Senin, 26 Desember 2011

15 Janji Bunda Maria Kepada Orang-Orang yang Berdoa Rosario



  1. Mereka yang dengan setia mengabdi padaku dengan mendaraskan Rosario, akan menerima rahmat-rahmat yang berdaya guna.
  2. Aku menjanjikan perlindungan istimewa dan rahmat-rahmat terbaik bagi mereka semua yang mendaraskan Rosario.
  3. Rosario akan menjadi perisai ampuh melawan neraka. Rosario melenyapkan sifat-sifat buruk, mengurangi dosa dan memenaklukkan kesesatan.
  4. Rosario akan menumbuhkan keutamaan-keutamaan dan menghasilkan buah dari perbuatan-perbuatan baik. Rosario akan memperolehkan bagi jiwa belas kasihan melimpah dari Allah, akan menarik jiwa dari cinta akan dunia dan segala kesia-siaannya, serta mengangkatnya untuk mendamba hal-hal abadi. Oh, betapa jiwa-jiwa akan menguduskan diri mereka dengan sarana ini.
  5. Jiwa yang mempersembahkan dirinya kepadaku dengan berdoa Rosario tidak akan binasa.
  6. Ia yang mendaraskan rosario dengan khusuk, dengan merenungkan misteri-misterinya yang suci, tidak akan dikuasai kemalangan. Tuhan tidak akan menghukumnya dalam keadilan-Nya, ia tidak akan meninggal dunia tanpa persiapan; jika ia tulus hati, ia akan tinggal dalam keadaan rahmat dan layak bagi kehidupan kekal.
  7. Mereka yang memiliki devosi sejati kepada Rosario tidak akan meninggal dunia tanpa menerima sakramen-sakramen Gereja.
  8. Mereka yang dengan setia mendaraskan Rosario, sepanjang hidup mereka dan pada saat ajal mereka, akan menerima Terang Ilahi dan rahmat Tuhan yang berlimpah; pada saat ajal, mereka akan menikmati ganjaran pada kudus di surga.
  9. Aku akan membebaskan mereka, yang setia berdevosi Rosario, dari api penyucian.
  10. Putera-puteri Rosario yang setia akan diganjari tingkat kemuliaan yang tinggi di surga.
  11. Kalian akan mendapatkan segala yang kalian minta daripadaku dengan mendaraskan Rosario.
  12. Aku akan menolong mereka semua yang menganjurkan Rosario Suci dalam segala kebutuhan mereka.
  13. Aku mendapatkan janji dari Putra Ilahiku bahwa segenap penganjur Rosario akan mendapat perhatian surgawi secara khusus sepanjang hidup mereka dan pada saat ajal.
  14. Mereka semua yang mendaraskan Rosario adalah anak-anakku, saudara dan saudari Putra tunggalku, Yesus Kristus.
  15. Devosi kepada Rosarioku merupakan pratanda keselamatan yang luhur.

Rabu, 21 Desember 2011

Band Sebagai Alat Musik Misa, Bolehkah?

Pertanyaan:

Sementara ini saya tdk menyebutkan spesifik parokinya dulu, alasannya krn saya tdk mempunyai bukti rekaman saat itu.
Tetapi jika memang hal tsb sudah menyalahi aturan liturgi, mungkin perlu dilakukan lagi semacam refreshment terhadap tata liturgi yg benar termasuk apa yg boleh dan apa yg tidak boleh.

Apakah boleh musik pengiring menggunakan band? Setahu saya alat musik di dalam gereja adalah orgel (CMIIW). Ceceps.

Jawaban:

Shalom,

Pada awal abad ke 20, melalui Tra le Sollecitudini, (Instruksi tentang Musik Gerejawi) Paus Pius X menentukan bahwa alat musik gereja adalah orgel pipa. Sejak abad ke-16, alat musik lain seperti gitar, alat musik tiup dan brass instrument hanya boleh digunakan dengan ijin pemimpin Gereja setempat.

Menurut Konsili Vatikan II, Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Concilium/ SC), memang alat musik yang dianjurkan adalah organ (orgel pipa), lihat SC 120, yang mengatakan demikian:

“Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara-upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati umat kepada Allah dan ke surga.
Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.”

Maka di sini seandainya mau digunakan alat musik lain, harus dipertimbangkan apakah cocok dan sesuai dengan kesakralan ibadat suci, dan cocok untuk liturgi, dan harus dengan persetujuan dengan pimpinan gerejawi setempat. Tentu maksudnya, adalah untuk menjaga kesakralan musik gerejawi, dan bahwa musik gerejawi tidak selayaknya disamakan dengan musik sekular. Prinsipnya, bukan musik liturginya yang harus direndahkan menjadi seperti musik pop sekular baru bisa dihayati. Sebaliknya, kita harus berusaha “meningkatkan” kemampuan musikal, sehingga dapat melagukan kidung-kidung surgawi, dengan alat musik yang sesuai.

