Minggu, 09 Januari 2011

Gereja dalah sakramen, yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Gereja yang terdiri dari orang-orang yang masih bergumul dengan berbagai godaan dapat jatuh dalam dosa. Maka, Gereja harus terus menerus menyalurkan Rahmat Tuhan, yaitu keselamatan kepada manusia.

Gereja menyalurkan Rahmat keselamatan melalui 7 Sakramen : Baptis, Krisma, Ekaristi, Tobat, Imamat, Perkawinan, dan Sakramen Pengurapan Orang Sakit. Masing-masing sakramen memakai tanda dan sarananya sendiri.
Kuasa Allah yang ada dalam diri Yesus untuk meyelamatkan orang ditampakkan melalui tanda yang dibuat Yesus (mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu) dan kata-kata yang diucapkan Yesus ("Jadilah enkau tahir")

Tanda dan kata terkait satu dengan yang lainnya : Kata menjelaskan tanda, dan tanda meneguhkan kata. Begitu tanda dan kata diungkapkan, maka "seketika itu juga" keselamatan terjadi.

Jadi, Sakramen (sacramentum) adalah tanda sekaligus sarana yang mengungkapkan peristiwa penyelamatan Allah kepada manusia.

Ada 3 aspek dalam karya penyelamatan Yesus, yakni:
1. Aspek Ilahi: Kehadiran Allah, yang dalam hal ini tampak dalam Pribadi Yesus Kristus.
2. Aspek personal-manusiawi: Iman dan kesediaan orang yang menerimanya serta tanda berupa kata/perbuatan yang dapat dirasakan dan dindengar dan dialami.
3. Aspek sosial/jemaat: Adanya orang-orang yang hadir/jemaat yang menyaksikan

Lumen Gentium Art. 1

TERANG PARA BANGSALAH Kristus itu. Maka Konsili Suci ini, yang terhimpun dalam Roh Kudus, ingin sekali menerangi semua orang dengan cahaya Kristus, yang bersinar pada wajah Gereja, dengan mewartakan Injil kepada semua makhluk (lih. Mrk 16: 15). Namun Gereja itu dalam Kristus bagaikan Sakramen , yakni tanda dan sarana persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia. Maka dari itu, menganut ajaran konsili-konsili sebelum ini, Gereja bermaksud menyatakan dengan lebih cermat kepada umatnya yang beriman dan kepada seluruh dunia, manakah hakikat dan perutusannya bagi semua orang. Keadaan zaman sekarang lebih mendesak Gereja untuk menunaikan tugas itu, yakni supaya semua orang, yang dewasa ini tergabungkan secara lebih erat berkat berbagai hubungan sosial, teknis, dan budaya, memperoleh kesatuan sepenuhnya dalam Kristus.

Sabtu, 08 Januari 2011

Beragama Dan Hidup Keagamaan

BERAGAMA DAN HIDUP KEAGAMAAN
(Nostra Aetate Art.1)


Pada zaman kita bangsa manusia semakin erat bersatu dan hubungan-hubungan berbagai bangsa berkembang. Gereja mempetimbangkan dengan lebih cermat, manakah hubungannya dengan agama-agama bukan Kristiani. Dalam tugasnya mengembangkan kesatuan dan cinta kasih antar manusia, bahkan antar bangsa, Gereja terutama mempertimbangkan manakah hal-hal yang pada ummnya terdapat pada bangsa manusia, dan yang mendorong semua untuk bersama-sama menghadapi situasi sekarang.

Sebab semua masyarakat merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami sluruh muka bumi. Semua juga mempunyai sau tujuan terakhir, yakni Allah, yang penyelenggaraan-Nya, bukti-bukti kebaikan-Nya, dan rencana penyelamatan-Nya meliputi semua orang, sampai para terpilih dipersatukan dalam Kota Suci, yang akan diterangi oleh Kemuliaan Allah; di sana bangsa-bangsa akan berjalan dalam cahaya-Nya.

Dari berbagai agama manusia mengharapkan jawaban tentang teka-teki keadaan manusia yang tersembunyi, yang seperti di masa silam, begitu juga sekalian menyentuh hati manusia secara mendalam: Apakah manusia itu? Manakah makna dan tujuan hidup kita? Manakah yang baik da apakah dosa itu? Darimanakah asal penderitaan dan manakah tujuannya? Manakah jalan untuk memperoleh kebahagiaan yang sejati? Apakah arti maut, pengadilan, dan pembalasan sesudah mati? Akhirnya, apakah Misteri terakhirdan tak terperikan itu, yang merangkum keberadaan kita, dan menjadi asal serta tujuan kita?

Selasa, 04 Januari 2011

Empat Sifat Gereja

oleh: P. William P. Saunders *


Mohon penjelasan mengenai empat sifat Gereja.
~ seorang pembaca di Winchester

Dalam Syahadat Nikea-Konstantinopel, kita mengaku iman kita: “Aku percaya akan Gereja yang satu, kudus, katolik, dan apostolik”. Inilah keempat sifat Gereja. Keempat sifat ini, yang tidak boleh dipisahkan satu dari yang lain, melukiskan ciri-ciri hakikat Gereja dan perutusannya. Gereja tidak memilikinya dari dirinya sendiri. Melalui Roh Kudus, Kristus menjadikan Gereja-Nya itu satu, kudus, katolik dan apostolik. Ia memanggilnya supaya melaksanakan setiap sifat itu.

GEREJA YANG SATU. Katekismus Gereja Katolik menjelaskan bahwa Gereja itu satu, karena tiga alasan. Pertama, Gereja itu satu menurut asalnya, yang adalah Tritunggal Mahakudus, kesatuan Allah tunggal dalam tiga Pribadi - Bapa, Putra dan Roh Kudus. Kedua, Gereja itu satu menurut pendiri-Nya, Yesus Kristus, yang telah mendamaikan semua orang dengan Allah melalui darah-Nya di salib. Ketiga, Gereja itu satu menurut jiwanya, yakni Roh Kudus, yang tinggal di hati umat beriman, yang menciptakan persekutuan umat beriman, dan yang memenuhi serta membimbing seluruh Gereja (#813).

Kesatuan” Gereja juga kelihatan nyata. Sebagai orang-orang Katolik, kita dipersatukan dalam pengakuan iman yang satu dan sama, dalam perayaan ibadat bersama terutama sakramen-sakramen, dan struktur hierarkis berdasarkan suksesi apostolik yang dilestarikan dan diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci. Sebagai misal, entah kita ikut ambil bagian dalam Misa di Surabaya, Alexandria, San Francisco, Moscow, Mexico City, atau di manapun, Misanya sama - bacaan-bacaan, tata perayaan, doa-doa, dan lain sebagainya terkecuali bahasa yang dipergunakan dapat berbeda - dirayakan oleh orang-orang percaya yang sama-sama beriman Katolik, dan dipersembahkan oleh Imam yang dipersatukan dengan Uskupnya, yang dipersatukan dengan Bapa Suci, Paus, penerus St Petrus.

Namun demikian, Gereja yang satu ini memiliki kemajemukan yang luar biasa. Umat beriman menjadi saksi iman dalam panggilan hidup yang berbeda-beda dan dalam beraneka bakat serta talenta, tetapi saling bekerjasama untuk meneruskan misi Tuhan kita. Keanekaragaman budaya dan tradisi memperkaya Gereja kita dalam ungkapan iman yang satu. Pada intinya, cinta kasih haruslah merasuki Gereja, sebab melalui cinta kasihlah para anggotanya saling dipersatukan dalam kebersamaan dan saling bekerjasama dalam persatuan yang harmonis.

GEREJA YANG KUDUS. Tuhan kita Sendiri adalah sumber dari segala kekudusan: “Sebab hanya satulah Pengantara dan jalan keselamatan, yakni Kristus. Ia hadir bagi kita dalam tubuh-Nya, yakni Gereja” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #14). Kristus menguduskan Gereja, dan pada gilirannya, melalui Dia dan bersama Dia, Gereja adalah agen pengudusan-Nya. Melalui pelayanan Gereja dan kuasa Roh Kudus, Tuhan kita mencurahkan berlimpah rahmat, teristimewa melalui sakramen-sakramen. Oleh karena itu, melalui ajarannya, doa dan sembah sujud, serta perbuatan-perbuatan baik, Gereja adalah tanda kekudusan yang kelihatan.

