Bapa Surgawi, setelah berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita (bdk Ibrani 1:1) menawarkan Perjanjian-Nya dan kerapkali menghadapi perlawanan dan penolakan, menghendaki dalam kepenuhan waktu membuat suatu perjanjian yang baru, definitif dan tak dapat dibatalkan dengan umat manusia, memeteraikannya dengan Darah Putra TunggalNya, yang wafat dan bangkit demi keselamatan segenap umat manusia. Yesus Kristus, Allah yang menjadi manusia, mengenakan daging kita sendiri dalam Maria, berpartisipasi dalam hidup kita dan memilih untuk ikut ambil bagian dalam sejarah kita. Guna mewujudkan Perjanjian-Nya Allah mencari suatu hati yang muda dan Ia mendapatinya dalam Maria, “seorang perempuan muda”…
. Sekarang, perspektif ini sebagaimana disampaikan dalam Kitab Suci tampak teristimewa menantang bagi budaya dan kepekaan manusia jaman sekarang. Orang yang rendah hati dipandang sebagai seorang yang menyerah, seorang yang kalah, seorang yang tak punya suara bagi dunia. Tetapi sebaliknya, inilah jalan utama, bukan hanya karena kerendahan hati merupakan suatu keutamaan manusia yang luhur melainkan karena, pertama-tama, kerendahan hati mewakili cara Allah Sendiri bertindak. Kerendahan hati adalah cara yang dipilih Kristus, Pengantara Perjanjian Baru, yang (Lukas 14:11)“Makin besar engkau, makin patut kau rendahkan dirimu, supaya kau dapat karunia di hadapan Tuhan. Sebab besarlah kekuasaan Tuhan,”. Adalah kerendahan hati Maria yang dihargai Allah lebih dari yang lain dalam dirinya. Dan adalah tepat mengenai kerendahan hatilah yang disampaikan oleh kedua bacaan lainnya dalam liturgi pada hari ini kepada kita. Bukankah suatu kebetulan yang menggembirakan bahwa pesan ini disampaikan kepada kita tepat di sini di Loreto? Di sini, kita secara spontan berpikir akan Rumah Suci Nazaret, yang adalah Rumah kerendahan hati: kerendahan hati Allah yang menjadi manusia, yang menjadikan Diri-Nya kecil, dan kerendahan hati Maria yang menyambut-Nya dalam rahimnya; kerendahan hati sang Pencipta dan kerendahan hati makhluk ciptaan. Yesus, Putra Allah dan Putra Manusia, dilahirkan dari pertemuan kerendahan hati ini. Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-NyaTetapi apakah yang membuat manusia “muda” dalam makna Injil? Pertemuan kita, yang mengambil tempat dalam bayang-bayang suatu tempat devosi kepada Maria, mengundang kita untuk memandang pada Bunda Maria. Karenanya, marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri: Bagaimanakah Maria melewatkan masa mudanya? Mengapakah bahwa dalam diri Maria, yang tidak mungkin menjadi mungkin? Maria sendiri menyingkapkannya bagi kita dalam Kidung Magnificat:
Kaum muda terkasih, saya menangkap dalam sabda Allah mengenai kerendahan hati ini suatu pesan penting yang secara istimewa up to date bagi kalian yang hendak mengikuti Kristus dan menjadi warga Gereja-Nya. Inilah pesan itu: janganlah mengikuti jalan kesombongan melainkan ikutilah jalan kerendahan hati. Lawanlah arus: jangan dengarkan suara-suara yang memikat dan yang membujuk-rayu yang sekarang mencecar kalian dari berbagai sisi kehidupan yang ditandai oleh kecongkakan dan kekerasan, oleh penindasan dan keberhasilan berapapun harganya, oleh yang kelihatan dan oleh mendapatkannya dengan menjual diri. Betapa banyak pesan, yang sampai kepada kalian khususnya lewat media massa, yang menjadikan kalian sasaran! Waspadalah! Bersikaplah kritis! Jangan ikuti gelombang yang diakibatkan oleh tindakan persuasif yang dahsyat ini. Jangan takut, teman-terman terkasih, untuk memilih jalan “alternatif” yang ditunjukkan oleh kasih sejati: gaya hidup bersahaja dan bijak; hubungan emosional yang tulus dan murni; komitmen yang dapat diandalkan dalam belajar dan berkarya; kepedulian yang sungguh bagi kebaikan bersama. Jangan takut tampak berbeda dan dikritik karena apa yang mungkin tampak kuno atau ketinggalan jaman; teman-teman sebaya tetapi juga orang-orang dewasa, khususnya mereka yang tampaknya jauh dari pola pikir dan nilai-nilai Injili, berteriak-teriak melihat orang yang berani hidup seturut kepenuhan manusia sebagaimana diwahyukan oleh Yesus Kristus.
Oleh sebab itu, teman-teman terkasih, jalan kerendahan hati bukanlah jalan pengecut melainkan jalan keberanian. Kerendahan hati bukanlah akibat kekalahan melainkan akibat kemenangan kasih atas cinta diri dan kemenangan rahmat atas dosa. Dalam mengikuti Kristus dan meneladani Maria, kita harus memiliki keberanian untuk rendah hati; kita harus dengan rendah hati mempercayakan diri kepada Tuhan, sebab hanya dengan jalan ini kita akan dapat menjadi alat-alat yang taat dalam tangan-Nya dan mengijinkan-Nya melakukan hal-hal besar dalam diri kita. Tuhan melakukan perkara-perkara ajaib yang hebat dalam diri Maria dan para kudus! Saya terpikir, misalnya, akan St Fransiskus dari Assisi dan St Katarina dari Siena, para pelindung Italia. Saya terpikir juga akan kaum muda yang mengagumkan seperti St Gemma Galgani, St Gabriel dari Bunda Dukacita, St Louis Gonzaga, St Dominic Savio, St Maria Goretti, yang dilahirkan tak jauh dari sini, dan para Beato, Piergiorgio Frassati dan Alberto Marvelli. Dan saya juga terpikir akan banyak kaum muda laki-laki dan perempuan yang termasuk dalam bilangan para kudus yang “anonim”, tetapi yang tak anonim bagi Allah. Bagi Dia, setiap pribadi individu adalah unik, dengan nama dan wajah masing-masing. Semua, dan kalian tahu itu, dipanggil untuk menjadi kudus!
Seperti kalian lihat, kaum muda terkasih, kerendahan hati yang telah Tuhan ajarkan kepada kita dan para kudus telah menjadi saksi atasnya, tiap-tiap orang seturut panggilan originalnya masing-masing, berbeda dari cara hidup pengecut. Marilah kita, di atas segalanya, memandang pada Maria. Di sekolah Maria, kita juga, seperti Maria, dapat mengatakan “ya” kepada Tuhan bagi umat manusia, dari mana mengalirlah semua “ya” hidup kita. Memang benar, tantangan-tantangan yang harus kalian hadapi banyak dan tak mudah. Akan tetapi yang terutama adalah senantiasa mengikuti Kristus hingga akhir tanpa syarat ataupun kompromi. Dan mengikuti Kristus berarti merasa diri sebagai bagian yang hidup dari tubuh-Nya yang adalah Gereja. Orang tak dapat menyebut diri seorang murid Yesus jika ia tak mengasihi dan mentaati Gereja-Nya. Gereja adalah keluarga kita di mana kasih kepada Tuhan dan kepada saudara dan saudari kita, teristimewa melalui partisipasi dalam Ekaristi, memungkinkan kita untuk mengalami sukacita telah mencicipi terlebih dahulu, sekarang ini, kehidupan mendatang yang akan sepenuhnya diterangi oleh Kasih. Kiranya komitmen kita sehari-hari adalah hidup di sini di bawah seolah kita telah di surga di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar