Minggu, 22 Januari 2012

Sejarah Misdinar




Di Roma, sekitar tahun 250, agama kristiani dilarang di sana, bahkan Kaisar Valerianus memerintah polisi Roma untuk mencari orang-orang yang percaya kepada Kristus untuk ditangkap, disiksa dan dibunuh. Meski banyak orang kristiani banyak yang terbunuh, tetapi banyak murid-murid Kristus yang tetap setia tidak mau mempersembahkan korban kepada para berhala Romawi. Dalam situasi semacam itu, orang-orang kristiani hanya berani berkumpul pada malam hari di “katakomba”, yaitu teras kuburan bawah tanah membentuk gang yang panjang dari beberapa kuburan dalam satu gua. Di sana pulalah orang-orang kristiani biasa melakukan Ekaristi atau Misa.

Pada waktu itu, ada seorang pemuda kristiani yang setiap pagi, sebelum fajar menyingsing dengan riang gembira menuju ke tempat tersebut dengan berjalan kaki melintasi lorong-lorang kota Roma untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Suatu pagi seperti biasa, Tarsisius ke sana untuk melayani imam merayakan Ekaristi. Hari itu Paus sendiri yang mempersembahkan Ekaristi, namun orang yang hadir hanya sedikit, sebab beberapa hari yang lalu, banyak orang kristiani yang ditangkap. Beberapa orang terpaksa menyelamatkan diri ke luar kota.
Orang yang hadir pada saat itu adalah orang yang selamat dari pencarian dan pengeledahan polisi Roma saat itu. Selesai Misa, Tarsisius tidak segera pulang, ia membantu mengatur alat-alat Misa. Tarsisius mendengar Paus mengeluh: “Kemarin seorang petugas penjara datang ke mari dengan diam-diam. Ia mengatakan, bahwa saudara-saudara kita yang dipenjarakan ingin sekali menyambut Tubuh Kristus sebelum mereka dibunuh. Tetapi banyak imam sudah ditangkap. Saya sendiri tidak bisa ke sana, sebab saya sudah dikenal. Mana bisa kami mengabulkan permohonan mereka?”

Tarsisius langsung menghampiri Paus, katanya: “Kenapa Bapa Suci tidak mengutus saya? Saya tidak akan dicurigai.” Paus langsung menjawab: “Jangan nak, kamu masih terlalu muda. Tugas itu terlalu berbahaya untukmu!” Tarsisius tetap bertekat untuk membantu, katanya: “Tetapi setiap pagi saya datang ke mari, Santo Bapa, saya satu-satunya pelayan Misa yang selalu datang. Saya tidak takut. Apalagi hari masih pagi, jalan juga masih sepi.” Melihat semangat itu, Paus akhirnya menyetujui, kata: “Baiklah, kamu boleh coba, tetapi hati-hatilah!”
Paus berlutut dengan hormat ke depan altar, mengambil beberapa Hosti Suci dan dimasukan dalam sebuah kota kecil yang terbuat dari emas. Kota kecil itu dikalungkan dengan tali di leher Tarsisius yang berlutut di hadapan Paus. Tarsisius segera menutupinya dengan “toga”, yaitu semacam mantol, yang dipakainya.

Tarsisius segera berangkat. Ia memagangi kotak emas itu erat-erat di bawah toga supaya jangan hilang. Hatinya berdebar-debar. Ia merasa bahagia atas kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh Paus sendiri. Dalam hati ia berdoa kepada Yesus, yang sedang di bawanya untuk menghibur para tawanana.

Tapi tanpa disangka-sangka, hari itu beberapa teman Tarsisius telah bangun pagi dan berjalan-jalan. Seorang temannya melihat Tarsisius terburu-buru menghampirinya dan bertanya: “Hai, Tarsisius pagi-pagi begini kamu mau pergi kemana? Kok terburu-buru?” Tarsisius tidak menjawab. Seorang teman Tarsisius yang menyusul bahunya dan bertanya: “Kamu kok tidak seperti biasa, ada apa? Apa yang kamu bawa di bawah toga itu?” Seorang teman malah mencoba menari toga Tarsisius. Toga Tarsisius tersingkap, dan kota emas Hosti Suci terlihat. Temannya yang mengenali benda itu, berkata: “Lihat, sepertinya ia membawa sesuatu dari orang kristiani kepada itu!” Teman-teman Tarsisius mulai berteriak serentak: “Serahkan barang itu, Ayo cepat! Berikan pada kami atau kami ajar!” Tarsisius tidak berkata sepatah katapun, ia juga tidak menyerahkan kotaknya. Kotak itu justru dipertahankan sekuat tenaganya. Ia tidak ingin menyerahkan Tubuh Tuhannya keapda teman-temannya yang tidak beriman itu.
Karena keteguhan hati Tarsisius, teman-temannya menjadi jengkel dan mulai memukul, menendang bahkan melempari Tarsisius dengan batu. Tapi tetap saja kotak itu tidak dilepaskan oleh Tarsisius. Seorang teman Tarsisius sangat jengkel, akhirnya mengayunkan pentung dan memukul kepala Tarsisius. Tarsisius terpelanting jatuh mengucurkan darah. Tepat saat itu suara keras menegur mereka: “Apa yang kalian perebutkan!” diikuti munculnya seorang polisi menghampiri mereka. Teman-teman Tarsisius ketakutan, mereka melarikan diri meninggalkan Tarsisius yang tergeletak bersimbah darah.

Polisi itu menghampiri Tarsisius. Ketika Tarsisius mengenali wajah itu tersenyum. Polisi itu seorang kristiani. Dengan sisa tenaganya Tarsisius menyerahkan Sakramen Mahakudus kepada Polisi itu. Si Polisi mengangguk mengerti. Tanpa mengatakan apapun, polisi itu menerima kotak berisi Sakramen Mahakudus tersebut dan mengalungkan dilehernya sendiri. Si Polisi lalu mengangkat Tarsisius dengan hati-hati dan membawanya ke sebuah rumah orang kristiani terdekat dan meninggalkannya di sana. Setelah itu, si Polisi segera pergi ke penjara dan menerimakan Komuni Suci secara diam-diam kepada para tawanan.

Tidak lama kemudian, Tarsisius meninggal. Luka-luka yang dideritanya terlalu parah. Ia dimakamkan di katakomba Kalikstus, di jalan Apia, dekat makam para Paus. Tarsisius adalah seorang putera altar, yang pada zaman itu dinamakan secara resmi: seorang akolit. Ia seorang putera altar yang menghorbankan hidupnya demi Ekaristi kudus. Karena teladan perjuangannya itu, ia dipilih sebagai pelindung para putera altar. Martir suci yang diperingati setiap tahun pada tanggal 15 Agustus.

Jumat, 13 Januari 2012

Santo Yakobus bin Zebedeus (Yakobus Besar)


Orang Galilea, putra Zebedeus, saudara Rasul Yohanes, dimana mereka berdua disebut oleh Yesus sebagai Boanerges, artinya putera halilintar (Markus 3:17). Dia juga seorang nelayan.

Agaknya Petrus, Yakobus dan Yohanes bertiga punya tempat yang spesial. Hanya mereka bertiga yang menjadi saksi atas: dibangkitkannya putri Yairus dari kematian (Markus 5:21-43), transfigurasi Yesus di atas bukit (Matius 17:1-8), sengsara Yesus di taman Getsemani (Matius 26:36-46). Hanya mereka bertiga yang diberi nama khusus oleh Yesus.

Tidak mengherankan kalau Yakobus dan Yohanes merasa berhak untuk menemui Yesus dan meminta apapun yang mereka inginkan. (Injil Matius 20:20-28 mengisahkan tentang permintaan ibunda Yakobus dan Yohanes yang datang kepada Yesus untuk mengajukan suatu permohonan khusus). Sebagai tanda kasihNya, Yesus tidak memarahi mereka tetapi menanyakan apa yang mereka minta. Permintaan mereka agar mereka bisa duduk di sebelah kanan-kiri Yesus jika Yesus nanti datang dalam kemuliaanNya, menunjukkan bahwa mereka tidak mengerti tugas misi mereka yang sebenarnya. Yesus menjawab bahwa mereka tidak tahu apa yang dimintanya. Mereka tidak melihat salib kesengsaraan melainkan tahta duniawi. Bisakah mereka meminum cawan yang Yesus minum? Mereka bilang "kami dapat." Yesus meyakinkan bahwa memang mereka akan turut meminum cawanNya. Ke-10 rasul lainnya pun marah-marah setelah mendengar permintaan kedua bersaudara itu. Yesus menggunakan kesempatan ini untuk mengajarkan kepada mereka bahwa untuk menjadi besar seseorang harus menjadi pelayan.

Lebih jauh lagi Yakobus dan Yohanes menunjukkan ketidak-mengertian mereka ketika Yesus ditolak oleh orang-orang Samaria (Lukas 9:51-56). Mereka berdua ingin menggunakan kuasa yang didapatnya bukannya untuk menyembuhkan melainkan untuk menurunkan api dari langit untuk membinasakan orang-orang Samaria yang berani menolak Yesus tersebut. Barangkali Yesus memberi nama mereka Boanerges - putera-putera halilintar - karena semangat mereka, antusiasme mereka atau temperamen mereka. Yesuspun memarahi mereka karena pandangan mereka yang ingin menggunakan kuasa mereka dengan tanpa ampun dan balas dendam.

Meskipun dengan segala kekurangan mereka, Yesus tetap memilih Petrus, Yakobus dan Yohanes untuk menemaniNya di taman Getsemani. Yesus pasti sangat bersedih ketika menemukan mereka sedang tertidur pulas pada malam yang sengsara itu.

Yakobus sungguh minum dari cawan yang diminum Yesus. Dia adalah Rasul pertama yang mati terbunuh, atas perintah raja Herodes Agripa dengan sebilah pedang (Kisah Para Rasul 12:2).

Ada keragu-raguan akan perjalanan legendaris yang dilakukannya ke Spanyol dan juga mengenai keotentikan (keaslian) relikwi-relikwi yang disebut sebagai miliknya di Santiago de Compostela, karena kurangnya bukti sejarah. Yakobus dihormati sebagai Santo pelindung Spanyol dan para penziarah dan para pekerja. Dalam dunia seni, digambarkan membawa sebuah bel peziarah. Lambangnya adalah tiga kulit kerang yang merujuk pada penziarahan. Dirayakan tiap tanggal 25 Juli (Ritus Roma/Latin) dan 30 April (Ritus Bizantium/Timur).

Santo Yohanes, Penginjil:
Orang Galilea, putra Zebedeus, saudara kandung Yakobus Besar, dimana mereka berdua dinamakan Boanerges, putera-putera guruh (Markus 3:17), oleh Yesus. Dia adalah juga seorang nelayan, mungkin seorang murid Santo Yohanes Pembaptis, merupakan salah satu penginjil (penulis kitab Injil), dan yang sering disebut-sebut sebagai "murid yang terkasih" (Yohanes 19:26, 21:20).

Bersama Petrus dan Yakobus bin Zebedeus, hanya mereka bertiga yang diajak Yesus ketika: putri Yairus dibangkitkan dari kematian (Markus 5:21-43), transfigurasi Yesus di atas bukit (Matius 17:1-8), sengsara Yesus di Taman Getsemani (Matius 26:36-46).

Rasul Yohanes adalah satu-satunya yang tidak meninggalkan Yesus ketika saat-saat sengsara penyaliban Yesus. Dari kayu salib, Yesus Kristus menyatakan Bunda Maria sebagai ibu kepada Yohanes dan sebaliknya menyatakan kepada Bunda Maria bahwa Yohanes adalah anaknya (Yohanes 19:26). Sabda Yesus yang signifikan ini merujuk kepada Maria sebagai hawa yang baru, hawa yang kedua. Yohanes mewakili seluruh umat Kristen dan dengan demikian Bunda Maria menjadi ibu bagi segenap umat manusia (Lukas 1:48).

Rasul Yohanes mengarang Kitab Injil ke-empat, tiga Surat Yohanes, dan Kitab Wahyu. Injil karangannya punya karakter yang berbeda secara menyolok. Kalau Injil Matius, Markus dan Lukas dikategorikan sebagai Injil sinoptik - disebut demikian karena isinya berupa ringkasan ministri Yesus -, Injil Yohanes ditulis dengan 'gaya bebas' dan topikal, sesuai tujuan yang ingin dicapai oleh sang penulis, dan mengandung makna teologis yang mendalam. Menurut tradisi, dia dibawa ke Roma dan atas perintah Kaisar Domitian dia dimasukkan kedalam belanga berisi minyak mendidih tetapi Yohanes selamat tanpa cedera sedikitpun. Yohanes lantas diasingkan ke pulau Patmos selama setahun.

Rasul Yohanes adalah satu-satunya diantara bilangan para Rasul, yang diketahui secara pasti tidak meninggal sebagai martir. Menarik untuk direnungkan apa yang dikatakan oleh Yesus dalam Injil Yohanes 21:20,21,23 : Ketika Petrus berpaling, ia melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus (yaitu Yohanes) sedang mengikuti mereka, yaitu murid yang pada waktu mereka sedang makan bersama duduk dekat Yesus dan yang berkata: "Tuhan, siapakah dia yang akan menyerahkan Engkau?"....Ketika Petrus melihat murid itu, ia berkata kepada Yesus: "Tuhan, apakah yang akan terjadi dengan dia ini?" .... Maka tersiarlah kabar di antara saudara-saudara itu, bahwa murid itu tidak akan mati. Yohanes memang sungguh-sungguh berumur panjang. Dia tinggal di Efesus di Asia Kecil untuk beberapa lamanya dan masih hidup ketika Roma dipimpin oleh Paus Santo Clement I yang suratnya kepada umat di Korintus sangat terkenal dan dijadikan bahan bukti untuk mendukung otoritas Sri Paus. Yohanes meninggal secara alami pada sekitar tahun 100 dan diatas makamnya dibangun gereja yang megah. Akan tetapi berabad-abad sesudahnya, penguasa Islam merubah gereja itu menjadi mesjid.

Dalam dunia seni, dia dilambangkan dengan seekor elang, sebagai simbol kehebatan isi kitab Injil karangannya, potret kemampuan dirinya yang menonjol dalam menyelami misteri-misteri Allah. Lambang lainnya yaitu kaliks (piala) yang dililit oleh seekor ular menurut legenda dimana dia diberikan piala berisi racun dalam suatu usaha untuk membunuhnya. Dirayakan tiap tanggal 27 Desember (Ritus Roma/Latin) dan 8 Mei (Ritus Bizantium/Timur).

Santo Filipus:
Lahir di Bethsaida, Galilea. Pada awalnya Santo Filipus mungkin adalah murid Santo Yohanes Pembaptis. Hanya Injil Yohanes yang menyebutkan dua kisah tentang Santo Filipus ini. Dia dipanggil oleh Yesus sendiri dan dia membawa Natanael besertanya (Yohanes 1:43-51). Aksi Santo Filipus selanjutnya bisa dibaca dalam Kisah Para Rasul 8:4-13. Menurut tradisi, dia mewartakan Kabar Gembira di Phrygia dan menjadi martir dengan cara disalibkan terbalik di Hierapolis, Yunani, pada masa pemerintahan Kaisar Domitian.

Lambang Santo Filipus adalah sebuah salib yang didampingi oleh dua bundaran yang melambangkan dua potong roti. Dua potong roti Ini merujuk pada kata-kata Yesus yang ditujukan kepada Filipus mengenai pemberian makan kepada ribuan orang dalam Injil Yohanes 6:5-7 ..berkatalah Ia kepada Filipus: "Dimanakah kita akan membeli roti, supaya mereka ini dapat makan?" Hal itu dikatakan-Nya untuk mencobai dia, sebab Ia sendiri tahu apa yang hendak dilakukan-Nya. Jawab Filipus kepada-Nya: "Roti seharga dua ratus dinar tidak akan cukup untuk mereka ini, sekalipun masing-masing mendapat sepotong kecil saja." Dirayakan tiap tanggal 3 Mei (Ritus Roma/Latin) dan 14 November (Ritus Bizantium/Timur).

Santo Bartolomeus (Natanael):
Satu hal yang diketahui pasti tentang Santo Bartolomeus adalah namanya disebutkan dalam bilangan para Rasul. Namanya berarti "putera Tolomai" (bar = bin = putera) dan dikenal juga sebagai Natanael dari Kana, sahabat Filipus (Yohanes 1:43-51). Ia dibawa kepada Yesus oleh Filipus, dimana Yesus memujinya sebagai orang Israel sejati yang tidak memiliki kepalsuan didalamnya.

Menurut berbagai tradisi, dia mewartakan Kabar Gembira di Etiopia, India, Persia dan Armenia, dimana dia menjadi martir dengan cara dicacah dagingnya hidup-hidup dengan pisau dan dipenggal oleh raja Astyages. Tempatnya meninggal adalah di Abanopolis, di tepi barat Laut Kaspia. Dalam dunia seni, digambarkan memegang sebilah pisau, salah satu alat yang dipakai untuk membunuhnya. Lambang Santo Bartolomeus adalah tiga bilah pisau. Dirayakan tiap tanggal 24 Agustus (Ritus Roma/Latin) dan 25 Agustus (Ritus Bizantium/Timur).

Santo Thomas Didimus:
Santo Thomas orang Yahudi yang termasuk dalam bilangan 12 rasul. Ketika Yesus berkata bahwa Ia ingin kembali ke Yudea untuk mengunjungi sahabatnya Lazarus yang menderita sakit keras (Yohanes 11), Thomas menyemangati para rasul lainnya untuk ikut menemani Yesus dalam perjalanan yang penuh bahaya maut. Pada perjamuan terakhir (Yohanes 14), ketika Yesus memberitahu para muridNya bahwa Ia akan pergi untuk menyiapkan tempat bagi mereka kemana mereka akan datang karena mereka juga tahu tempat dan jalannya, Thomas berkata bahwa mereka tidak mengerti. Yesus lantas meyakinkan bahwa Kristus adalah Jalan, Kebenaran dan Hidup.

Namun yang paling kita ingat dari Santo Thomas yaitu keragu-raguannya akan Kebangkitan Yesus seperti disaksikan oleh para rasul pada hari Minggu Paskah yang pertama (Yohanes 20:19-20). Delapan hari sesudahnya, pada penampakan Kristus yang kedua, Yesus menegor Thomas dengan lembut karena ketidak-percayaannya dan selanjutnya memberikan bukti-bukti seperti yang dituntut oleh Thomas - tangan yang berlubang bekas paku dan luka di lambungNya. Santo Thomas menjadi yakin akan Kebangkitan Yesus dan dengan serta-merta berseru "Ya Tuhanku dan Allahku". Dengan demikian Santo Thomas menyatakan pengakuan iman akan ke-Allah-an Yesus (Yohanes 20:24-29). Santo Thomas juga disebut dalam peristiwa penampakan Kebangkitan Yesus lainnya di tepi danau Tiberias (Yohanes 21).

Menurut tradisi, setelah para rasul berpisah setelah peristiwa Pantekosta, Santo Thomas dikirim untuk mewartakan Kabar Gembira di berbagai tempat dari Laut Kaspia, Parthian, Medes, sampai Teluk Persia dan akhirnya mencapai India dimana banyak penduduk asli di negara bagian Malabar menjadi Kristen dan menyebut diri mereka sebagai "umat Kristen Thomas". Ritus khas mereka yaitu Syro-Malabar dan Syro-Malankara adalah dua diantara 22 ritus yang dikenal dan diakui oleh Gereja Katolik. Rasul Thomas menjadi martir di sekitar kota Madras, India di tempat yang bernama Calamine; mati dengan cara ditombak.

Dalam dunia seni, Santo Thomas digambarkan berlutut dihadapan Kristus yang bangkit dengan mulia, dan lambangnya adalah sebuah penggaris-siku tukang kayu dan sebilah tombak, alat yang digunakan untuk membunuhnya. Santo Thomas adalah santo pelindung para arsitek. Dirayakan tiap tanggal 3 Juli (Ritus Roma/Latin) dan 6 Oktober (Ritus Bizantium/Timur).

Santo Andreas



Lahir di Bethsaida, saudara dari Simon Petrus, murid dari Yohanes Pembaptis, seorang nelayan, Rasul yang pertama dipanggil (Matius 4:18, Markus 1:16, Yohanes 1:40). Ketika Yohanes Pembaptis menunjuk kepada Yesus dan berkata: "Lihatlah Anak Domba Allah" dengan serta merta dia meninggalkan Yohanes Pembaptis untuk mengikuti Yesus. Menurut legenda, dia mewartakan Kabar Gembira di Yunani bagian Utara, yaitu Epirus dan Scythia, dan menjadi martir di Patras sekitar tahun 70 dengan cara disalibkan pada salib yang berbentuk huruf X. Dia tidak dipakukan pada kayu salib tetapi diikatkan. Dia bertahan selama dua hari dalam kesengsaraan dan masih terus berkhotbah kepada mereka yang mengelilinginya. Dalam dunia seni, dilambangkan dengan salib berbentuk huruf X, yang disebut Salib Santo Andreas; dihormati sebagai Santo pelindung Russia dan Skotlandia dan Patriarch Ekumenikal. Dirayakan tiap tanggal 30 November.

Santo Petrus



Nama aslinya Simon bin Yunus, lahir di Bethsaida, saudara Santo Andreas, keduanya bekerja sebagai nelayan. Dinamakan Kefas (bahasa Aram) atau Petrus (transliterasi dalam bahasa Yunani) yang berarti batu karang, oleh Yesus Kristus (Yohanes 1:42, Matius 16:18) yang menjadikannya pemimpin para Rasul dan kepala Gereja sebagai imam-Nya.

Popularitas Santo Petrus diantara bilangan para Rasul sangat menyolok. Analisa secara statistik menunjukkan bahwa namanya disebutkan sebanyak 195 kali [!!!] dalam keempat kitab Injil dan Kisah Para Rasul, sedangkan gabungan ke-11 rasul lainnya disebutkan sebanyak 130 kali saja. Santo Yohanes dalam posisi runner-up namanya hanya disebutkan sebanyak 29 kali saja. Santo Petrus selalu disebutkan sebagai yang pertama dalam bilangan para Rasul dalam ketiga Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas) maupun Kisah Para Rasul.

Bersama Santo Yakobus bin Zebedeus dan Santo Yohanes, Santo Petrus menjadi saksi atas dibangkitkannya putri Yairus dari kematian (Markus 5:21-43), transfigurasi Yesus Kristus di atas bukit (Matius 17:1-8), sengsara Yesus di Taman Getsemani (Matius 26:36-46).

Santo Petrus adalah yang pertama-tama mewartakan Injil di dan seputar Yerusalem, dan merupakan pemimpin komunitas Kristen yang pertama. Dia mendirikan gereja setempat di Antiokia. Dia memimpin konsili Gereja Katolik yang pertama di Yerusalem di tahun 51 (Kisah Para Rasul 15:7). Dia menulis dua surat dalam Kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat Petrus 1 dan 2 kepada umat di Asia Kecil. Dia mendirikan pusat pengajarannya sebagai uskup di Roma dimana dia menghabiskan tahun-tahun terakhirnya dan menjadi martir dengan cara disalibkan pada tahun 64 atau 67 selama penindasan oleh Kaisar Nero.

Patut dicatat bahwa meskipun diketahui bahwa Santo Petrus meninggal di Roma sesuai Tradisi Apostolik dan catatan sejarah, tetapi tidak diketahui dimana tepatnya letak makamnya. Pada tahun 315, kaisar Romawi, Konstantinus, yang bersikap baik terhadap umat Kristen, membangun gereja yang altarnya tepat berada di atas makam Santo Petrus. Di kemudian hari basilika (gereja ukuran raksana) yang baru dibangun di atas bangunan gereja tersebut dan setiap kali bangunan yang baru dibangun di atas pondasi bangunan yang lama sedemikian rupa hingga akhirnya menjadi Basilika Santo Petrus, Vatikan, seperti yang kita kenal sekarang ini. Sepanjang masa tersebut, pengetahuan akan letak makam Santo Petrus sudah menghilang dari sejarah. Sekitar 1500 tahun kemudian, dengan diawali oleh sebuah sebuah peristiwa kecelakaan seorang pekerja di tahun 1939, pada tahun 1958 makam Santo Petrus akhirnya ditemukan di salah satu katakombe dan letaknya persis di bawah altar yang terletak di bawah kubah Santo Petrus, Vatikan. Salah satu tulisan yang diukirkan disana berbunyi: "Petrus berbaring di dalam sini". Tidak bisa tidak, kita pasti akan teringat akan kata-kata Yesus pada Matius 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: "Engkau adalah Petrus (Aram:Kefas), dan diatas batu karang (Aram:Kefas) ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku (=Gereja, Ecclesia) dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di Sorga." Kepastian penemuan letak makam Santo Petrus tersebut, telah memberikan dimensi tambahan terhadap makna Injil Matius 16:18, yang memberi bukti tambahan bahwa Gereja Katolik adalah satu-satunya Gereja Yesus yang sejati.

Dalam dunia seni, Santo Petrus dilambangkan membawa dua kunci, simbol kekuasaannya dalam Gereja. Lambang lainnya juga serupa, dengan dua kunci bersilangan lambang kekuasaannya dan sebuah salib yang diposisikan terbalik yang merujuk pada posisi penyalibannya. Dirayakan tiap tanggal 29 Juni (bersama Santo Paulus) dan 22 Februari (Tahta Petrus).

12 Rasul Kristus



Yesus memanggil kedua belas murid-Nya dan memberi kuasa kepada mereka untuk mengusir roh-roh jahat dan untuk melenyapkan segala penyakit dan segala kelemahan. (Mat 10:1)

















Minggu, 08 Januari 2012

Perpuluhan


Sebagian teman saya memberikan “perpuluhan”, yaitu sepuluh persen dari pendapatan mereka untuk Gereja dan amal kasih. Mereka mengatakan bahwa hal ini `alkitabiah' dan dapat ditemukan dalam Kitab Suci. Mohon penjelasan lebih lanjut mengenai perpuluhan, dan apakah kita wajib memberikan perpuluhan?
~ seorang pembaca di Alexandria



Seperti dinyatakan dalam Katekismus Gereja Katolik (no. 2043), perintah-perintah Gereja memaklumkan bahwa umat beriman juga berkewajiban menyumbangkan untuk kebutuhan material Gereja sesuai dengan kemampuannya. Kitab Hukum Kanonik juga menyatakan, “Kaum beriman Kristiani terikat kewajiban untuk memenuhi kebutuhan Gereja, agar tersedia baginya apa yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan serta amal kasih dan nafkah yang wajar bagi para pelayan rohani” (No. 222). Namun demikian, Gereja tidak memerintahkan suatu “perpuluhan” ataupun menetapkan berapa persen dari pendapatan atau sumber penghasilan lainnya yang harus diberikan.

Pertama kali persepuluhan muncul dalam Kitab Suci dalam Kitab Kejadian ketika Melkisedek, seorang raja dan seorang “imam Allah Yang Mahatinggi,” mempersembahkan kurban roti dan anggur sebagai ucapan syukur atas kemenangan Abraham atas beberapa raja musuh. Sebagai persembahan kepada Tuhan, Abraham memberikan kepada Melkisedek “sepersepuluh dari semuanya” (bdk Kej 14). Namun demikian, persepuluhan ini tidak dipandang sebagai dimulainya suatu bentuk praktek baru, melainkan lebih sebagai menunaikan kebiasaan yang telah ada. Tampaknya, sepersepuluh dari penghasilan biasa diberikan kepada para imam dalam pelayanan mereka kepada Tuhan.

Hukum Taurat menetapkan persembahan persepuluhan. Orang mempersembahkan kepada Tuhan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladang, dari anggur dan minyak, ataupun dari anak-anak sulung lembu sapi dan kambing domba (Ul 12:17, 14:22-29). Persepuluhan yang demikian merupakan ungkapan bahwa Tuhan telah dengan murah hati menganugerahkan berkat-berkat ini atas manusia, dan manusia sebagai balasannya mempersembahkan suatu kurban syukur sebesar sepersepuluh dari “hasil-hasil pertama.”

Kitab Bilangan juga mencatat bagaimana Tuhan menetapkan bahwa kaum Lewi, golongan imam dari kalangan bangsa Yahudi diserahi kepercayaan atas persepuluhan ini, “Mengenai bani Lewi, sesungguhnya Aku berikan kepada mereka segala persembahan persepuluhan di antara orang Israel sebagai milik pusakanya, untuk membalas pekerjaan yang dilakukan mereka, pekerjaan pada Kemah Pertemuan” (Bil 18:21-24). Karenanya, persepuluhan ini merupakan sumbangan yang dipersembahkan kepada Tuhan dan dibagi-bagikan di kalangan kaum Lewi untuk menopang hidup mereka.

Menariknya, praktek persepuluhan entah sebagai suatu kurban demi menghormati Tuhan ataupun sebagai suatu pajak pembayaran kepada penguasa, adalah umum di kalangan masyarakat kuno Yunani, Roma, Lidia, Arabia, Babilonia dan Persia. Sebagian ahli kepurbakalaan beranggapan bahwa besarnya sepuluh persen yang menjadi dasar persepuluhan ini adalah karena angka 10 merupakan dasar bagi sistem numerik dan dengan demikian melambangkan totalitas. Oleh sebab Tuhan adalah penguasa totalitas, maka segala berkat yang diterima darinya merupakan anugerah dari Tuhan, dan karenanya sungguh merupakan tindakan syukur yang pantas untuk mengembalikan - sepersepuluhnya - kepada Tuhan.