Namun demikian, kita patut ingat bahwa masing-masing kita, sebagai anggota Gereja, telah dipanggil kepada kekudusan. Melalui Sakramen Baptis, kita telah dibebaskan dari dosa asal, dipenuhi dengan rahmat pengudusan, dibenamkan ke dalam misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan dipersatukan ke dalam Gereja, “umat kudus Allah”. Dengan rahmat Tuhan, kita berjuang mencapai kekudusan. Konsili Vatican Kedua mendesak, “Segenap umat Katolik wajib menuju kesempurnaan Kristen, dan menurut situasi masing-masing mengusahakan, supaya Gereja, seraya membawa kerendahan hati dan kematian Yesus dalam tubuhnya, dari hari ke hari makin dibersihkan dan diperbaharui, sampai Kristus menempatkannya di hadapan Dirinya penuh kemuliaan, tanpa cacat atau kerut” (Dekrit tentang Ekumenisme, #4).

Gereja kita telah ditandai dengan teladan-teladan kekudusan yang luar biasa dalam hidup para kudus sepanjang masa. Tak peduli betapa gelapnya masa bagi Gereja kita, selalu ada para kudus besar melalui siapa terang Kristus dipancarkan. Ya, kita manusia yang rapuh, dan terkadang kita jatuh dalam dosa; tetapi, kita bertobat dari dosa kita dan sekali lagi kita melanjutkan perjalanan di jalan kekudusan. Dalam arti tertentu, Gereja kita adalah Gereja kaum pendosa, bukan kaum yang merasa diri benar atau merasa yakin akan keselamatannya sendiri. Salah satu doa terindah dalam Misa dipanjatkan sebelum Tanda Damai, “Tuhan Yesus Kristus, jangan memperhitungkan dosa kami, tetapi perhatikanlah iman Gereja-Mu.” Meski individu-individu warga Gereja rapuh dan malang, jatuh dan berdosa, Gereja terus menjadi tanda dan sarana kekudusan.

GEREJA YANG KATOLIK. St Ignatius dari Antiokhia (± tahun 100) mempergunakan kata ini yang berarti “universal” untuk menggambarkan Gereja (surat kepada jemaat di Smyrna). Gereja bersifat Katolik dalam arti bahwa Kristus secara universal hadir dalam Gereja dan bahwa Ia telah mengutus Gereja untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:19).

Di samping itu, patut kita ingat bahwa Gereja di sini di dunia - yang kita sebut Gereja Pejuang - dipersatukan dengan Gereja Jaya di surga dan Gereja Menderita di purgatorium. Inilah pengertian dari persekutuan para kudus - persatuan umat beriman di surga, di api penyucian, dan di bumi.

Dan akhirnya, GEREJA YANG APOSTOLIK. Kristus mendirikan Gereja dan mempercayakan otoritas-Nya kepada para rasul-Nya, para uskup yang pertama. Ia mempercayakan otoritas khusus kepada St Petrus, Paus Pertama dan Uskup Roma, untuk bertindak sebagai Vicar-Nya (= wakil-Nya) di sini di dunia. Otoritas ini telah diwariskan melalui Sakramen Tahbisan Suci dalam apa yang kita sebut suksesi apostolik dari uskup ke uskup, dan kemudian diperluas ke imam dan diakon. Uskup kita sendiri, andai mau, dapat menelusuri kembali suksesi apostoliknya sebagai seorang uskup hingga ke salah satu dari para rasul. Ketika Bapa Uskup mentahbiskan tujuh imam bagi keuskupan kita pada tanggal 15 Mei yang lalu, beliau melakukannya dengan otoritas suksesi apostolik. Ketujuh imam itu, pada gilirannya ikut ambil bagian dalam imamat Tuhan kita Yesus Kristus. Tak ada uskup, imam atau diakon dalam Gereja kita yang mentahbiskan dirinya sendiri atau memaklumkan dirinya sendiri, melainkan, ia dipanggil oleh Gereja dan ditahbiskan ke dalam pelayanan apostolik yang dianugerahkan Tuhan kita kepada Gereja-Nya untuk dilaksanakan dalam persatuan dengan Paus.

Gereja adalah juga apostolik dalam arti warisan iman seperti yang kita dapati dalam Kitab Suci dan Tradisi Suci dilestarikan, diajarkan dan diwariskan oleh para rasul. Di bawah bimbingan Roh Kudus, Roh kebenaran, Magisterium (= otoritas mengajar Gereja yang dipercayakan kepada para rasul dan penerus mereka) berkewajiban untuk melestarikan, mengajarkan, membela dan mewariskan warisan iman. Di samping itu, Roh Kudus melindungi Gereja dari kesalahan dalam otoritas mengajarnya. Meski seturut berjalannya waktu, Magisterium harus menghadapi masalah-masalah terkini, seperti perang nuklir, eutanasia, pembuahan in vitro, prinsip-prinsip kebenaran yang sama diberlakukan di bawah bimbingan Roh Kudus.

Keempat sifat Gereja ini - satu, kudus, katolik dan apostolik - sepenuhnya disadari dalam Gereja Kristus. Sementara Gereja Kristen lainnya menerima dan mengaku syahadat dan mempunyai unsur-unsur kebenaran dan pengudusan, tetapi hanya Gereja Katolik Roma yang mencerminkan kepenuhan dari sifat-sifat ini. Konsili Vatican Kedua mengajarkan, “Gereja itu [yang didirikan Kristus], yang didunia ini disusun dan diatur sebagai serikat, berada dalam Gereja Katolik, yang dipimpin oleh pengganti Petrus dan para Uskup dalam persekutuan dengannya” (Konstitusi Dogmatis tentang Gereja, #8), dan “Hanya melalui Gereja Kristus yang Katolik-lah, yakni upaya umum untuk keselamatan, dapat dicapai seluruh kepenuhan upaya-upaya penyelamatan” (Dekrit tentang Ekumenisme, #3). Sebab itu, adalah kewajiban kita untuk menjadikan keempat sifat ini kelihatan nyata dalam kehidupan ktia sehari-hari.


* Fr. Saunders is dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College and pastor of Queen of Apostles Parish, both in Alexandria.

sumber : “Straight Answers: The Four Marks of the Church” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©1999 Arlington Catholic Herald, Inc. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”

Bersiap Menerima Terobosan Ilahi

Suatu terobosan Ilahi akan datang pada kita. 1 Hal yang akan dipertanyakan. Siapkah kita menerima terobosan Ilahi tersebut?

Kita semua diajak untuk menjadi saksi Kristus. Sudah siapkah kita untuk menjadi saksi Kristus? Seorang yang hendak mengikuti Kristus. hendaknya:
1. Mau meninggalkan segala-galanya.
2. Mau memanggul salibnya.
3. Siap menderita.

Bayak orang yang dipanggil untuk menjadi saksi Kristus, namun banyak juga bermacam-macam orang menanggapi panggilan itu. Ada yang langsung menerima. Ada yang berfikir-fikir dulu. Atau bahkan ada yang menolak.

Kita orang Kristen, baik Katolik maupun Protestan diajak untuk tetap setia kepada Kristus. Dalam Sabda Bahagia dikatakan bahwa:
* Dianiaya oleh sebab kebenaran ( ayat 11)
Orang Kristen diajak untuk memperjuangkan kebenaran, sekalipun mereka mendapat
berbagai penganiayaan.
* Karena Aku kamu dicela dan dianiaya ( ayat 11)
Orang Kristen diajak untuk selalu setia kepada Kristus sekalipun mereka mendapat berbagai
penganiayaan, sebagai bukti bahwa mereka mencintai-Nya.

Menuju Rumah Bapa bukan dilihat dari Kristen Katolik, maupun Kristen-Protestan, bukan dilihat dari banyaknya sekte di agama Protestan, namun dilihat dari bagaimana kita mengimani Kristus Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat kita satu-satunya. Kita harus menciptakan Kerajaan Allah di Bumi ini. Seperti tertulis dalam Kitab Roma 8:18-20 yang berbunyi, " Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. Karena seluruh makhluk telah ditaklukan kepada kesia-siaann, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia.