1. Tahun-tahun Awal
Mari kita mulai uraian riwayat hidup kedua orang kudus ini dengan beberapa patah kata tentang kota kelahiran Fransiskus dan Klara: Assisi. Dalam Komedi Ilahi (Divine Comedy), Dante Alighieri menggambarkan kota Assisi sebagai Sang Timur, tempat matahari terbit (Canto XI Paradiso, 52-54). Bahkan, ia membandingkan Fransiskus dengan sang matahari terbit. Dalam konteks kosmologi abad pertengahan inilah kita harus memahami riwayat hidup Fransiskus dari Assisi dan Klara, “tanaman kecilnya”.
Assisi sampai saat ini tetap merupakan kota abad pertengahan yang khas. Kota ini berada di atas lembah Umbria, sebuah wilayah yang dikelilingi tanah di Italia tengah. Wilayahnya relatif kecil, hanya terbentang sebesar 8.456 kilometer persegi. Kota ini juga memiliki pegunungan, perbukitan dan hutan di wilayah Appennine tengah di semenanjung Italia. Hanya sekitar 6% dari wilayahnya terdiri dari dataran. Assisi, berada pada 424 meter di atas permukaan laut, menampilkan pemandangan salah satu dataran tersebut, tapi di atasnya terdapat Gunung Subasio (1.290 meter di atas permukaan laut), sebuah gunung berbentuk kubah, ditutupi dengan hutan. Saat ini kota Assisi memiliki populasi sekitar 24,790 jiwa. Pada abad ke 12 dan 13 jumlahnya jauh lebih kecil lagi.
Dunia abad pertengahan diwarnai oleh dua kekuatan adi daya. Pada satu sisi terdapat Kaisar Romawi dan pada sisi lain Paus. Tokoh-tokoh besar mengambil kedua peran tersebut, misalnya Frederik Barbarossa sebagai Kaisar Romawi dan Inosensius III sebagai Paus. Dunia abad pertengahan didominasi dengan hal-hal yang kudus dan profan. Perbedaan antara keduanya sangatlah tipis sehingga seringkali berakhir dengan pertikaian antara kedua belah pihak. Politik dan agama digabungkan untuk mendapatkan kekuatan. Di masa inilah para ksatria berperang ke Tanah Suci, dalam mana ambisi politik dan iman memainkan peran aktifnya.
Para bangsawan feodal tetap mendominasi kancah politik di banyak kota. Termasuk kota Assisi. Kastil feodal, disebut Rocca Maggiore mendominasi kota tersebut bahkan sampai saat ini, walaupun tidak sama dengan yang ada pada abad ke-12. Kaum bangsawan tetap memberi pengaruh yang tidak kecil pada masalah-masalah lokal. Namun pada akhir abda ke-12, ada satu kelompok/kelas baru yang muncul di masyarakat tersebut, yang disebut kelas menengah, yang terdiri dari sebagian besar para pelaku bisnis. Demikianlah, di kota kecil seperti Assisi pun tetap ada pembedaan yang jelas antara kaum bangsawan yang disebut “maiores” dan kaum “minores” yang terdiri dari pedagang. Kaum minores ini merasa bahwa mereka cukup memiliki kekuatan secara finansial untuk melawan kekuatan para bangsawan. Sasaran mereka adalah melepaskan sistem feodal lama dan menggantinya dengan pemerintahan yang lebih demokratis yang saat itu disebut “Comune”.
Fransiskus lahir dalam konteks historis ini di tahun 1182. Masih tetap terbuka diskusi mengenai lokasi kelahirannya. Beberapa tempat yang dianggap sebagai lokasi kelahirannya adalah: Chiesa Nova, San Francesco Piccolino, dan Casa Paterna. Semua tempat ini terletak di sekitar lapangan di tengah kota Assisi yang disebut Piazza del Comune, didominasi oleh Kuil Romawi Minerva dan Torre del Popolo. Pada lukisan fresco yang dibuat oleh Giotto di dinding di bagian atas Basilika St, Fransiskus Assisi, kita bisa melihat suatu representasi dari lapangan ini. Lukisan dinding tersebut mungkin sudah diperbaiki saat ini. Namun hanya perbaikan kecil saja.
Fransiskus adalah anak dari Pietro Bernardone, seorang pedagang pakaian kaya raya yang sering bepergian untuk urusan bisnis ke Perancis. Bahkan Pietro diyakini tidak hadir saat istrinya, Pica, yang bertemu pertama kali dengannya di Provence, melahirkan Fransiskus. Sewaktu Pietro kembali, segera ia mengetahui bahwa anaknya sudah dibaptis di gereja katedral San Rufino dan telah diberi nama Giovanni (=Yohanes). Namun Pietro tidak menyukai nama itu dan menggantinya dengan nama Francesco (=Fransiskus) – mirip dengan nama kota yang dikaguminya yaitu Perancis.
Di dataran atas kota Assisi dimana terdapat gereja katedral San Rufino ada seorang anak lagi yang lahir sebelas tahun kemudian, pada 1193. Seorang bayi perempuan, dan ia adalah anggota sebuah keluarga bangsawan. Chiara, atau Klara, yang artinya “yang bercahaya” nama bayi itu lahir di rumah mewah yang menghadap ke arah lapangan katedral. Orang tuanya adalah bangsawan Favarone Offreduccio dan Hortulana. Klara termasuk golongan “maiores”. Sedangkan Fransiskus termasuk golongan “minores”.
Tekanan-tekanan mencuat di Assisi pada tahun 1198. Pada tahun ini Inosensius III terpilih sebagai Paus. Ia berusaha membuktikan dirinya seorang negarawan besar dan memperkokoh supremasi Gereja bahkan untuk masalah-masalah temporer. Pada musim semi tahun itu, bangsawan Konrad dari Urslingen, yang memimpin benteng Rocca di Assisi atas nama Kaisar, melakukan perjalanan ke Spoleto untuk menyerahkan Mahkota Spoleto kepada Inosensius III. Para warga Assisi kaum minores segera mendapat peluang kekosongan di benteng itu untuk merebutnya. Fransiskus mungkin berusia sekitar 16 tahun pada saat itu. Ia tentu saja ambil bagian dalam petualangan tersebut, karena jika Assisi berhasil menguasai benteng berarti menandakan independensi warga Assisi sebagai “free Comune”. Segeralah terjadi perang saudara antara kaum bangsawan (maiores) dan warga kota (minores). Keluarga Klara kemungkinan besar terpaksa mengungsi ke Perugia, kota tetangga Assisi, yang lebih besar dan lebih kuat daripada Assisi. Mereka barangkali kembali ke Assisi sekitar tahun 1203, sewaktu ditetapkan dokumen yang menyatakan perdamaian antara kaum maiores dan minores di Assisi.
Pada tahun 1202 para bangsawan Assisi yang ditawan di Perugia dikonfrontir dihadapan warga minores Assisi. Fransiskus ambil bagian dalam perang di Collestrada, yang pada akhirnya banyak memakan korban tawanan dari pihak Assisi. Fransiskus pun tertawan dan dipenjara selama 1 tahun di Perugia. Ia cukup beruntung karena ditebus dari penjara oleh ayahnya yang kaya dengan sejumlah uang. Kesehatannya yang memburuk selama di penjara akhirnya membuatnya menghabiskan banyak waktu di tempat tidur di tahun 1204.
Sewaktu Fransiskus pulih dari sakitnya, ia mulai mengidam-idamkan sesuatu yang lebih tinggi daripada yang pernah dialaminya selama ini. Kali ini ia berkeinginan menjadi ksatria. Usianya saat itu cocok untuk seorang ksatria. Cita-cita menjadi ksatria sebenarnya adalah tema lagu-lagu yang sering dikumandangkan oleh para trubadur yang berkelana dari pegunungan Alpen sampai ke semenanjung Italia. Tema lagu ini cukup membakar semangat. Maka romansa keksatriaan dan keingintenaran karena ambil bagian dalam perang salib pun menjadi impian para pemuda termasuk Fransiskus. Di tahun 1204 ia mendapat kesempatan untuk pergi ke Puglie di wilayah Italia Selatan dengan tujuan bergabung bersama pasukan perang salib. Ia diharuskan bertemu dengan Walter dari Brienne untuk bergabung dengan pasukannya. Tetapi petualangannya ini tak berumur panjang. Hari berikutnya, setelah melalui malam yang membuatnya terjaga di Spoleto (para penulis riwayat hidupnya berbicara tentang penglihatan dan mimpi Fransiskus di Spoleto), dia kembali ke Assisi.
Sekembalinya di Assisi, Fransiskus dicibir oleh teman-temannya dan ayahnya kecewa. Idealismenya seakan-akan tercabik-cabik, masa depannya suram. Satu-satunya solusi praktis untuk masalah ini nampaknya adalah mengikuti jejak ayahnya berjualan kain di toko sang ayah. Barangkali solusi ini adalah solusi mudah bagi Pietro Bernardone, tetapi tidak bisa meyakinkan Fransiskus. Yang bisa ia lakukan hanyalah tinggal di dalam toko. Fransiskus juga sebenarnya bisa memilih hidup santai bersama teman-temannya. Toh ia sudah terbiasa dengan itu semua. Ia terbiasa boros dalam hal hiburan. Ia juga sudah terbiasa jika teman-temannya memilihnya menjadi pemimpin dalam tiap pesta yang diadakan. Mereka terbiasa bersenang-senang hingga larut malam, bernyanyi dengan suara keras di sekeliling jalan-jalan kota Assisi. Namun Fransiskus menjadi bosan dengan hidup “ramai” ini. Bukan itu yang ingin diraihnya. Maka sendirian, ia mulai menjelajahi daerah-daerah pedalaman di sekitar Assisi. Para penulis awal riwayat hidupnya berbicara tentang periode “konversi/pertobatan”. Mereka berbicara tentang satu periode khusus dalam hidupnya. Periode itu sungguh singkat, yaitu antara akhir tahun 1204 sampai dengan bulan pertama tahun 1206. Namun periode singkat ini dipenuhi dengan banyak refleksi.
Pada periode konversi ini Fransiskus sering pergi sendirian ke tempat-tempat tersembunyi, dan masuk ke gua-gua, di situ ia menghabiskan waktu berjam-jam. Dan sekembalinya dari tempat-tempat itu ke kota Assisi, teman-temannya sering memperhatikan raut wajah Fransiskus yang nampaknya linglung. Selain ke tempat-tempat tersembunyi, ia juga sering pergi ke dataran bawah Assisi. Di situ terdapat kumpulan orang berpenyakit kusta. Pada suatu saat ia berjumpa dengan seorang penderita kusta. Walaupun takut, ia tetap turun dari kudanya dan menyambut orang itu lalu menawarkannya uang, serta memberinya ciuman kasih. Dikemudian hari ia sering kali membagikan cerita perjumpaannya dengan orang kusta ini; bahkan menjelang kematiannya, ia tuliskan kenangan tersebut dalam wasiatnya.