Dalam sejarah awal Gereja, para imam mengandalkan sumbangan sukarela dari jemaat dalam menunjang kebutuhan mereka. Kebiasaan ini didasarkan pada perintah Perjanjian Baru: Yesus mengajarkan kepada para rasul untuk mengandalkan amal kasih apabila Ia mengutus mereka dalam tugas perutusan, “Janganlah kamu membawa emas atau perak atau tembaga dalam ikat pinggangmu. Janganlah kamu membawa bekal dalam perjalanan, janganlah kamu membawa baju dua helai, kasut atau tongkat, sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.” (Mat 10:9-10). St Paulus juga memberikan perintah kepada komunitas Gereja Perdana untuk menyediakan kebutuhan para imam mereka, “Tidak tahukah kamu, bahwa mereka yang melayani dalam tempat kudus mendapat penghidupannya dari tempat kudus itu dan bahwa mereka yang melayani mezbah, mendapat bahagian mereka dari mezbah itu? Demikian pula Tuhan telah menetapkan, bahwa mereka yang memberitakan Injil, harus hidup dari pemberitaan Injil itu” (1 Kor 9:13-14). Sumbangan yang demikian, tentu saja, merupakan sumbangan yang sukarela dan dalam batas kemampuan orang.

Namun demikian, seiring perkembangannya, Gereja mengeluarkan ketentuan guna menjamin sumbangan yang demikian, berdasarkan perintah Perjanjian Lama. Ketetapan pertama yang ada dalam catatan ditemukan dalam sepucuk surat para uskup yang mengadakan pertemuan di Tours, Perancis pada tahun 567 dan dalam kanon-kanon Konsili Macon pada tahun 585. Gereja memandang persepuluhan sebagai sesuai dengan hukum ilahi sebab ditetapkan oleh Tuhan Sendiri. Praktek persepuluhan menyebarluas ke seluruh Eropa. Setelah Reformasi Protestan dan kemudian teristimewa Revolusi Perancis, serta berkembangnya gaya hidup sekularisme dalam pemerintahan sipil, ketetapan mengenai persepuluhan tidak lagi diberlakukan. Di Amerika Serikat, dan juga di Indonesia, gereja-gereja Katolik mengandalkan sumbangan sukarela semata.

Walau kita tidak memiliki ketentuan mengenai persepuluhan, namun kita sungguh memiliki kewajiban untuk ikut serta menunjang kebutuhan-kebutuhan Gereja, entah di tingkat internasional, keuskupan ataupun paroki. Tiap-tiap kita hendaknya mengevaluasi apa yang kita lakukan dalam “memberikan kembali kepada Tuhan” lewat sumbangan kita bagi Gereja dan organisasi-organisasi amal kasih. Sebagai contoh, kita patut bertanya, “Apakah aku memberikan kepada Tuhan setiap minggu sekurang-kurangnya sebanyak yang aku belanjakan untuk hiburan, misalnya nonton film? Apakah aku memberikan kepada Tuhan setiap minggu sekurang-kurangnya sebanyak yang aku belanjakan di restoran-restoran?” Pertanyaan yang lebih baik, “Apakah aku memberikan kepada Tuhan setiap minggu sekurang-kurangnya satu jam dari 40 jam kerja?”

diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.

Rabu, 04 Januari 2012

Riwayat Beato Yohanes Paulus II


Paus Yohanes Paulus II (nama asli: Karol Józef Wojtyła, lahir di Wadowice, Polandia pada tanggal 18 Mei 1920 dan wafat pada 2 April 2005), adalah Paus, Uskup Roma, dan kepala Gereja Katolik Roma sejak 16 Oktober 1978 hingga kematiannya. Dia juga pemimpin dari Negara Kota Vatikan, negara berdaulat dengan luas terkecil di dunia. Paus Yohanes Paulus II diangkat pada usia 58 tahun pada tahun 1978. Dia adalah Paus non-Italia pertama sejak Paus Adrianus VI, yang menjabat untuk sesaat antara tahun 1522-1523. Dia memerangi komunisme, kapitalisme yang tak terkendali dan penindasan politik. Dia dengan tegas melawan aborsi dan membela pendekatan Gereja Katolik Roma yang lebih tradisional terhadap seksualitas manusia. Dia telah melakukan lawatan ke luar negeri lebih dari 100 kali dan menarik perhatian masyarakat yang besar. Selain itu, masa tugasnya sebagai Paus adalah yang ketiga terlama dalam sejarah, setelah Paus Pius IX dan Santo Petrus. Pada tahun 1989, beliau mengunjungi Indonesia. Kota-kota yang dikunjunginya adalah Jakarta, Medan (Sumatra Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan DIY) dan Dili (Timor Timur). Setelah berkunjung ke Indonesia, komentarnya ialah: "Tidak ada negara yang begitu toleran seperti Indonesia di muka bumi." [sic] Sang Paus telah didiagnosa dengan penyakit Parkinson sejak tahun 2001 sehingga pendengaran dan pergerakannya terbatas. Pada 31 Maret 2005, Paus terkena "demam tinggi yang disebabkan infeksi pada saluran uriner" namun tidak dibawa ke rumah sakit di Roma, karena keinginannya untuk meninggal di Vatikan. Pada hari yang sama, dia diberikan Sakramen Perminyakan oleh Gereja Katholik Roma, pertama kalinya sejak percobaan pembunuhan terhadapnya pada tahun 1981 oleh Mehmet Ali Ağca, seorang ekstremis sayap kanan berwarganegara Turki dan berfaham fasisme. Keadaannya semakin memburuk hingga akhirnya dia meninggal pada 2 April pukul 19:37 UTC (02:37 WIB), pada usia 84 tahun. Sri Paus dimakamkan enam hari kemudian pada 8 April di Basilika St. Petrus. Pada awalnya, Mehmet Ali Agca, penembak Paus ingin datang ke pemakaman Paus di Vatikan dengan menggunakan haknya untuk keluar penjara selama 72 jam. Sayangnya, permohonan tersebut ditolak pemerintah Turki namun keluarganya, Adnan Agca, dapat menghadiri pemakaman tersebut.


Latar belakang


Karol Wojtyła pada usia 12 tahun.Karol Józef Wojtyła (dilafazkan sebagai: voi-TI-wa; IPA: /ˈkarɔl ˈjuzef vɔjˈtɨwa/) lahir pada 18 Mei 1920 di Wadowice, Polandia selatan, sebagai seorang anak opsir pada Tentara Kekaisaran Habsburg Austria, yang juga bernama Karol Wojtyła. Pada 1941, Karol sudah kehilangan ibunya, ayahnya dan kakak lelakinya. Masa kecilnya terpengaruh kontak intensif dengan komunitas Yahudi di Kraków, yang kala itu berkembang dan pengalaman buruk pendudukan Nazi. Semasa itu Karol bekerja di tambang batu dan pabrik kimia. Pada masa mudanya, Karol adalah seorang olahragawan, pemain sepakbola, pemain sandiwara, penulis sandiwara, dan menguasai bermacam-macam bahasa. Ketika menjabat di kemudian hari, bahasa yang dikuasainya secara fasih adalah: Bahasa Polandia, Slovakia, Rusia, Italia, Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, dan Inggris, ditambah dengan pengetahuan akan Bahasa Latin Gerejawi. Karol Wojtyła ditahbiskan sebagai pastor pada 1 November 1946. Karol kala itu mengajar ilmu etika di Universitas Jagiellonian, Kraków dan kemudian di Universitas Katolik Lublin. Pada 1958 Karol diangkat menjadi uskup pembantu (auxiliary bishop (?)), Uskup Kraków dan empat tahun kemudian meneruskannya menjadi Uskup dengan gelar Vicar Capitular. Pada 30 Desember 1963, Paus Paulus VI mengangkatnya sebagai Uskup Agung Kraków. Sebagai uskup dan uskup agung, Wojtyła ikut serta menghadiri Konsili Vatikan II, dan memberikan kontribusi pada dokumen-dokumen penting yang kelak menjadi Pernyataan tentang Kebebasan Beragama (Dignitatis Humanae) dan Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern (Gaudium et Spes), dua hasil utama Konsili, ditilik dari sudut pandang historis dan pengaruhnya. Pada 1967 Paus Paulus VI mengangkatnya menjadi Kardinal. Pada Agustus 1978, pada wafatnya Paus Paulus VI, Karol menghadiri konklaf Paus yang memilih Albino Luciani, Kardinal Venesia, sebagai Paus Yohanes Paulus I. Pada usia 65, Luciani bisa dikatakan masih muda sebagai Paus. Wojtyła pada usia 58 masih bisa mengharapkan untuk menghadiri sebuah konklaf Paus lainnya sebelum mencapai usia 80 tahun (usia maksimal dalam mengikuti konklaf). Namun tidak dikira bahwa ternyata konklaf selanjutnya datang begitu cepat pada 28 September 1978, hanya 33 hari setelah menjabat, Paus Yohanes Paulus I wafat. Pada Oktober 1978 Wojtyła kembali ke Vatikan untuk menghadiri konklaf kedua dalam waktu kurang dari dua bulan.


Konklaf kedua pada 1978

Pada konklaf ada dua kubu yang sama-sama memiliki calon kuat: Kardinal Giuseppe Siri, Uskup Agung Genoa, dan Kardinal Giovanni Benelli, Uskup Agung Firenze (Florence) dan seorang teman dekat Paus Yohanes Paulus I. Pada putaran-putaran pemungutan suara pertama, Benelli memenangkan sembilan pengambilan suara. Namun akhirnya Wojtyła yang menang sebagai calon kompromi, antara lain berkat dukungan Kardinal Franz König dan yang lain-lain yang sebelumnya mendukung Siri.


Paus Polandia Pertama

Pada 16 Oktober 1978, pada usia 58, Wojtyła meneruskan Paus Yohanes Paulus I. Pada pengumuman terpilihnya seorang Paus non-Italia dalam kurun waktu 455 tahun, banyak yang menyebutnya sebagai "sang pria dari negara yang jauh." Melihat usia, kewarganegaraan, dan kondisi kesehatan mantan olahragawan dan penulis skenario sandiwara ini, Karol memecahkan semua rekor Paus. Kelak Karol menjadi pemimpin Gereja Katolik Roma yang paling dominan dalam abad ke-20, melebihi Paus Paulus VI dalam perjalannya dan menurut beberapa orang bahkan melampaui kemampuan intelektual Paus Pius XII dan kharisma Paus Yohanes XXIII. Seperti pendahulunya, Yohanes Paulus II secara sengaja menyederhanakan jabatannya dan menjadikannya sebuah pranata yang tidak terlalu bersifat kerajaan. Beliau memilih untuk tidak memakai bentuk jamak Pluralis Majestatis, menyebut dirinya dengan kata "kami" tetapi memilih untuk memakai kata "saya." Kemudian upacara pentahbisan yang sederhana juga dipilihnya, dan bukanlah sebuah Koronasi Paus besar-besaran. Kemudian Tiara Paus juga tidak pernah dipakai selama menjabat. Hal ini dilakukannya untuk memenuhi gelar Servus Servorum Dei (Pelayan para Pelayan Ilahi). Salah satu lawatan resmi Paus Yohanes Paulus II yang pertama, adalah ke Polandia pada Juni 1979. Di sana sebuah misa diadakannya di Lapangan Kemenangan di Warsawa, sebuah peristiwa yang memiliki efek dalam mempersatukan gerakan persatuan Buruh Polandia Solidaritas. [1]
Percobaan-percobaan pembunuhan

Pada 13 Mei 1981, Yohanes Paulus II hampir tewas ketika ditembak oleh Mehmet Ali Ağca, seorang ekstremis Turki, kala masuk Lapangan Santo Petrus untuk bertemu umat. Ağca akhirnya dihukum penjara seumur hidup. Paus ditembak ketika mengendarai sebuah mobil terbuka.Apa kenapa, bagaimana dan atas perintah siapa percobaan pembunuhan ini dilakukan, masih tetap berupa misteri sampai akhir Maret 2005. Dikatakan dokumen-dokumen penting dari negara-negara mantan anggota Uni Soviet menunjukkan bahwa KGB bertanggung jawab [2]. Motif pembunuhan masih diperdebatkan. Salah satu kemungkinan ialah bahwa rezim komunis Uni Soviet takut akan pengaruh Paus Polandia ini akan stabilitas negara-negara satelit Soviet di Eropa Timur, terutama di Polandia sendiri. Spekulasi lain menuduh orang-orang dalam Vatikan yang memberi perintah, terutama faksi kaum Freemason yang menentang Karol Wojtyła dan kelompok Opus Dei, yang salah satu pemimpinnya adalah Kardinal Casaroli. Ali Ağca sendiri masih bungkam dalam mengungkapkan kebenaran percobaan pembunuhannya, meski ia sering memberikan petunjuk bahwa ia mendapatkan pertolongan dari orang dalam Vatikan. Dan akhirnya ada yang mengatakan bahwa Ağca, seorang penembak ulung, sebenarnya bisa membunuh sang Paus, jika mau dan misinya hanyalah menakut-nakutinya. Namun segala kemungkinan hanya merupakan spekulasi saja karena belum ada bukti-bukti definitif yang muncul. Dua hari setelah Natal, pada 27 Desember 1983, Paus menjenguk pembunuhnya di penjara. Keduanya bercakap-cakap dan berbincang-bincang beberapa lama. Setelah pertemuan ini, Paus kemudian berkata: "Apa yang kita bicarakan harus merupakan rahasia antara dia dan saya. Ketika berbicara dengannya saya anggap ia adalah seorang saudara yang sudah saya ampuni dan saya percayai sepenuhnya." Naik takhtanya Yohanes Paulus II sebagai Paus sudah diramalkan beberapa dasawarsa sebelumnya oleh Padre Pio. Biarawan yang sama ini, juga meramal bahwa pemerintahan Karol Wojtyła hanya berlangsung singkat dan berakhir dengan darah, sebuah ramalan yang hampir saja terbukti jika pembunuhannya berhasil. Percobaan pembunuhan ini juga diramalkan pada rahasia ketiga Tiga Rahasia Fatima, sebuah analisis dari Vatikan mengungkapkannya. Sebuah percobaan pembunuhan lainnya terjadi pada 12 Mei 1982, di Fatima, Portugal ketika seorang pria berusaha menikam Paus dengan sebilah bayonet, tetapi dicegah oleh para penjaga. Si pembunuh, adalah seorang pastor ultrakonservatif, berhaluan keras, seorang warganegara Spanyol, bernama Juan María Fernández y Krohn. Dilaporkan ia menentang reformasi Konsili Vatikan II dan memanggil Paus seorang "agen dari Moskwa." Ia kemudian divonis hukuman penjara enam tahun dan lalu diekstradisi dari Portugal. Ada pula sebuah percobaan pembunuhan Paus pada lawatannya di Manila bulan Januari 1995, yang merupakan bagian dari Operasi Bojinka, sebuah serangan terorisme masal yang dikembangkan oleh anggota kaum ekstremis Ramzi Yousef dan Khalid Sheik Mohammed. Seorang bom bunuh diri yang menyamar sebagai seorang pastor direncanakan mendekati parade Paus dan meledakkan diri. Namun sebelum tanggal 15 Januari 1995 hari para pria ini akan melaksanakan rencana teror mereka, sebuah kebakaran dalam sebuah apartemen membawa para penyidik yang dipimpin oleh Aida Fariscal ke komputer laptop Yousef yang berisikan rencana-rencana teror mereka. Yousef dicekal di Pakistan kurang lebih sebulan kemudian, tetapi Khalid Sheik Mohammed baru dicekal pada 2003.
Pemakaman
Pemakaman Paus Yohanes Paulus II menjadi pelayatan terbesar dalam sejarah masa Kristen sejak Perang Salib, menarik kunjungan lebih dari 4 juta pengunjung ke Vatikan ditambah dengan lebih dari 3,7 juta penduduk yang menetap di Roma. Hanya 2 juta orang yang diizinkan untuk melihat jenazah Yohanes Paulus II.Kematian Paus Yohanes Paulus II diiringi ritual berusia berabad-abad lamanya dan tradisi yang berawal sejak masa pertengahan. Upacara Pengunjungan berlangsung dari 4 April hingga pagi hari tanggal 8 April di Basilika Santo Petrus. Pada 8 April, pukul 8.00 pagi UTC, Misa Requiem diberikan Kardinal Joseph Ratzinger sebagai Pejabat Tinggi Dewan Kardinal. Paus Yohanes Paulus dikebumikan di gua-gua di bawah basilika, Makam Para Paus. Dia diletakkan di bekas makam Paus Yohanes XXIII, yang dipindahkan Yohanes Paulus II untuk diberkati.



Penerus


Pada 19 April 2005 Kardinal Joseph Ratzinger dari Jerman terpilih sebagai pemimpin baru Vatikan setelah konklaf selama dua hari. Ratzinger memilih nama regnal Paus Benediktus XVI.

Selasa, 03 Januari 2012

SEPUTAR BAPA SUCI PAUS BENEDIKTUS XVI



Pasangan Katolik yang saleh, Joseph Ratzinger (seorang komisaris polisi yang berasal dari keluarga petani dengan keadaan ekonomi lemah dan anti Nazi) dan Maria Riger (berasal dari keluarga tukang dan sebelum menikah bekerja sebagai tukang masak), dikaruniai tiga orang anak. Yang sulung, Georg Ratzinger - kelak menjadi imam sekaligus musikus; anak kedua, seorang puteri yang diberi nama Maria Ratzinger, dan yang bungsu Joseph Alois Ratzinger, yang kini menjadi Bapa Suci Paus Benediktus XVI.

Joseph Alois Ratzinger dilahirkan pada hari Jumat Agung, 16 April 1927 di Marktl am Inn, Bavaria, Jerman dan dibaptis keesokan harinya pada Malam Paskah. Dalam otobiografinya, “Milestones”, bapa suci menulis, “Sebagai orang pertama yang dibaptis dengan air baru, sungguh merupakan suatu penyelenggaraan ilahi yang luar biasa. Aku senantiasa dipenuhi rasa syukur bahwa hidupku ditenggelamkan begitu rupa dalam Misteri Paskah.... Semakin aku merenungkannya, semakin tepat rasanya bahwa aku dibaptis pada Malam Paskah, bukan pada Hari Raya Paskah. Kita masih menanti Paskah, belum berada dalam terang Paskah yang penuh, melainkan berjalan menuju terang itu, dengan penuh pengharapan.”

Sejak masa kanak-kanaknya, Joseph kecil tidak bercita-cita lain selain daripada menjadi seorang imam. Bahkan saat berusia enam tahun, ia telah mengumumkan bahwa ia akan menjadi seorang uskup!

Mengenai ayahnya, bapa suci mengisahkan, “Ayahku melihat tanpa keraguan sedikit pun bahwa kemenangan Hitler akan menjadi kemenangan anti Kristus, bukan kemenangan Jerman, awal dari masa-masa Kitab Wahyu bagi segenap umat beriman - dan bukan hanya mereka saja.” Karena kritiknya yang terang-terangan terhadap Nazi, keluarga Ratzinger harus pindah ke Auschau am Inn, di kaki pegunungan Alpen pada bulan Desember 1932. Pada tahun 1937, ayahnya mencapai usia pensiun 60 tahun dan mereka pindah ke Hufschlag, di pinggiran kota Traunstein, di mana Joseph melewatkan masa remajanya. Di sinilah ia mulai belajar bahasa Latin dan Yunani.


MASA REMAJA

Pada tahun 1939, Joseph yang masih belia masuk seminari di Traunstein. Ketika usianya beranjak 14 tahun, Joseph bergabung dengan Pemuda Hitler, sesuai ketentuan wajib sejak tahun 1938. Joseph sama sekali tidak tertarik, dan bersama teman-teman seminari lainnya berusaha menghindarkan diri dari pertemuan-pertemuan Nazi. Dua tahun kemudian, tahun 1943, saat ia berumur 16 tahun, Joseph, bersama seluruh teman sekelasnya di seminari, ditugaskan wajib militer dalam korps anti pesawat terbang. Mereka masih diperkenankan mengikuti pelajaran di Maximilians - Gymnasium di Munich tiga hari dalam seminggu.

Pada bulan September 1944, Joseph yang saat itu berusia 17 tahun, ditugaskan wajib militer di suatu batalyon yang dikomandani oleh seorang Austria “Nazi Tua” yang fanatik. Bapa suci menulis, “Suatu malam kami diseret dari tempat tidur kami dan diperintahkan berbaris, dalam keadaan setengah tidur, dengan mengenakan baju training. Seorang perwira SS menyuruh kami maju satu persatu. Dengan memanfaatkan keadaan kami yang masih mengantuk dan dengan menempatkan kami di hadapan seluruh pasukan, ia berusaha mendesak kami bekerja “sukarela” untuk Waffen-SS. Begitulah, sejumlah besar teman yang berkehendak baik dipaksa bekerja untuk kelompok kriminal ini. Bersama beberapa teman, aku sungguh senang dapat mengatakan bahwa kami ingin menjadi imam Katolik. Lalu kami dibebaskan dengan caci-maki penghinaan dan siksa. Namun demikian, betapa nikmat rasanya segala penghinaan itu, yang membebaskan kami dari ancaman “kerja sukarela” dusta ini dengan segala konsekuensinya.

Bahaya maut mengancam Joseph pada hari-hari menjelang kekalahan Jerman pada awal bulan Mei 1945. Mengambil kesempatan dalam kekacaubalauan perang, ia meninggalkan dinas militer dan pulang ke rumah, mempertaruhkan nyawa meluputkan diri dari para tentara yang ditempatkan di tiap-tiap persimpangan jalan dengan perintah untuk menembak di tempat semua prajurit yang “mangkir”. Ia berhasil meloloskan diri dan tiba di rumah hanya untuk masuk dalam bahaya yang bahkan lebih besar. Dua perwira SS masuk dan tinggal di rumah keluarga Ratzinger. Beberapa teman mereka telah menggantung mati beberapa prajurit muda yang ketahuan mangkir. Hanya karena perlindungan Allah yang Mahabaik, kedua perwira SS itu sekonyong-konyong menghilang, tanpa menyentuh baik Joseph maupun ayahnya.

Sementara itu, musin panas 1945, pasukan sekutu akhirnya tiba di desa tempat tinggalnya dan menjadikan rumah keluarga Ratzinger sebagai pangkalan mereka. Joseph dikenali sebagai tentara Jerman dan karenanya ditangkap sebagai tawanan perang dan dikurung di kamp POW. Enam minggu kemudian, tanggal 19 Juni 1945, ia dibebaskan dan pulang ke rumah. “Yerusalem surgawi tak akan lebih indah bagiku. Inilah Pesta Hati Kudus Yesus. Aku boleh mendengarkan madah dan doa-doa dilambungkan dari gereja…. Tak pernah sepanjang hidupku aku menikmati santapan yang lebih sedap dari masakan sederhana yang disiapkan ibu bagi kami dari hasil kebun kami sendiri…. Beberapa minggu kemudian, kakak sulungku muncul, kulitnya kecoklatan terbakar matahari Italia; ia duduk di piano dan memainkan “Allah yang Kudus, Kami Memuliakan Nama-Mu”. Bulan-bulan berlalu, di mana sekali lagi kami boleh mengecap kebebasan, sungguh merupakan kenangan terindah sepanjang hidupku.”


IMAMAT

Bulan Januari 1946, bersama Georg dan 120 teman seminari, Joseph masuk kembali ke seminari di Keuskupan Munich. Kejamnya hidup dalam perang yang harus mereka alami membuat mereka semua haus menuntut ilmu. “Kami bertekad mengejar ketinggalan kami dari tahun-tahun yang hilang, untuk melayani Kristus dalam GerejaNya, demi masa depan yang baru, yang lebih baik, demi Jerman yang lebih baik, demi dunia yang lebih baik,” demikian tulis bapa suci dalam buku kenangannya. “Tak seorang pun dari antara kami yang ragu bahwa Gereja merupakan pilihan yang tepat bagi harapan-harapan kami. Kendati kelemahan-kelemahan manusiawi, Gereja tetap bertahan dalam menghadapi serangan gencar Nazi. Di tengah neraka yang melahap segala kekuatan lain dalam masyarakat, Gereja tetap kokoh dengan kekuatan yang bukan dari dunia ini. Janji Kristus telah digenapi: alam maut tak akan menguasainya. Kami tahu seperti apa alam maut itu. Kami telah melihatnya dengan mata kami sendiri. Tetapi, kami melihat juga rumah yang tetap kokoh berdiri, sebab dibangun di atas batu karang.”

Pada tanggal 29 Juni 1951, Georg dan Joseph Ratzinger ditahbiskan sebagai imam oleh Kardinal Faulhaber di Katedral Freising, pada Pesta Santo Petrus dan Paulus. Pastor Ratzinger mulai mengajar, di samping itu ia juga belajar filsafat dan teologi di Universitas Munich dan di Sekolah Tinggi Freising. Pada tahun 1953, ia memperoleh gelar doktor dalam bidang teologi dengan tesisnya yang berjudul “Umat dan Rumah Tuhan dalam Doktrin Gereja St Agustinus”. Empat tahun sesudahnya, ia menjadi dosen, kemudian mengajar dogma dan teologi fundamental di Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Freising, lalu di Bonn dari tahun 1959 hingga 1969, Münster dari tahun 1963 hingga 1966, Tubinga dari tahun 1966 hingga 1969. Sejak tahun 1969, Pastor Ratzinger menjadi professor teologi dogmatik dan sejarah dogma di Universitas Regensburg, sekaligus menjabat Wakil Rektor universitas yang sama.

Pada tahun 1962, Pastor Ratzinger telah terkenal ketika, dalam usia 35 tahun, ia menjadi penasehat ahli teologi bagi Uskup Agung Cologne, Kardinal Joseph Frings, dalam Konsili Vatikan II.

Di antara begitu banyak karyanya, yang paling menonjol adalah, “Pengantar Agama Kristen,” berisi kumpulan pelajaran kuliah tentang pengakuan iman apostolik, diterbitkan tahun 1968; “Dogma dan Wahyu,” sebuah bunga rampai, kumpulan khotbah dan renungan yang dipersembahkan bagi pelayanan pastoral, diterbitkan tahun 1973.

Bulan Maret 1997, Paus Paulus VI menetapkannya sebagai Uskup Agung Munich dan Freising. Tanggal 28 Mei 1977 ia ditahbiskan. Moto episkopalnya adalah “Cooperatores Veritatis”, pekerja-pekerja kebenaran, yang diambil dari 3Yohanes 8. Moto ini melambangkan jalinan kebenaran dan kasih, iman pribadi dan kekatolikan Gereja, pun inter-relasi antara para gembala dan umat beriman, yang, dengan caranya masing-masing, saling ikut ambil bagian dalam kewajiban dan rahmat Injil.

Dalam konsistori tanggal 27 Juni 1977, Paus Paulus VI mengangkatnya sebagai kardinal.

Pada tanggal 25 November 1981, Paus Yohanes Paulus II menunjuk Kardinal Ratzinger sebagai Prefek Kongregasi untuk Ajaran Iman; Ketua Komisi Kitab Suci dan Komisi Teologi Internasional Kepausan.

Pada tanggal 6 November 1998, Kardinal Ratzinger dipilih sebagai Subdekan Dewan Kardinal dan pada tanggal 30 November 2002 Paus Yohanes Paulus II mengesahkan pemilihannya oleh para kardinal sebagai Dekan Dewan Kardinal. Sebagai Presiden Komisi bagi Persiapan Katekismus Gereja Katolik yang baru, ia bekerja selama enam tahun (1986 - 1996) sebelum akhirnya mempersembahkan Katekismus baru kepada Bapa Suci.

Kardinal Ratzinger termasuk salah seorang yang paling berpengaruh dan dihormati di Vatikan. Ia merupakan tangan kanan serta rekan terdekat Paus Yohanes Paulus II. Ia pula yang memimpin pemakaman Sri Paus Yohanes Paulus II pada tanggal 8 April 2005, dan ia juga yang memimpin conclave yang dimulai pada tanggal 18 April 2005 yang lalu.

Berulangkali Kardinal Ratzinger mengatakan bahwa ia ingin mengundurkan diri ke suatu desa di Bavaria dan mengabdikan sisa hidupnya untuk menulis. Tetapi, akhirnya juga, ia mengatakan bahwa ia “siap menerima segala beban tanggung jawab yang diletakkan Tuhan ke atas pundaknya.”

Pada tanggal 19 April 2005 pukul 5.50 sore, Kardinal Ratzinger terpilih sebagai penerus Paus Yohanes Paulus II sebagai paus Gereja Katolik Roma yang ke-265 dengan nama Paus Benediktus XVI.

Bapa Suci Paus Benediktus XVI menguasai sepuluh bahasa. Ia seorang pianis ulung, teristimewa dalam karya-karya Mozart dan Beethoven.

“disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”