, bahkan yang paling kecil sekalipun (bayi). Tapi sekali lagi, oleh karena perkembangan refleksi iman/teologi, seperti penjelasan St. Agustinus tentang Dosa Asal pada abad V, yang akhirnya membuat permandian bayi menjadi amat populer dan dominan. Pada point ini, Pembaptisan tidak lagi dilihat terutama sebagai awal dari kehidupan moral, tapi lebih ditekankan sebagai jaminan untuk diterima di dalam kerajaan surga setelah kematian.

***

Pada awal Abad Pertengahan, ketika seluruh suku di Eropa utara bertobat dan seluruh suku (sering jumlahnya sampai ribuan) harus dibaptis secara serempak jikalau kepala suku atau raja mau masuk Kristen. Dalam keadaan seperti itu, sebuah ritus (tata upacara) yang lebih sederhana, praktis dan cepat, amat dibutuhkan. Sampai pada akhir abad VIII, upacara permandian yang sebelumnya panjang dan berlangsung selama berminggu-minggu telah dibuat sangat singkat. Anak-anak menerima upacara pengusiran roh jahat selama tiga kali pada minggu-minggu sebelum Paska dan Sabtu Suci. Setelah air pembaptisan dan bejana pembaptisan (bukan lagi kolam) diberkati, anak-anak kecil dicelupkan kepadanya ke dalam bejana air itu sampai tiga kali. Sesudah itu para imam mengurapi kepala mereka dengan minyak, uskup menumpangkan tangan ke atas mereka dan mengurapi mereka sekali lagi dengan minyak suci, dan mereka diberi Komuni Kudus dalam perayaan misa Kudus.

Ritus kemudian terus dibuat semakin singkat ketika kebiasaan bayi menerima komuni suci pada waktu permandian dihapus oleh Konsili Trente pada tahun 1562.

Dan karena Pembaptisan sekarang dilihat sebagai kunci untuk diterima dalam kerajaan surga, Gereja kemudian menawarkan sebuah ritus darurat yang pendek untuk bayi-bayi yang berada dalam bahaya kematian. Sebelum awal abad XI sejumlah uskup mengingatkan bahwa bayi kemungkian besar selalu berada dalam bahaya kematian yang tiba-tiba dan karena itu mereka mendorong para orangtua untuk tidak menunggu sampai perayaaan besar pada Hari Sabtu suci untuk mempermandikan bayi-bayi mereka.

Sebelum abad XIV, perayaan pembaptisan pada hari Sabtu Paska benar-benar sudah hilang, kecuali upacara pemberkatan bejana dan air, dan ritus permandian yang lama dipersingkat lagi dan hanya dibuat sebagai upacara kecil waktu imam masuk Gedung Gereja.

Sejak masa ini pembaptisan hanya disaksikan oleh anggota keluarga inti dan sejumlah kecil kaum kerabat, daripada disaksikan oleh seluruh komunitas umat beriman (seperti sebelumnya). Ketimbang mencelupkan bayi-bayi ke dalam kolam air, para imam hanya menuangkan sedikit air ke atas kepala anak-anak.

Seiring dengan perjalanan sejarah, dan ritus pendek permandian yang semula disusun khusus hanya untuk bayi-bayi, yang berada dalam bahaya kematian, menjadi begitu universal, ritus permandian Gereja perdana (abad I sampai III) semakin lama semakin dilupakan. Tapi kemudian pada akhir tahun 1950-an para ahli sejarah Gereja mulai meneliti dan studi kembali mengenai ritus-ritus Gereja abad pertama. Hasilnya adalah bahwa pada tahun 1969, sebuah ritus Pembaptisan untuk anak-anak (bayi), yang telah direvisi, diterbitkan. Sama seperti ritus Gereja perdana, ritus yang disempurnakan ini menekankan aspek kommunal dari perayaan sakramen-sakramen. Upacara pembaptisan dianjurkan untuk dibuat dalam rangkaian perayaan misa (seperti sakramen perkawinan). Ritusnya diperpanjang juga. Sekarang orangtua diharapkan menghadiri pembinaan (pendalaman) iman setiap kali anak mereka mau dipermandikan. Dan penekanan teologis bergeser dari Pembaptisan sebagai "jaminan masuk surga" ke upacara permulaan masuk ke dalam kehidupan moral. Pada tahun 1980, sebuah dokument dari Vatikan menegaskan bahwa jika orangtua tidak menjamin dan tidak mau memastikan bahwa anak (bayi) mereka akan dibesarkan dalam iman Katolik, maka Pambaptisan sebaiknya ditunda sampai tidak ada batas waktu.

Setelah beberapa dekade berlalu, kita perlahan-lahan kembali kepada simbol-simbol, drama dan spiritutalitas komunal umat beriman yang merupakan ciri khas pembaptisan pada abad-abad pertama sejarah Gereja yang dirasa lebih efektif mengungkapkan makna permandian sebagai tanda kelahiran baru ke dalam Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus, sambil tetap mengakui keabsahan pembaptisan dengan ritus yang sederhana dan singkat. Karena biar bagaimanapun bentuk, panjang atau pendeknya ritus Sakramen Permandian, hakekatnya tetapi sama dan sah sebagai tanda kelahiran baru.

http://www.imankatolik.or.id/sejarahpembatisan.html

Sabtu, 05 November 2011

Katekese Mengenai Persekutuan Para Kudus


“Janganlah kita melupakan mereka yang telah meninggal dalam doa kita. Janganlah kita melupakan Para Bapa Bangsa, Para Nabi, Para Rasul, dan Para Martir yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah; janganlah kita melupakan Para Bapa Suci dan Para Uskup yang telah meninggal juga semua orang yang paling dekat dengan kita yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah.” (St. Cyril of Jerusalem (ca. 350) Catechetical Lectures, 23 [Mystagogic 5], 90)
Kita sebagai Katolik menghormati Para Orang Kudus, tetapi kita umat Katolik tidak menyembah Para Kudus tersebut. Hanya Allah yang layak disembah (Mat 4:10; Luk 4:8; Kis 10:26). Jika kita boleh menghormati ayah dan ibu kita (Kel 20:12), mengapa kita tidak boleh menghormati Para Kudus? Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyembah Yesus sambil menghormati Elia dan Musa dalam peristiwa Transfigurasi (Mrk 9:4). Yosua jatuh bersujud di hadapan seorang malaikat (Yos 5:14), Daniel jatuh bersujud di hadapan Malaikat Gabriel (Dan 8:17), Tobias dan Tobit jatuh ke tanah di hadapan Malaikat Rafael (Tob 12:16). Jika orang-orang besar ini boleh menghormati Para Malaikat dan Orang Kudus, mengapa kita tidak boleh?

Jumat, 04 November 2011

ADAKAH KKR KESEMBUHAN DALAM GEREJA KATOLIK?

Pertanyaan:

Salam sejahtera

Pertama-tama saya ingin menyampaikan bahwa saya sangat terbantu sekali dengan adanya situs ini untuk memahami Katolik. Saya pribadi belumlah dibaptis, tetapi dari kecil saya selalu mengikuti tata cara Katolik sebagaimana saya dibesarkan.

Saat ini saya ingin sekali mengikuti Yesus dengan lebih dalam lagi, dan berbagai cara saya lakukan diantaranya ikut kebaktian di gereja Katolik maupun Protestan. Semakin jauh saya mengenal keduanya, saya menemukan banyak sekali perbedaan diantara keduanya, yang membuat saya semakin bingung. Beberapa hal yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Adakah KKR kesembuhan dalam agama Katolik? Beberapa waktu yang lalu saya datang pada acara KKR kesembuhan dan saya melihat banyak sekali masyarakat yang hadir. Namun terus terang saya tidak melihat sendiri ada benar2 warga yang disembuhkan secara dramatis. Saya sering mendengar bahwa KKR seperti ini sangat populer, terlebih bagi pendeta2 yang sangat terkenal semisal Benny Hin atau Pariadji. Apakah benar ada kesembuhan dari KKRsemacam ini? Dan apabila benar kesembuhan itu ada, apakah berasal dari Tuhan? BagaimanaKatolik memandang hal ini, karena setau saya hanya gereja Protestanlah yang mempunyai kegiatan semacam ini?

2. Pada acara KKR tersebut sang pendeta berkotbah tentang perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-32). Pdt tersebut menanggapi tentang bagian dimana si anak sulung merasa iri karena setelah sekian lama dia melayani bapanya, tetapi tidak sekalipun sang bapa pernah mengadakan pesta untuknya. Menurut sang pendeta, hal ini terjadi karena sang anak sulung tidak pernah meminta ayahnya untuk mengadakan pesta untuknya, dan hal semacam inilah yang sering terjadi pada umat Kristen dewasa ini, dimana mereka tekun dan setia melayani Yesus, tetapi tidak memperoleh penghidupan dan keselamatan yang layak (misal banyak hutang, miskin, sakit, dsb). Pak pendeta kemudian menegaskan bahwa hal ini tidak perlu terjadi, karena umat Kristen adalah anak raja yang kaya raya, yang akan diberi jika meminta apapun. Ia juga menegaskan bahwa cara berdoa yang hanya pasrah dan meminta sedikit saja adalah salah karena ini adalah pengaruh iblis yang tidak ingin melihat anak Tuhan kaya raya, sehat, dan bahagia sehingga seharusnya kita meminta sebanyak-banyaknya kepada Yesus, Bapa kita.

Apakah ajaran bahwa umat Kristen harus kaya dan makmur seperti itu adalah benar? Bagaimana pandangan Katolik mengenai ini?

3. Seorang teman Protestan baru-baru ini memberikan sebuah buku yang berisi kesaksian tentang surga dan neraka. Pada salah satu bab tertulis tentang Maria yang sangat memojokkan umat Katolik yang membuat saya terkejut, demikian isinya:

Sebagian Kisah Kesaksian gadis kecil (Janet Balderas Canela) berumur 8 tahun yang ditemui Yesus Kristus. – Penglihatan tentang kesedihan Maria.

——————————————————

Kami menunggang lagi dan tiba pada sebuah pintu yang setengah terbuka, Tuhan berkata, “Hamba kemarilah, sebab dibalik pintu ini adalah Maria. Mendekatlah dan dengar apa yang sedang dikatakannya, supaya kau dapat pergi dan katakan pada Umat-Ku, katakanlah pada mereka bagaimana Maria sedang menderita.” Saya mendekat dan melihat seorang gadis muda, yang sangat cantik, dan sangat elok parasnya. Sedang melihat melalui suatu jendela yang kecil. Dia sedang bertelut dan melihat kebawah memandang bumi, menangis karena kesakitan yang sangat.

Maria berkata, “Mengapa kamu menyembahku? mengapa, Jika aku tidak memiliki Kuasa! Mengapa kamu menyembahku? Aku tidak melakukan sesuatu apapun! Jangan menyembahku! Jangan bertelut padaku! Aku tak dapat menyelamatkanmu! Yang hanya dapat menyelamatkan, yang hanya dapat menebusmu ialah Yesus, yang telah mati untuk semua manusia! Banyak orang mengatakan aku memiliki kuasa, bahwa aku dapat mendatangkan mujizat-mujizat, tetapi semua itu tipu muslihat! aku tidak dapat berbuat apapun! Allah yang Maha Kuasa berkenan denganku dan menggunakan rahimku agar Yesus dapat lahir dan menyelamatkan setiap orang, tetapi aku tidak memiliki kuasa apapun. Aku tak dapat melakukan apapun! Jangan bertelut padaku! Jangan menyembahku! Sebab aku tak layak disembah. Hanya satu Yang layak, yang disembah dan didambahkan adalah Yesus! Dialah satu-satuNya yang menyembuhkan dan menyelamatkan!”

Saya dapat melihat wanita muda itu sedang dalam kesakitan yang sangat, penuh dengan kepedihan dan tangisan. Dia berkata, “Tidak! Tidak! Jangan menyembahku! Mengapa kamu bertelut padaku? Aku tidak melakukan apapun!” Saudara/i terkasih, sangat luarbiasa dapat melihat wanita muda ini, bagaimana dia menangis dengan kepedihan dan kesedihan.

—————————————————————————-

Bagian-bagian lain dari buku itu berisi tentang kesaksian 7 orang muda Kolombia tentang surga dan neraka, serta kesaksian2 yang serupa dari Ricardi Cid, Victoria Nehale, serta Jannet Balderas Canela tersebut. Apakah kesaksian semacam ini benar adanya dan pantas dipercayai? Mengapa saya tidak pernah mendengar kesaksian semacam ini dari Katolik?

Demikianlah beberapa hal yang sangat membingungkan saya dan saya sangat mengharapkan pencerahan mengenai hal ini agar tidak tersesat.

Terima kasih, Syenny


Jawaban:


Shalom Syenny,

1. Adakah KKR dalam Gereja Katolik? Ada. Silakan anda menghubungi Shekinah, jika anda berdomisili di Jakarta, atau jika anda berkesempatan pergi ke Cikanyere, Puncak, di gereja Lembah Karmel (Romo Yohanes Indrakusuma, O Carm) silakan mengikuti Misa Kudus di sana, yang biasanya diikuti dengan doa penyembuhan setelah Misa Kudus.

Dalam Gereja Katolik memang yang diutamakan adalah kesembuhan rohani, walaupun jika Tuhan berkenan, Ia tetap dapat memberikan mukjizat kesembuhan jasmani. Saya pernah mengalami kesembuhan jasmani melalui doa Misa Kesembuhan, itu terjadi di Manila Filipina tahun 2000 yang lalu, sehingga saya dapat mengatakannya. Saya percaya Tuhanlah yang memberikan karunia kesembuhan itu. Jadi bagi yang pernah disembuhkan melalui KKR, tentu saja mereka percaya bahwa kesembuhan itu dari Tuhan, terutama jika secara manusiawi itu hampir mustahil disembuhkan.

Sebagai orang Katolik, saya memang lebih menyarankan bagi umat Katolik untuk mengikutiKKR yang diadakan oleh komunitas Gereja Katolik, untuk mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan pengajaran Magisterium Gereja Katolik.

2. Mengenai Luk 15:11-32 tentang perumpamaan anak yang hilang memang diceritakan kisah si sulung, yang iri hati karena Bapanya tidak pernah mengadakan pesta untuknya. Namun interpretasi yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah bahwa si sulung itu tidak menyadari besarnya belas kasih dari bapanya. Dan saya rasa interpretasi ini lebih tepat, dibandingkan dengan mengartikan bahwa kita harus meminta berkat (‘dipestakan’ pada kasus anak sulung itu), sampai- sampai menganggap bahwa doa yang berpasrah itu adalah salah.

Kita memang boleh dan bahkan harus meminta berkat dan pertolongan Tuhan (Mat 7:7; 1 Tim 2:1), namun kita tidak dapat memaksa Tuhan harus mengabulkan permohonan kita. (Atau dalam kasus si sulung di atas, memaksa/ mendesak Bapa harus mengadakan pesta baginya). Maka dalam kasus kehidupan kita, kita harus berusaha sebagai manusia (misal bekerja keras, berobat, dst), namun tetap menyerahkan segala sesuatunya ke dalam tangan Tuhan. Pada akhirnya, bukti iman yang dewasa adalah jika kita dapat berdoa seperti Yesus, “Bukanlah kehendak-ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (lih. Luk 22:42) atau seperti Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” (lih. Luk 1: 38) Jika seseorang mengatakan bahwa doa semacam ini salah, artinya ia menganggap ajaran Alkitab – yaitu contoh dari Yesus sendiri- itu salah. Saya pikir tidak seharusnya kita bersikap demikian.

Juga Gereja tidak mengajarkan bahwa kalau menjadi pengikutnya kita harus jadi makmur secara lahiriah. Kita dapat berusaha dan bekerja keras, namun Tuhan tidak menjanjikan bahwa semua yang mengikuti-Nya pasti makmur secara duniawi. Malah yang diajarkan, kita harus berhati-hati agar jangan sampai hati kita terikat pada uang dan kekayaan duniawi, sebab “cinta uang adalah akar dari segala kejahatan.” (1 Tim 6:10). Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya (ay.9), yang sangat jelas mengingatkan kita agar kita tidak mengejar kekayaan duniawi, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.” Maka, hidup yang berkelimpahan yang dijanjikan Tuhan (Yoh 10:10) adalah hidup ilahi, dengan melalui Dia sebagai pintu menuju keselamatan kekal (Yoh 10:9).

3. Mengenai wahyu pribadi.

Dewasa ini kita melihat banyak orang meng-klaim telah melihat penglihatan ini dan itu, apalagi yang sehubungan dengan akhir jaman. Kita tidak perlu resah. Gereja Katolik memang sangat berhati-hati dalam mengatakan apakah wahyu itu otentik atau tidak karena masih perlu diuji oleh waktu dan mukjizat-mukjizat yang sungguh-sungguh terjadi, untuk membuktikan bahwa itu sungguh dari Allah.

Maka, saya menganjurkan anda waspada dengan klaim penglihatan-penglihatan semacam itu. Bagi saya sendiri, saya lebih mempercayai apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, karena sudah teruji dan dibuktikan oleh waktu dan fakta. Perlu anda ketahui juga, bahwa GerejaKatolik tidak pernah menyembah Maria. Jika kita berdoa kepada Maria, itu bukannya supaya ia mengabulkan doa kita, namun supaya ia mendoakan kita. Dasarnya adalah bahwa sebagai umat beriman kita dapat saling mendoakan, dan bahwa sebagai umat beriman kita beradadalam persekutuan orang kudus yang ikatannya tak terputuskan oleh maut, sebab maut itu sudah dikalahkan oleh Yesus.

Kita memang menghormati Bunda Maria, sebagai Ibu kita, karena Yesus sendiri telah memberikan Maria untuk menjadi ibu bagi murid yang dikasihi-Nya, yaitu kita semua (Yoh 19: 25-27). Umat Katolik menghormati Maria, karena pertama-tama Allah-lah yang menghormatinya dan memilih-Nya sebagai Ibu Putera-Nya sendiri. Allah tidak begitu saja hanya ‘meminjam’ rahim Bunda Maria. Bunda Maria telah dipilih oleh Tuhan dari sejak awal mula untuk menjadi Ibu Yesus, dan dikuduskan untuk maksud Allah itu. Jika Tuhan sedemikian spesifik dalam menentukan dan menguduskan tabut perjanjian yang berisi dua loh batu 10 Sabda perintah Allah dan roti manna di PL, maka Allah akan lebih lagi secara khusus menguduskan rahim Bunda Maria yang akan menjadi tabut Perjanjian Baru yang menjadi tempat kediaman Putera-Nya sendiri, yang adalah Sabda yang menjelma menjadi daging (Yoh 1:14) dan Sang Roti Hidup (Yoh 6:35)! Bagi saya, apapun yang dikatakandalam wahyu pribadi harus kembali kita periksa, apakah itu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Alkitab dan ajaran Gereja Katolik. Hanya dengan cara demikianlah kita mengetahui ke-otentikan nubuat/ penglihatan.

Silakan membaca di situs ini artikel-artikel dan tanya jawab tentang Bunda Maria, persekutuan orang kudus, dan Akhir Jaman menurut pengajaran Gereja Katolik untuk memahami pengajaran tentang hal- hal ini. Semoga anda dapat menemukan kebenaran didalamnya, yang mendatangkan damai sejahtera.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

www.katolisitas.org


Selasa, 01 November 2011

RINGKASAN SEJARAH REFORMASI PROTESTAN

Uskup Richard Gilmour
Artikel ini saya dapatkan dari sebuah buku berjudul Bible History halaman 290-296 yang ditulis oleh Uskup Cleveland bernama (alm) Uskup Richard Gilmour, D.D. pada akhir tahun 1800an. Buku ini mendapatkan Apostolic Benediction (Berkat Apostolik) dari (alm) Paus Leo XIII. Dalam buku ini, dapat kita temukan berbagai kejadian-kejadian penting dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Di dalam buku ini juga ditambahkan Kompendium (Ringkasan) Sejarah Gereja.

Buku ini ditulis untuk dipergunakan oleh Sekolah-sekolah Katolik di Amerika Serikat. Selain mendapat berkat apostolik dari Paus Leo XIII, buku ini juga diterima baik dan dipuji oleh lebih dari 30 Uskup di Inggris dan Amerika Serikat.

Pada artikel ini, saya akan mengangkat mengenai “Reformasi” Protestan. Ternyata ada banyak informasi-informasi yang belum saya dan anda ketahui mengenai peristiwa ini.

Faktor-faktor Penyebab Reformasi
Dua penyebab yang berkontribusi besar bagi suksesnya “Reformasi” adalah penurunan moral orang-orang pada masa itu dan penyebaran ajaran sesat dari Wycliffe dan Huss. Kekayaan yang besar dari biara-biara pada masa itu dengan jelas membawa sikap-sikap indisipliner di antara para anggotanya, sementara penerimaan universal Katolisitas telah mematikan semangat untuk memeliharanya (Katolisitas dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa). Penemuan mesin cetak pada masa Luther memberikan kemungkinan untuk penyebaran ajaran sesat dengan sangat cepat. Perlu ditambahkan bahwa perseteruan panjang pada masa itu antara Gereja dan penguasa-penguasa Sekuler juga melemahkan otoritas Gereja.
John Wycliffe
Pada tahun 1356, John Wycliffe, seorang anggota Universitas Oxford, Inggris, mulai berkhotbah melawan Ordo-ordo Para Pengemis / Medicant. Empat tahun setelahnya (1360), dia menyerang seluruh ordo-ordo gerejawi. Dia mengajarkan bahwa Paus bukan kepala Gereja, bahwa Uskup tidak lebih superior dari Imam-imamnya, bahwa Imam-imam dan Hakim-hakim Sipil kehilangan otoritasnya ketika mereka jatuh dalam dosa berat / mortal sin. Dan semua serangannya ini diakhiri dengan penolakannya terhadap Kehadiran Nyata Tuhan Yesus Kristus dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi dalam Perayaan Ekaristi.

Doktrin-doktrin sesat ini dengan mudah menemukan para pengikutnya, yaitu yang berada dalam nama Lollards. Mereka menyebabkan gangguan umum besar, menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk berkhotbah di mana pun dan kapan pun mereka suka. Pada tahun 1380, Wycliffe menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Inggris dan empat tahun setelah ia meninggal (1384), ia dihukum dan ditolak oleh Paus Roma dan beberapa konsili gerejawi di Inggris. Doktrin-doktrinnya kemudian dikutuk dalam Konsili Constance (1415), begitu juga dengan doktrin-doktrin kreasi John Huss yang mulai berkhotbah menyebarkan ajarannya di Bohemia (bagian dari Rep. Ceska sekarang, asalnya pemain bola terkenal seperti Pavel Nedved, Petr Cech dan Jan Koller).

Pada tahun 1402, Jerome dari Praha kembali dari Oxford, di mana dia telah belajar di sana dan mulai berkhotbah dan menyebarkan doktrin-doktrin John Wycliffe. Dia kemudian digantikan oleh John Huss pada tempat yang sama. John Huss ini tidak hanya mengajarkan doktrin-doktrin sesat Wycliffe tetapi lebih jauh dari itu ia juga menolak otoritas Paus, menyerang kaum tertahbis, doktrin-doktrin Gereja mengenai Indulgensi (penghapusan siksa sementara, tidak sama dengan pengampunan dosa), Santa Perawan Maria, Para Kudus dan Komuni dalam satu rupa.
John Huss
Doktrinnya dengan cepat menyebar di seluruh Bohemia. Pada tahun 1414, Konsili Constance diselenggarakan di mana sebelum ia muncul di sana, ia telah lebih dahulu dihukum dan dibakar di tiang pada tahun 1415 oleh penguasa sekuler. Tahun berikutnya, para pengikut John Huss berkembang menjadi pasukan yang besar dan mengambil alih Bohemia dan akhirnya tidak bisa diatasi sampai tahun 1436; tetapi pada masa ini, doktrin-doktrinnya telah menyebar luas. Benih telah ditaburkan dan pada tahun 1517 muncul buahnya dalam heresi (ajaran sesat) oleh Martin Luther dimana Luther mulai berkhotbah menolak Indulgensi dan mempertahankan heresi / ajaran sesat yang diajarkan oleh Wycliffe dan Huss.

Tidak dapat ditolak bahwa penurunan moral orang pada masa itu termasuk kaum tertahbis dan biarawan berkontribusi besar pada penyebaran ajaran sesat ini. Sementara itu kekayaan Gereja digunakan sebagai dalih munafik untuk menyerang kaum klerus (tertahbis). Di samping itu, doktrin-doktrin Wycliffe dan Huss mendorong secara langsung pemberontakan melawan otoritas yang ada. Hal yang sama dalam derajat yang lebih buruk terjadi di bawah pimpinan Luther. Doktrin-doktrin Luther tidak hanya mendorong pemberontakan melawan otoritas tetapi juga menjadi sebuah bentuk keangkuhan dan kesombongan intelektual terburuk.

Luther
Pada tanggal 10 November 1483, Martin Luther, yang pertama dan pemimpin dari Para Reformer Protestan, lahir di Eisleben, daerah Saxony. Pada tahun 1505 ia menjadi biarawan Ordo St. Agustinus, dan segera setelah itu ia ditunjuk sebagai professor di Universitas Wittenberg.
Martin Luther
Pada tahun 1517, Paus Leo X menerbitkan Jubilee dan mengarahkan supaya sedekah yang diberikan hendaknya dikirim ke Roma untuk membantu menyelesaikan Basilika St. Petrus yang sedang dibangun. John Tetzel, Superior Ordo Dominikan, ditunjuk untuk menyampaikan Jubilee ini di seluruh Jerman. Tindakan ini sungguh tidak menyenangkan Luther karena ia merasa Ordo Agustinian tidak diundang untuk terlibat dalam pewartaan soal Jubilee ini.

Pertama-tama, Luther hanya menyerang Ordo Dominikan, tetapi dalam waktu singkat ia juga menyerang surat Indulgensi itu sendiri dengan menerbitkan deklarasi terkenalnya pada tanggal 31 Oktober 1517 yang menjadi benih-benih Reformasi Protestan. Pada tahun 1520, doktrin-doktrinnya ditolak oleh Paus dan Luther diekskomunikasi.

Pada tahun 1522, Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Jerman dan dengan ini memproklamasikan Doktrin “Kitab Suci yang terbuka dan Interpretasi yang bebas” sebagai suatu prinsip fundamental. Dia juga menolak supremasi Paus, otoritas Gereja, Selibat, daya guna Sakramen-sakramen, Api Penyucian / Purgatorium, dan pengajaran Gereja mengenai Justifikasi dan Dosa Asal.

Luther melarang para pengikutnya untuk menghormati Santo-santa atau untuk menaati perintah-perintah Gereja, menolak semua sakramen kecuali Pembabtisan dan Perjamuan Tuhan. Dia juga mengajarkan bahwa iman tanpa perbuatan baik akan menyelamatkan, bertentangan dengan pengajaran Katolik yang mengajarkan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dengan perbuatan baik.

Luther dengan doktrinnya “Open Bible and Free Interpretation” meluruskan jalan untuk berkembangbiaknya sekte-sekte dan berbagai macam opini dalam Protestantisme yang terpecah-pecah. Pada tahun 1525, Luther menikahi Catherine de Bora, seorang biarawati yang dia bujuk untuk meninggalkan biara. Pada tahun 1546, Luther meninggal dengan Protestantisme yang terkoyak-koyak menjadi bagian-bagian kecil oleh persaingan antar sekte.

Doktrin Luther menyebar dengan cepat di seluruh Saxony, Jerman Utara, dan Prussia. Dari situ, doktrin tersebut masuk ke Denmark, Swedia dan Norwegia, didorong oleh para pangeran dan para raja dan di manapun disertai dengan pertumpahan darah dan kekacauan. Calvinisme diadopsi di bagian Prancis dan Swiss dan di bawah pengajaran Knox menjadi agama utama di Skotlandia.

Pada tahun 1545 Konsili Trente diadakan. Setelah pemeriksaan hati-hati selama 17 tahun, Konsili Trente menghukum ajaran sesat Luther dan Calvin, dan pada saat yang sama menegaskan kembali ajaran-ajaran yang benar mengenai Sakramen-sakramen, Rahmat, Dosa Asal, Justifikasi/Pembenaran, dan Kehendak Bebas / Free Will. Kanon Kitab Suci ditegaskan kembali [melawan kanon Luther dkk] dan banyak hukum-hukum bijak diterbitkan. Selama lebih dari 300 tahun, tidak ada konsili baru diadakan sampai pada tahun 1869 ketika Konsili Vatikan I diadakan. Tetapi, pada tahun 1870 Konsili Vatikan I ini ditangguhkan oleh karena penjarahan terhadap Roma oleh Viktor Emmanuel, Raja Italia.

Calvin dan Knox
John Calvin lahir pada tahun 1509 di Noyon (Prancis) dan meninggal di Geneva pada tahun 1564. Pada awalnya, ia belajar untuk menjadi Imam dan masuk Ordo Hina Dina Fransiskan, tetapi setelah itu ia belajar ilmu hukum. Pada tahun 1532, ia mengadopsi doktrin-doktrin Luther dan pada tahun 1535 ia menerbitkan doktrin-doktrinnya yang mengajarkan bahwa semua manusia telah ditakdirkan oleh kehendak bebas Allah untuk masuk ke surga atau masuk ke neraka: sehingga dengan demikian ia menolak peran serta kehendak bebas manusia dan membuat Allah sebagai kreator dosa.

John Calvin
Pada tahun 1536, ia pergi ke Geneva. Dari sana, setelah dua tahun kemudian, ia ditolak karena tindak kekerasan dan berapi-api dari dirinya. Pada tahun 1541 dia kembali dan sejak masa itu hingga kematiannya, ia memerintah Geneva dengan tangan besi. Pada tahun 1553 ia membakar Michael Servetus karena Michael Servetus mengajarkan Doktrin-doktrin untuk menolak Trinitas kepada Calvin. Servetus sendiri memang menjadi seorang Unitarian (Anti-Trinitarian). Dengan demikian, Calvin menolak orang lain memiliki kebebasan yang diklaim untuk dirinya sendiri.

Calvin melarang segala agama-agama luar, melarang perayaan-perayaan religius, melakukan penolakan terhadap Misa, menolak kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi, menolak perantaraan doa Para Santo-santa, Supremasi Paus, dan karakter sakramental dari Para Uskup dan Para Imam.

Calvin adalah seorang dengan karakter yang kuat, sangat keras, dan begitu mendalam, memiliki kehendak yang pasti. Dia oleh banyak orang dianggap sebagai jiwa dan pelopor sesungguhnya dari “Reformasi” dan dimanapun doktrinnya diterima dengan baik, efek yang dihasilkan begitu mendalam dan bertahan sangat lama bahkan sampai sekarang.
John Knox
John Knox, pelopor “Reformasi” di Skotlandia, lahir pada tahun 1505; ditahbiskan menjadi Imam tetapi pada tahun 1547 ia mulai berkhotbah menyerang Paus dan Misa Kudus. Dia adalah seorang pria dengan temperamen kasar dan kejam dalam cara. Pada tahun 1554, dia mengadopsi doktrin-doktrin Calvin dan sukses membuatnya diterima secara umum di Skotlandia sehingga Katolisitas hampir seluruhnya ditolak oleh orang-orang Skotlandia. Knox meninggal pada tahun 1572, dipuja-puja oleh orang-orang Skotlandia, tetapi dikenal dalam sejarah sebagai Ruffian of the Reformation (Bajingan Reformasi).

Reformasi Protestan di Inggris
Pada awal mula, Henry VIII, Raja Inggris, begitu keras melawan doktrin-doktrin Luther. Ia menulis sebuah buku melawan Luther dan karena ini ia disebut oleh Paus sebagai Defender of the Faith / Pembela Iman. Titel ini masih dipertahankan oleh Para Raja dan Ratu Inggris di kemudian hari.
Henry VIII
Pada tahun 1509, Henry menikahi Catherine dari Aragon, tetapi 24 tahun kemudian ia memiliki hubungan yang tidak sah dengan Anne Boleyn, pelayan ratu. Karena Paus menolak untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah, Catherine, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja di Inggris dan memaksa parlemen untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah (1533). Kemudian, ia menikahi Anne Boleyn di hadapan publik di mana beberapa bulan sebelumnya ia telah menikahi Anne Boleyn secara diam-diam.

Tiga tahun kemudian (1536), Henry memenggal Anne Boleyn dan hari berikutnya ia menikahi Jane Seymour yang pada tahun berikutnya meninggal ketika Henry menikah lagi. Dalam enam bulan, pernikahan ini dianulir juga dan kemudian ia menikahi Catharine Howard yang pada tahun berikutnya dipenggal ketika Henry menikah lagi. Dia sedang bersiap untuk menceraikan istri keenamnya ketika ia sendiri meninggal, ditolak dan dihina oleh semua orang. Seperti inilah orang yang memulai “Reformasi” di Inggris.

Setelah kematian Henry VIII, “Reformasi” dilanjutkan oleh Edward VI (1547-1553) dan Elizabeth I (1558-1603) yang dalam masa pemerintahannya Katolisitas hampir dihancurkan secara keseluruhan dan Protestantisme begitu teguh berdiri sehingga selama 50 tahun hanya ada sedikit umat Katolik di Inggris. Kemudian, bagaimanapun juga, Gereja Katolik mulai kembali tumbuh di Inggris dengan ditandai adanya seorang Kardinal dan beberapa Uskup di samping Para Imam dan Para Biarawan/ti.

Ketika Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik, ia mulai melakukan penganiayaan terkejam, menjarah biara-biara, mengusir kaum biarawan, dan membagi-bagi tanah mereka di antara para pendukungnya. Penjara, denda, penyitaan, penganiayaan, kematian adalah hukuman yang diberikan kepada mereka yang menolak mengakuinya sebagai Kepala Gereja. Henry memenggal St. John Fisher (Uskup dari Rochester) dan St. Thomas More (Kanselir Inggris), dua dari orang-orang terkenal di Inggris karena mereka tidak menyetujui perceraiannya atau mengakui supremasinya sebagai pemimpin spiritual Inggris.

Meneruskan Skisma oleh Henry, Raja Edward VI dan Ratu Elizabeth I menambahkan ajaran sesat: memberangus Misa, menghancurkan gambar-gambar, perampasan dan profanisasi gereja-gereja, mengubah dogma dan perayaan-perayaan. Seluruh bangsa Inggris menerima hal ini sebagai syarat dari para penguasa mereka. Dari sejak kematian Elizabeth I (1603) hingga sekarang, “Gereja Anglikan” seperti yang kita sebut sekarang telah menjadi budak negara di mana Raja dan Ratu Inggris menjadi kepalanya.

Untuk mengkonversi / membuat orang berpindah agama, Protestantisme melakukan pemaksaan dan kekerasan. Di Inggris dan Skotlandia, orang-orang dipaksa membayar pajak, dimasukkan ke penjara atau dihukum mati. Di Jerman, Prusia, Swedia, Denmark dan Norwegia juga terjadi hal yang sama. Di Amerika, kelompok Puritan bertindak dengan cara demikian juga.

Protestantisme dimulai dengan “an open bible and free interpretation” telah berujung dengan muncul banyak perpecahan dan ketidakpercayaan. Dengan berdasarkan prinsip tersebut, setiap orang menjadi hakim atas apa yang ia percayai atau yang ia tidak percayai. Dengan demikian, di antara Para Protestan hampir ada jumlah agama sebanyak jumlah individunya; gereja-gereja mereka terpecah dan terkoyak hingga menjadi ukuran kecil, berakhir pada ketidakberimanan dan Mormonisme. Di sisi lain, Katolisitas tetaplah sama karena Katolisitas adalah kebenaran dan kebenaran tidak berubah.