Menjelang akhir tahun 1205 ada satu perjumpaan lagi yang mengubah hidupnya secara radikal. Saat itu ia berada di dalam gereja tua yang hampir tak terurus di bagian bawah kota Assisi. Gereja itu bernama San Damiano; dikelola oleh seorang imam miskin yang bahkan tak mampu membeli minyak untuk menyalakan lampu di hadapan gambar salib Kristus bergaya Byzantium. Fransiskus memandang salib itu dengan terpesona. Salib tersebut saat ini masih bisa dilihat di Basilika Santa Klara Assisi. Kristus digambarkan secara hidup pada salib itu. Corpusnya tidak tertancap pada kayu; tetapi tergambar; di latar belakangnya terdapat gambar malaikat-malaikat dan para kudus. Mata Kristus nampak terbuka lebar, dan walaupun darah terlukis keluar dari luka-lukanya, namun Ia seperti tidak merasa sakit. Salib inilah yang “berbicara” kepada Fransiskus. Para penulis riwayat
hidupnya menyatakan bahwa Kristus meminta Fransiskus untuk memperbaiki gereja tua tersebut, dengan menyebutnya “gereja Ku”. Tentu saja di mata seorang muda seperti Fransiskus yang dimaksudkan dengan “gereja Ku” adalah gereja tua tersebut yang memang memerlukan perbaikan. Maka ia memilih cara yang mudah. Ia pergi ke toko ayahnya, mengambil gelondongan kain mahal, pergi ke pasar Foligno, lalu menjual kain serta kudanya. Kemudian dengan gembira ia kembali ke gereja tua untuk memberikan uang hasil penjualannya kepada imam miskin di sana. Imam itu dengan bijak menolaknya karena tahu bahwa ayah Fransiskus pasti akan marah besar dengan tindakan eksentrik anaknya itu. Namun demikian ia mengijinkan Fransiskus untuk tinggal bersamanya di San Damiano sebagai “oblatus”, yaitu seseorang yang menawarkan dirinya untuk melayani secara suka rela pada suatu gereja tertentu dengan tujuan menjalani hidup pertobatan.
2. Saat Pertobatan
Fransiskus pun segera terlibat dalam konflik terbuka dengan ayahnya. Pietro yakin bahwa tingkah anaknya itu hanya akan meruntuhkan bisnis dan reputasi keluarganya. Dia tidak rela melihat anaknya mengemis batu untuk memperbaiki gereja San Damiano, juga tidak rela melihat anaknya berbuat baik kepada para pengemis dan bergaul dengan mereka. Pica berusaha menenangkannya dengan menjelaskan bahwa Fransiskus perlu waktu untuk berefleksi. Namun semuanya sia-sia. Pietro memutuskan membawa Fransiskus ke hadapan dewan kota untuk mengumumkan bahwa Fransiskus harus melepaskan hak atas warisan keluarganya. Tetapi Fransiskus adalah seorang oblatus, dengan demikian ia berada langsung dibawah pengawasan uskup. Dewan kota mengetahui situasi ini, dan tidak ingin terlibat dalam masalah tersebut. Maka Pietro menghadap Guido, uskup Assisi. Fransiskus menerima tantangan tersebut. Pengadilan bertempat di kediaman uskup, dekat gereja Santa Maria Maggiore. Guido berusaha membujuk Fransiskus untuk mengembalikan uang ayahnya yang digunakan untuk San Damiano. Fransiskus segera mematuhinya. Ia tidak hanya mengembalikan uang, namun juga menanggalkan semua pakaiannya di hadapan orang banyak dan menyerahkan semuanya kepada ayahnya. “Mulai sekarang,” katanya, “saya bisa menghadap Allah dan memanggil-Nya Bapa ku di dalam surga”. Pietro kembali ke rumah dengan malu, dan Fransiskus meninggalkan Assisi untuk sementara waktu – berpakaian seperti pertapa dengan bahan jubah yang jelek. Di perjalanan, para penyamun menyerang dia. Tapi ia menjawab bahwa dirinya adalah bentara raja agung. Para penyamun menganggapnya seorang gila dan melemparnya ke gundukan salju, meninggalkan dia yang malah bernyanyi dan memuji Allah. Selama beberapa bulan dia bekerja di dapur sebuah biara Benediktin di San Verecondo, dan kemudian di kota Gubbio, di rumah temannya, Federico Spadalunga. Di Gubbio ia melayani komunitas penderita kusta.
Pada musim panas 1206 Fransiskus kembali ke Assisi, memutuskan untuk memperbaiki San Damiano lagi. Dia berjalan tegap memasuki kota dan mulai mengemis batu dan sisa makanan. Walaupun merasa jijik memakan sisa makanan, dia berusaha keras untuk itu, seperti dilakukan oleh para pengemis. Ia memahami sekarang bahwa kaum “minores” yang sebenarnya di Assisi bukanlah para pedagang, melainkan kaum buangan seperti para pengemis itu. Dan ia sudah menetapkan diri untuk menjadi salah satu dari mereka. Sewaktu ia masih seorang muda yang kaya ia bahkan sudah menginginkan untuk memahami cara hidup pengemis. Saat itu ia dalam peziarahan ke kuburan para rasul di kota Roma. Pada kubur Santo Petrus ia berjumpa dengan pengemis. Ia menukar pakaiannya dengan pakaian pengemis itu lalu duduk mengemis. Ini dilakukannya selama sehari penuh.
Fransiskus bernyanyi keras-keras saat memperbaiki San Damiano. Ia ingat akan suara merdu ibunya saat bernyanyi dalam dialek Provençal. Secara spontan lagu-lagu itu dinyanyikannya saat ia bekerja keras memperbaiki San Damiano. Para petani yang lewat memandangnya curiga, namun mungkin juga dengan rasa kasih saat melihat pancaran kegembiraan masa mudanya itu. Ia mengatakan kepada mereka bahwa San Damiano nantinya akan menjadi tempat para wanita terhormat yang melayani Tuhan. Para penulis riwayat hidupnya menganggap kata-kata ini adalah nubuat tentang Klara dan “Para Wanita Miskin San Damiano”. Sebutan ini ditujukan untuk para biarawati klaris di awal terbentuknya.
Dalam waktu singkat Fransiskus menyelesaikan perbaikan San Damiano. Kemudian ia melanjutkan perbaikan gereja lainnya. Pertama, gereja San Pietro lalu gereja Santa Maria Degli Angeli (=Santa Maria Ratu Para Malaikat) atau Porziuncola (= bagian kecil). Gereja yang terakhir ini kemudian menjadi tempat lahirnya gerakan yang dirintis oleh Fransiskus. Lokasinya di lembah Umbria di bagian bawah Assisi. Fransiskus mendapati gereja itu di tengah hutan. Gereja itu milik para biarawan dari biara San Benedetto al Subasio. Fransiskus berpendapat bahwa para biarawan itu cukup senang menerimanya dan memanfaatkan gereja itu. Maka ia memulai tugas perbaikan gereja. Segera gereja itu menjadi kesayangannya sampai-sampai ia menyatakan kepada para saudaranya bahwa Porzincola adalah salah satu tempat tersuci yang ada di bumi. Di situlah nantinya ia ingin meninggal di tahun 1226. Namun khususnya kapel Porziuncolalah tempat yang menjadi tanda banyak peristiwa penting dari hidupnya.
Salah satu peristiwa penting itu terjadi pada saat pesta rasul Santo Mathias, pada 24 Februari 1208. Fransiskus sedang mendengarkan bacaan Injil pada saat Misa. Bacaan itu tentang Kristus yang mengutus para muridnya untuk pergi berkotbah tanpa membawa tongkat, bekal atau kasut. Para murid menjadi perantau atau peziarah, dan mereka mewartakan damai kepada semua yang mendengarkannya. Fransiskus bersukacita. Itulah semua yang diinginkannya selama ini. Tanpa buang waktu lagi, ia menjalankan secara harafiah apa yang baru saja didengarnya itu. Dia membuang tongkatnya, kasutnya, ikat pinggang jubahnya dan pergi bertelanjang kaki dengan mengenakan jubah yang berbentuk Tau, dengan tali-ikat di pinggangnya. Dia mengubah gaya hidup dari pentobat-pertapa menjadi seorang pengkotbah apostolik. Gaya seperti inilah yang nantinya diikuti oleh para pengikutnya di masa depan.
3. Para Pengikut Awal
Hanya butuh beberapa minggu, Fransiskus dengan gembira menerima saudara-saudaranya yang pertama di Porziuncola. Yang pertama dari antara mereka adalah Bernardo Quintavalle, seorang muda kaya dari Assisi. Ia mengundang Fransiskus ke rumahnya untuk makan malam (rumah itu sampai saat ini masih ada). Pada saat bermalam di rumahnya itulah Bernardo menyadari bahwa Fransiskus alih-alih tidur malahan berdoa sepanjang malam. Keesokan paginya, Bernardo mengambil keputusan besar. Bersama dengan Fransiskus, ia pergi ke Gereja San Nicolo yang terletak di tengah kota dan bersama mereka mencari tahu dari Injil apa kehendak Tuhan atas dirinya. Selama tiga kali mereka membukanya dan menemukan tiga perikop berikut ini : “Jika kamu ingin menjadi sempurna, pergi dan jual segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin dan kamu akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah kemari, ikutlah Aku !” (Mat. 19:21) “Jangan membawa bekal dalam perjalanan. ” (Luk. 9:3) “Jika engkau ingin mengikuti-Ku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikuti Aku” (Luk. 9 : 23). Bacaan-bacaan Injil inilah yang menjadi dasar awal peraturan gerakan penginjilan yang diprakarsai Fransiskus. April 1208, dua orang lagi bergabung bersama dengan Fransiskus dan Bernardo. Mereka adalah Pietro Cattani, seorang pengurus gereja Katedral dan Egidius yang bergabung dengan Fransiskus pada 23 April. Tak lama setelah bergabung, mereka berdua pergi untuk berkotbah. Fransiskus dan Egidius pergi ke Marches Ancona.
Persaudaraan kecil ini semakin bertambah anggotanya. Pada musim gugur 1208, para saudara pergi berkotbah di bukit Rieti. Mereka berhenti di desa kecil bernama Poggio Bustone, dimana Fransiskus memberikan salam kepada umat dengan kalimat “buon giorno, buona gente” (selamat berjumpa, orang-orang yang baik). Di dalam doa yang sangat khusuk Fransiskus merasakan rekonsiliasi dan pengampunan yang sangat dalam dengan dirinya sendiri.
Di tahun 1209 Fransiskus menuliskan peraturan hidup yang singkat untuk para saudaranya. Peraturan hidup itu terutama tersusun dari teks-teks Injil seperti tiga perikop Injil yang sudah disebutkan sebelumnya. Dia dengan semangat memutuskan membawa kelompoknya ke Roma untuk berjumpa dengan Paus Inosentius III dan meminta pengesahan atas cara hidup yang dilakukannya. Ini adalah tindakannya yang berani. Inosentius III tentu menaruh curiga pada kelompok-kelompok pengkotbah awam – seperti Fransiskus dan kelompoknya. Dia sudah cukup banyak menyaksikan kelompok-kelompok seperti ini, dan sebagian besar akhirnya mengarah ke heretik. Mereka mengkotbahkan Injil dan bahkan nilai-nilai Injili dalm posisi bertentangan dengan lembaga hirarki - yang mereka tuduh dalam kotbahnya sebagai tak bermoral dan melakukan beragam praktek skandal. Saat itu ada banyak sekte heretik, khususnya di wilayah selatan Perancis dan Italia utara. Yang paling berbahaya adalah kaum Cathari/Katar. Kaum awam nampaknya berada diatas angin terhadap lembaga-lembaga gereja. Namun demikian, Innosentius III adalah seorang politikus yang cerdas dan pada saat yang sama juga adalah seorang pemimpin tertinggi Gereja. Setelah mengatasi banyak keragu-raguan terhadap sekelompok pengemis ini yang dihadirkan di hadapannya oleh Kardinal Giovanni Colonna dari San Paolo, ia memutuskan bahwa Fransiskus adalah instrumental dalam hal pembawa bentuk baru yang menjembatani kaum awam dan klerus, tanpa ada bahaya jatuh ke dalam heretik. (Paus inilah yang diyakini dalam tradisi fransiskan sebagai paus yang bermimpi melihat Fransiskus menyokong Gereja dengan pundaknya). Jadi Inosentius III secara lisan mengesahkan Anggaran Dasar dan cara hidup Ordo Saudara-saudara Dina - sebagaimana Fransiskus menyebut para saudaranya dalam keyakinan kuat bahwa mereka harus hidup sebagai saudara sejati dan “minores” sejati seperti yang ditunjukkan oleh Kristus dan para rasulnya; dengan kata lain hidup MENURUT INJIL TUHAN KITA YESUS KRISTUS.
Dengan penuh sukacita kelompok dua belas saudara ini kembali ke Assisi. Dalam perjalanan ke sana mereka menetap sebentar di Rivo Torto, yang berjarak cukup jauh dari Porziuncola. Di tempat itu mereka tinggal selama beberapa bulan dalam kemiskian yang sangat ekstrim. Suatu hari, iring-iringan kaisar-terpilih yaitu Otto IV melewati jalan di depan gubuk mereka untuk menuju Roma agar dimahkotai oleh Paus. Fransiskus mengutus seorang saudara untuk mengingatkan kepadanya bahwa kemuliaannya hanya akan berumur singkat. Saudara tersebut tentu saja dihalangi dan dicegah oleh para pengawal kaisar, namun ia cukup bahagia telah menjalankan tugas tersebut. Sewaktu seorang petani dengan kasar merebut gubuk para saudara tersebut menetap, Fransiskus dan kelompoknya memberikan gubuknya dan meninggalkan Rivo Torto - kembali ke Porziuncola.
Salah satu ciri khas yang patut dicatat mengenai Fransiskus dan gerakannya adalah keterbukaannya terhadap dialog universal. Fransiskus ingin sekali berjumpa dengan para heretik, kaum muslim, kaum buangan. Di tahun 1211 dia menuju ke tempat kaum muslim. Impian lamanya tentang keksatriaan dan kemulian bersama para pejuang sekarang diganti menjadi keinginan untuk menjadi bentara pembawa damai bagi kaum muslim. Namun rencananya saat ini gagal. Kapal yang ditumpanginya terjebak badai dan hancur di pinggir pantai Dalmatia. Fransiskus harus kembali ke Ancona dengan kapal lain.
4. Pertobatan Klara
Porziuncola sekali lagi menjadi tanda yang bernilai tinggi dalam sejarah awal Fransiskan di tahun 1211. Pada malam hari tanggal 18-19 Maret, Klara melarikan diri dari rumah keluarganya di Assisi dan berhasil melewati gerbang-gerbang kota menuju ke Porziuncola. Nampaknya perencanaan sudah dibuat dengan cermat sebelumnya antara Klara dan Fransiskus, dengan persetujuan Uskup Guido. Hari Minggu itu adalah Hari Raya Minggu Palma, dan Klara dengan cara ini juga ambil bagian dalam peringatan Kristus memasuki Yerusalem - di dalam gereja katedral. Sewaktu orang-orang tertidur, ia menjalankan rencana pelariannya. Beberapa bulan sebelumnya ia telah bertemu dengan Fransiskus secara diam-diam untuk menyatakan bahwa ia ingin bergabung dengan gerakan Fransiskus. Maka akhirnya mereka memutuskan untuk menyusun rencana. Klara bertemu dengan Fransiskus di Porziuncola. Di sanalah ia mencukur rambut Klara yang berwarna keemasan di kaki altar Perawan Maria. Dia melepaskan pakaian bangsawan dan menggantinya dengan jubah pentobat. Fransiskus mengantarnya bersama dengan beberapa saudara ke biara wanita Benediktin San Paolo delle Abbadesse di Bastia Umbra. Keluarganya menuntut Klara kembali, namun di tempat itu Klara terlindungi oleh peraturan kepausan tentang klausura untuk para biarawati yang melarang pihak luar masuk ke wilayah klausura para biarawati. Tak lama, Klara dipindahkan ke biara Benediktin lainnya, Sant’Angelo Panzo, di kaki Gunung Subasio. Di sanalah saudari Klara – yaitu Caterina – bergabung dengannya. Pamannya, Monaldo datang untuk menyeret Caterina kembali ke rumah secara paksa, namun tidak berhasil. Klara dan saudarinya, yang berganti nama menjadi Agnes, dipindahkan oleh Fransiskus ke San Damiano. Seperti pernah diramalkannya, di tempat itulah Ordo Para Wanita Miskin San Damiano didirikan. Di kapel kecil dan di biara inilah Klara dan saudari-saudarinya bertempat tinggal dalam pingitan, namun tanpa kepemilikan dan hak milik dalam bentuk apa pun. Sampai saat kematiannya tanggal 11 Agustus 1253, Klara tidak pernah pergi dari San Damiano. Di sanalah ia memohon kepada dua Paus untuk mensahkan Hak Khusus atas Kemiskinan bagi para saudarinya. Di sana jugalah ibundanya Hortulana dan saudari kandungnya yang lain Beatrice bergabung bersama Klara. Di San Damiano ia menerima persetujuan akhir atas Anggaran Dasarnya, yang disusun berdasarkan Anggaran Dasar para Saudara Dina, hanya dua hari sebelum ia wafat, sambil memuji Tuhan karena telah menciptakan dirinya.
Hidup kontemplatif Klara merupakan pelengkap atas hidup apostolik aktif yang dilakukan Fransiskus dan saudara-saudaranya. Tetapi hal ini tidak berarti bahwa Fransiskus tidak melaksanakan hidup kontemplatif. Ia justru sering menghabiskan waktu berbulan-bulan dalam kesendirian dan keheningan, biasanya bersama-sama dengan sekelompok kecil para saudaranya, di dalam beberapa pertapaan yang ditemukannya di perbukitan Italia. Barangkali salah satu pertapaan yang paling terkenal adalah Le Carceri, di Gunung Subasio, bagian atas kota Assisi. Fransiskus juga menuliskan peraturan singkat untuk para saudara yang tinggal di pertapaan menjalankan hidup kontemplatif. Pada 8 Mei 1213 Fransiskus sedang berada di San Leo, sebuah kastil abad pertengahan yang cukup dekat dengan San Marino. Di sana ia dikunjungi oleh seorang bangsawan bernama Count Orlando Chiusi, asal Tuscany, yang menawarkan kepadanya dan para saudaranya sebuah bukit yang disebut La Verna, di daerah Casentino. Fransiskus dengan sukacita menerima tawaran itu karena La Verna sangat cocok sebagai tempat untuk pertapaan. Pegunungan itu nantinya akan menjadi saksi stigmatisasi Fransiskus pada September 1224.
5. Perjalanan Apostolik
Perjalanan apostolik lainnya dilakukan oleh Fransiskus dalam tahun 1213-1214. Saat itu ia ingin pergi ke Spanyol, untuk melakukan pewartaan Injil ke tengah kaum muslim di Maroko. Namun rencana itu tidak berhasil karena Fransiskus sakit dan harus kembali ke Italia. Di Porziuncola dia menerima sekelompok orang terpelajar yang ingin masuk Ordonya. Salah satu diantaranya adalah saudara Thomas dari Celano, yang nantinya menjadi penulis dari tiga riwayat hidup Fransiskus.
Pada November 1215 Fransiskus membantu di salah satu peristiwa penting dalam sejarah Gereja, yaitu di Konsili Lateran Keempat, dilaksanakan di Roma oleh Paus Inosentius III. Pada saat inilah barangkali Fransiskus berjumpa dengan pendiri Ordo religius apostolik yang bernama Dominic Guzman. Konsili ini menghasilkan beberapa keputusan penting, salah satunya adalah tidak mengijinkan lagi persetujuan atas Anggaran Dasar atau Peraturan Hidup baru untuk Ordo religius. Fransiskus berhasil mendapatkan persetujuan definitif (pengesahan dengan bulla) atas Anggaran Dasarnya di tahun 1223 dengan dasar bahwa Inosentius III telah menyetujui sebelumnya secara lisan pada tahun 1209.
Pada tanggal 16 Juli 1216 Paus Inosentius III wafat di Perugia. Pada peristiwa inilah Jacques de Vitry, yang terpilih sebagai Uskup Acre di Tanah Suci, dalam suatu surat yang ditulis dari Genova, menyebutkan perihal Para Saudara Dina dan Para Wanita Miskin San Damiano. Surat itu adalah dokumen awal dari non-Fransiskan yang menyebutkan gerakan yang dilakukan oleh Fransiskus dari Assisi. Honorius III menjadi pengganti Inosentius III. Darinya Fransiskus mendapatkan indulgensi Porziuncola pada musim panas 1216. Dokumen mengenai indulgensi ini berasal dari sumber-sumber yang bertahun 1310, namun masih dilakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai kebenaran historis dari indulgensi ini serta cara-cara Fransiskus mendapatkannya.
Gereja Porziuncola juga sering menjadi tempat pertemuan tahunan oleh para saudara, yang disebut Kapiter General, biasanya diadakan pada Hari Raya Pentekosta, di bulan Mei-Juni. Tersimpan bukti-bukti dokumen untuk beberapa Kapitel penting. Di tahun 1217, misalnya, selama Kapitel para saudara memutuskan untuk mengatur misi pewartaan ke bagian utara di Pegunungan Alpen sampai menyeberangi Mediterania. Egidius diutus ke Tunis, Elias ke Tanah Suci. Fransiskus sendiri berusaha pergi ke Perancis, namun saat ia tiba di Firenze, Kardinal Hugolino, yang menjadi utusan paus untuk Tuscany dan Lombardy, meminta dia untuk tetap di Italia. Kardinal Hugolino memainkan peran penting dalam pengaturan Ordo itu. Dia membantu Fransiskus dalam menyusun versi final Anggaran Dasar, dan dia juga ditunjuk sebagai Kardinal Pelindung Ordo di tahun 1220. Mungkin karena relasi dekatnya dengan Fransiskus yang mempengaruhi keputusan kanonisasi sebagai orang kudus pada tahun 1228, hanya dua tahun setelah kematian Fransiskus. Karena pada saat itu Kardinal Hugolino menjadi Paus Gregorius IX. Selama Kapitel 1217, Ordo tersebut telah terorganisir secara lebih efisien karena dibagi-bagi menjadi beberapa provinsi.
Kapitel tahun 1219 menetapkan pengutusan misionaris ke wilayah Jerman, Perancis, Hungaria, Spanyol dan Maroko. Para saudara yang pergi ke Maroko menjadi martir di Marrakesch pada 16 Januari 1220. Santo Berardus dan kawan-kawan adalah martir Fransiskan pertama yang ada pada daftar panjang para saudara yang meninggal karena menjadi saksi Injil.
Pada saat yang sama Fransiskus memutuskan pergi ke Acre dan Damiata di Mesir saat pasukan perang salib berusaha menguasai Mesir. Pada musim gugur tahun 1219 Fransiskus tiba di Damiata dan meminta ijin dari utusan paus untuk masuk ke kamp kaum muslim dengan resiko ditanggung sendiri. Bersama dengan Saudara Illuminato ia pergi ke perkemahan kaum muslim dan berbicara dengan sultan Malik el Kamil. Sultan bersedia mendengarkan kotbah Fransiskus dan nampaknya ia juga memberikan ijin kepada Fransiskus untuk bisa mengunjungi Tanah Suci. Setelah pasukan perang salib menguasai Damiata di tahun 1220 Fransiskus pergi ke Acre, mungkin setelah mendapat kesempatan untuk melihat tempat-tempat suci umat kristen di Tanah Suci, yang saat itu dikuasai oleh kaum muslim. Fransiskus dan kelompoknya sejak saat itu mendapat tempat di Tanah Suci. Fakta-fakta sejarah tentang perjalanan Fransiskus ke wilayah Timur juga didokumentasikan di dalam surat yang ditulis oleh Jacques de Vitry, dari Damiata pada tahun 1220.
Selama ketidakhadirannya di Italia, Fransiskus mempercayakan Ordo di tangan dua orang saudara yaitu saudara Matteo da Narni dan saudara Gregorio da Napoli. Pada musim semi 1220 ia menerima informasi mengenai keadaan Ordo yang terpecah dibawah kepemimpinan kedua saudara tersebut dan sangat menyita perhatiannya. Bersama dengan Pietro Cattani, Elias dan Caesar Speyer ia kembali ke Italia dan berlabuh di Venisia. Pada peristiwa inilah Fransiskus meminta bantuan Kardinal Hugolino, yang telah ditunjuk sebelumnya sebagai pelindung Ordo ini. Fransiskus mengundurkan diri dari kepemimpinan Ordo, dan menunjuk Pietro Cattani sebagai Vikarius. Cattani tetap menjabat vikarius sampai 10 Maret 1221, saat kematiannya. Pada saat Kapitel Pentekosta tahun 1221 saudara Elias dinominasikan sebagai vikarius. Sementara itu pada 22 September 1220, Paus Honorius III, melalui dekrit kepausannya “Cum secundum consilium”, mengatur supaya ada masa novisiat di Ordo tersebut.
Kapitel tertanggal 30 Mei 1221 kemudian menjadi terkenal dalam sejarah Ordo fransiskan. Kapitel itu dikenal dengan sebutkan “kapitel tikar”. Beberapa ahli sejarah fransiskan berbeda pendapat mengenai tahun diadakannya kapitel tersebut. Kemungkinan besar kapitel tikar diadakan di tahun 1219 dan bukan di tahun 1221, karena pada tahun 1221 Kardinal Hugolino menjadi legatus kepausan di wilayah Veneto, dan kapitel itu dipimpin oleh Kardinal Raniero Capocci, seorang Sistersiensis. Kapitel ini terkenal karena banyaknya jumlah saudara yang hadir, dan mereka membuat gubuk-gubuk sederhana di sekitar Porziuncola; karena itulah gereja Maria Ratu Para Malaikat disebut juga Porziuncola (= bagian kecil). Hal penting yang dihasilkan pada Kapitel 1221 adalah Anggaran Dasar pertama yang disebut juga “Anggaran Dasar Tanpa Bulla”, yang tidak mendapatkan persetujuan dari paus. Pada Kapitel ini juga diputuskan mengirim misionari ke wilayah Jerman dibawah pimpinan Caesar dari Speyer dan Thomas dari Celano, bersama dengan Giordan dari Giano, yang dikemudian hari menulis kronik tentang perjalanan misionaris ini.
Pada tahun 1221 juga terjadi peristiwa persetujuan “Memoriale propositi” atau Anggaran Dasar Pertama dari Ordo Para Pentobat, atau Ordo Ketiga. Memang masih terbuka diskusi bagi para sejarawan apakah peristiwa ini bisa dianggap awal lahirnya keluarga besar Fransiskan, yang sebagian besar terdiri dari awam; namun bisa diterima bahwa Fransiskus memberikan peraturan atau cara hidup bagi kaum awam yang ingin menjalankan gagasan-gagasan penginjilannya. Peraturan hidup ini kemudian disetujui oleh Gereja.
Periode 1221-1222 ditandai dengan banyaknya saat berkotbah di hadapan publik yang diatur oleh Fransiskus di wilayah utara Italia. Tanggal 15 Agustus 1222 Fransiskus berkotbah di lapangan utama Bologna, sebuah kota studi yang terkenal, dimana para saudaranya kemungkinan belajar teologi. Melalui catatan kecil yang ditulis Fransiskus kepada Antonius dari Padua, tertanggal 1223, kita tahu bahwa santo yang terkenal sebagai pujangga gereja ini mengajar teologi kepada para saudara di Bologna, karena Antonius adalah anggota provinsi Romagna di wilayah utara Italia.
Karena perlunya sebuah Anggaran Dasar definitif yang disetujui oleh Gereja membuat Fransiskus mengundurkan diri ke pertapaan lainnya di Fontecolombo tahun 1223, bersama saudara Leo dan Bonizo dari Bologna, seorang ahli hukum sipil dan gereja. Di sanalah Fransiskus menyusun versi akhir dari Anggaran Dasar, yang setelah melalui banyak kesulitan dan pertentangan dari kalangan para saudara yang terpelajar, akhirnya disetujui oleh Kapitel Umum. Pada tanggal 29 November 1223 Paus Honorius III secara resmi menyetujui Anggaran Dasar Saudara-saudara Dina, disebut juga “Anggaran Dasar dengan Bulla”, melalui bula “Solet annuere”. Setelah itu pada lokasi pertapaan lainnya di lembah Rieti, yaitu Greccio, Fransiskus merayakan pesta Natal 25 Desember 1223 dengan cara yang sangat orisinil, yaitu dengan membuat Misa Malam Palungan Natal sebagai kenangan atas kesederhanaan kelahiran Kristus di Bethlehem.
Kapitel Umum tahun 1224 juga mengatur ekspedisi misioner lainnya, saat ini untuk tujuan Inggris. Pada 10 September para saudara mendarat di Dover, dan diteruskan ke Canterbury, London dan Oxford, dimana mereka segera membuat tempat tinggal dan mengatur hidup sebagai pengkotbah keliling di universitas-universitas. Thomas dari Eccleston memberi kita kronik menarik mengenai para Fransiskan awal di Inggris yang berjudul “De adventu Fratrum Minorum in Angliam”.
6. Akhir Peziarahan di Dunia
Antara tanggal 15 Agustus dan 29 September 1224 Fransiskus berada di La Verna, selama masa doa dan puasa yang ia sebut “masa puasa Santo Mikael”. Pada saat inilah, mungkin saat pesta Peninggian Salib 14 September, Fransiskus mendapatkan penglihatan mistik malaikat serafim yang tersalib dan ia menerima kelima luka kudus Kristus pada tubuhnya. Peristiwa ini dikemudian hari terdokumentasi dengan baik pada riwayat hidup yang ditulis oleh Thomas dari Celano demikian pula melalui lukisan-lukisan yang dibuat pada masa itu. Setelah akhir periode retret ini ia kembali ke Porziuncola, melewati Borgo San Sepolcro, Monte Casale dan Città Castello. Walaupun ia lemah dan sangat sakit, menunggang seekor keledai, Fransiskus berkotbah di Umbria selama musim dingin 1224-1225.
Tahun 1225 merupakan awal dari saat-saat terakhir sakit yang dideritanya. Dia menjadi buta, dan pada musim panas ia dibawa ke San Damiano untuk dirawat secara lebih teliti oleh para saudari miskin Klara. Saudara Elias mendesak agar Fransiskus mendapatkan perawat medis, namun perawatan itu tertunda. Di San Damiano, setelah melewati malam yang sangat berat baginya, Fransiskus menyusun Kidung Saudara Matahari, atau Pujian Kepada Segala Makhluk. Pada bagian akhir kidung itu ia menambahkan bagian tentang pengampunan, setelah ia mendamaikan uskup dan podestà di Assisi. Dan menjelang kematiannya ia menambahkan bagian tentang Saudari Maut.
Di Bulan Juli 1225 Fransiskus setuju untuk pergi ke Rieti, untuk mendapatkan perawatan medis dari para dokter kepausan. Di Rieti dia disambut oleh Kardinal Hugolino dan dewan kepausan. Kemudian ia melanjutkan ke Fontecolombo untuk, atas desakan saudara Elias, menjalani operasi pelipis matanya yang kian memburuk. Operasi ini akhirnya gagal, mata Fransiskus tetap buta. Bulan September 1225 dia dipindahkan ke San Fabiano della Foresta, dekat Rieti, untuk mendapatkan perawatan lebih lengkap. Melalui doa-doanya, kebun anggur milik imam miskin yang menjaga gereja San Fabiano menghasilkan buah-buah yang berlimpah, walaupun kebun anggur itu terinjak-injak oleh orang-orang yang mengunjungi Fransiskus.
Tahun 1226 adalah tahun yang terakhir baginya. Pada musim panas ia dibawa ke Siena untuk perawatan. Pada satu malam saat ia mengalami penderitaan yang mendalam, ia mendiktekan beberapa kata perpisahan yang dikemudian hari dikenal sebagai Wasiat Siena. Kemudian ia dipindahkan ke pertapaan Celle di Cortona, dimana ia mendiktekan Wasiatnya yang terakhir.
Pada musim panas 1226 Fransiskus berada di Bagnara, bukit dekat Nocera. Kondisinya semakin memburuk, dan ia dibawa ke tempat kediaman uskup di Assisi. Dia tahu bahwa “saudari maut” sudah dekat. Maka ia meminta agar dibawa ke Porziuncola pada bulan September. Uskup Guido pada saat itu sedang pergi ziarah ke Monte Gargano. Pada perjalan menuju Porziuncola, Fransiskus memberkati kota kelahirannya itu.
Pada hari Sabtu 3 Oktober 1226, saat matahari terbenam, Fransiskus meninggal di Porziuncola, setelah ia meminta para saudara membacakannya kisah sengsara Kristus menurut Injil Yohanes, dan mendoakan Mazmur 141. Hari Minggu 4 Oktober iring-iringan pemakaman membawa jenazah Fransiskus ke kota Assisi, dan melewati San Damiano agar Klara dan para saudarinya bisa melihat bapa rohaninya untuk terakhir kali. Fransiskus dikuburkan di dalam gereja San Giorgio, tempat dimana pada masa kecil ia mendapat pendidikan sekolah. Saudara Elias sebagai vikarius mengumumkan wafatnya Fransiskus kepada Ordo melalui surat berantai.
Pada 19 Maret 1227 Kardinal Hugolino terpilih sebagai Paus dan mengambil nama Gregorius IX. Salah satu tugas awalnya adalah mengusahakan beberapa hal untuk menghormati “sang miskin” dari Assisi. Pada 30 Mei 1227 Giovanni Parenti terpilih sebagai Minister General Ordo pada Kapitel Pentekosta.
Pada tanggal 29 April 1228, melalui bula kepausan “Recolentes”, Gregorius IX memutuskan untuk membangun “specialis ecclesia”, sebuah gereja khusus, untuk menghormati Fransiskus. Tanggal 16 Juli ia secara pribadi datang ke Assisi untuk mengkanonisasi Fransiskus. Bula “Mira circa nos” tanggal 19 Juli menyatakan Fransiskus dari Assisi adalah orang kudus dan menetapkan pestanya pada tanggal 4 Oktober. Pada saat itu juga Gregorius IX meletakkan batu pondasi untuk pembangunan basilika yang diperintahkannya agar dibangun di atas “collis inferni”, pada bagian barat kota, yang kemudian namanya diganti menjadi “collis paradisi”. Tiga gereja dibangun dalam waktu cukup lama, dibawah arahan Saudara Elias. Basilika itu terdiri dari makam sang santo, dan dua basilika bersusun, yaitu gereja makam dan gereja monastik. Gereja makam siap digunakan untuk pesta meriah pemindahan relikwi Santo Fransiskus pada tanggal 25 Mei 1230.
Tahun 1939 Santo Fransiskus dinyatakan sebagai pelindung Italia dan di tahun 1980 ia diangkat sebagai pelindung ekologi oleh Paus Yohanes Paulus II.
BalasHapusTerima kasih atas informasinya... Salam Damai
Terima kasih untuk pengajrnnya. Semakin mengenal Santo Fransiskus Asisi. Tuhan memberkati😇😇
BalasHapus