Tentang penggunaan band di gereja, memang secara eksplisit dilarang seperti yang jelas tertulis dalam Motu proprio yang dikeluarkan oleh Paus Pius X tahun 1903 tentang Instruksi dalam hal Musik sakral gerejawi. Izinkan saya menyampaikan terjemahannya:

“20. Dilarang keras menggunakan alat musik band di dalam gereja, dan hanya di dalam kondisi- kondisi khusus dengan persetujuan Ordinaris dapat diizinkan penggunaan alat musik tiup, yang terbatas jumlahnya, dengan penggunaan yang bijaksana, sesuai dengan ukuran tempat yang tersedia dan komposisi dan aransemen yang ditulis dengan gaya yang sesuai, dan sesuai dalam segala hal dengan penggunaan organ.”

Alasannya berhubungan dengan point 19, yaitu alat musik yang ribut dan berkesan tidak serius (noisy and frivolous) memang dilarang untuk digunakan di dalam liturgi seperti drum, cymbal, bermacam bell dan sejenisnya.

Memang disebutkan juga di SC 119, terdapat kekecualian pada tanah-tanah misi yang mungkin terpencil, -yang mungkin tidak ada listrik- sehingga alat musik orgel tidak bisa dipergunakan, maka diperbolehkan alat musik tradisional lainnya, asalkan sesuai dengan maksud religius/ penyembahan kepada Tuhan.

Menyikapi ketentuan ini, maka penggunaan drum/ band memang seharusnya tidak boleh digunakan untuk alat musik yang umum pada Misa Kudus. Atau, jika sampai diperbolehkan sekalipun disebabkan karena pertimbangan yang khusus dari pihak Ordinaris, harus ada alasan yang kuat dan ijin dari pihak pimpinan gerejawi setempat, yang disertai pembatasan-pembatasan tertentu, supaya ibadat tidak terkesan seperti bar dan tempat hiburan sekular.

Prinsip dasar dari musik liturgi ini harus diketahui oleh para pemusiknya, baik yang sudah profesional atau yang masih amatir, yang bermain musik di gereja karena ingin menyumbangkan talenta. Harap diketahui bahwa musik adalah bagian yang penting dalam liturgi dan maksudnya untuk menerapkan dan menjadi satu kesatuan dengan liturgi itu sendiri, sehingga bukan untuk sekedar menghibur/ entertain umat atau memuliakan para musikus itu sendiri. Mottonya seharusnya adalah: Non nobis Domine, sed nomini tuo da gloriam! (Bukan untuk kami, Tuhan, tetapi kemuliaan hanya bagi nama-Mu!)

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

Senin, 19 Desember 2011

Tentang Gereja Kristen Koptik

Pertanyaan:

Damai sejahtera selalu….

Saya baru mengetahui adanya Kristen Koptik, yang saya dapatkan dari email yang mengulas tentang novel berjudul “ayat-ayat Cinta” yang heboh itu. Pertanyaan saya ….
1. Apa ada hubungan dengan Katolik Roma? karena mereka meyakini sebagai mata rantai langsung dari Jemaat Mula Mula.
2. Apakah Baptisannya juga sah menurut Gereja Katolik Roma?
3. Banyak tradisi mereka yang diadopsi oleh agama Islam, kok bisa ya, malah Agama Islam lebih mendominasi?
4. Apa benar ada tradisi syalat (dengan 7 waktu) pada jemaat mula-mula?

Untuk lebih jelasnya saya kutipkan langsung. atas penjelasannya saya ucapkan terima kasih.
Tuhan Yesus memberkati, Georgius

Jawaban:

Shalom,

Terima kasih untuk pertanyaannya tentang gereja Koptik dan bahkan ulasan tentang cerita “Ayat-ayat Cinta”. (kami menyertakan kutipannya di bawah artikel ini) Kami belum pernah menonton ataupun membaca cerita yang dimaksud, dan baru membaca ringkasannya melalui surat anda. Maka demikianlah tanggapan kami atas pertanyaan anda:

1. Tentang hubungan gereja Koptik dengan Gereja Katolik.

Sejarah mencatat bahwa Gereja Alexandria yang menjadi pusat penyebaran ke Mesir didirikan oleh St. Markus Pengarang Injil. Sampai pada tahun 381 para Patriarkh Alexandria memang mengambil tempat kedua setelah Uskup Roma. Kepemimpinan Patriarkh Alexandria ini mencapai puncaknya pada masa St. Cyril/ Sirilus (412-444) dengan pengajaran yang menjelaskan ke-Allahan Kristus. Namun kemudian penerus St. Cyril yaitu Dioscurus (444-451) mengikuti pengajaran Euthyches menyebabkan gereja Alexandria diguncang oleh bidaah Monophysite yang menentang kemanusiaan Yesus, dengan mengajarkan bahwa hanya ada satu kodrat dalam Kristus, yaitu ke-Allahan-Nya (Menurut bidaah ini, sebelum inkarnasi terdapat dua kodrat, namun setelah inkarnasi hanya satu. Namun ajaran ini: 1) tidak sesuai dengan maksud inkarnasi yaitu Sabda yang menjelma menjadi manusia, dan juga2) ajaran ini mensyaratkan bahwa sebelum inkarnasi, tubuh dan jiwa Kristus sebagai manusia sudah ada, dan ini tidak mungkin).

Dengan adanya bidaah ini, maka Gereja Alexandria (Koptik) terpisah menjadi dua, yaitu yang Katolik (kemudian dikenal sebagai Melchites), dan yang Monophysites (kemudian dikenal sebagai Jacobites), yang mengikuti bidaah Dioscurus. Pertikaian antara keduanya ini kemudian menjadikan Gereja di sana menjadi lemah. Pada saat inilah yaitu sekitar abad ke-7, agama Islam masuk. Kasus Photius (879) dan Michael Caerularius (1048-58) juga kemudian memperuncing perpecahan gereja Timur Alexandria dengan Gereja Barat/Latin di Roma.

Namun di antara Patriarkh Alexandria tersebut ada yang merujuk kepada Roma, walaupun pada saat itu baik Melchites maupun Jacobites belum ada yang resmi bersatu dengan Roma. Demi usaha persatuan yang dilakukan oleh para patriarkh tersebut inilah maka pada jaman pemerintahan Paus Innocent III (1198-1216) diadakan Patriarkh Latin di Alexandria, yaitu pada tahun 1215 walaupun keberadaannya hanya bertahan sepanjang waktu dominasi Latin di kerajaan Byzantine.

Selanjutnya, pada tahun 1895 Paus Leo XIII mendirikan Patriarkh Koptik dengan pusat Minieh dan Luksor, untuk Gereja-gereja Koptik yang berada dalam persatuan dengan Roma. Gereja inilah yang akhirnya termasuk dalam salah satu dari 22 Gereja-gereja Timur dalam persekutuan dengan Gereja Katolik (Roma), silakan klik di sini untuk melihat lebih lanjut mengenai ke -22 Gereja Timur ini.

Maka, di Mesir sekarang ini, memang terdapat Gereja- gereja yang berada dalam persatuan dengan Gereja Katolik, maupun gereja Orthodox yang tidak mengakui kepemimpinan Roma.

Kami tidak mengetahui, gereja Koptik yang mana yang diambil sebagai back-ground dalam kisah “Ayat-ayat Cinta” tersebut. Namun apapun gereja yang diambil, sesungguhnya harus tetap diakui bahwa film tersebut merupakan kisah fiktif, dan karenanya penyampaiannya juga bisa distortif. Hal serupa misalnya terjadi pada pengambilan sejarah Gereja yang disampaikan secara distortif pada film Da Vinci Code. Tetapi karena keduanya merupakan kisah fiktif, maka tak ada yang perlu kita risaukan.

2. Apakah Baptisan Gereja Koptik dapat dianggap sah?

Gereja Koptik yang ada dalam persatuan dengan Gereja Katolik merupakan bagian dari Gereja Katolik, sehingga baptisannya sah.

Sedangkan untuk baptisan gereja Koptik yang Ortodox, maka untuk mengetahui sah atau tidaknya, kita memakai rumusan KGK 1256, yaitu sejauh Pembaptisan itu dilakukan dengan intensi/ maksud yang sama dengan Gereja Katolik, dan dilakukan dengan materia dan forma yang benar yaitu: dengan air dan dalam nama Allah Bapa, Putera dan Roh Kudus, maka baptisan dapat dianggap sah.

3. Tradisi mereka diadopsi oleh agama Islam, dan kemudian malah Islam mendominasi.

Sejarah menunjukkan bahwa pada waktu terjadinya bidah Monophysite, maka kepercayaan umat menjadi ’simpang siur’, sehingga sulitnya diperoleh pengajaran yang benar, terutama pada kaum awam, karena secara prosentase, kaum yang mengikuti bidaah Monophysite (Jacobites) lebih banyak daripada yang setia kepada pengajaran para rasul (Melchites). Bidaah Monophysites yang mengajarkan bahwa setelah inkarnasi Yesus hanya mempunyai kodrat sebagai Allah, menimbulkan kebingungan kepada umat, yang sebelumnya memperoleh pengajaran bahwa Kristus adalah sungguh- sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Maka dalam kesimpangsiuran ini, pengajaran Islam memperoleh momentum sehingga kemudian mendominasi di sana, yang tentu kita ketahui, bahwa mereka tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah.

Sebagai tambahan: Kesimpangsiuran tentang bidaah Monophysite ini sebenarnya telah dijernihkan dalam Konsili di Chacedon 451, di mana pengajaran dari Paus Leo Agung dibacakan, yaitu bahwa Kristus mempunyai dua kodrat, yang tidak tercampur baur, tanpa perubahan, tidak dapat dibagi-bagi dan dipisahkan…. Ia menjadi satu Pribadi dan satu hakikat, tidak terbagi di antara dua pribadi, namun kedua kodrat itu membentuk Pribadi Yesus yang unik, satu dan sama.

Memang untuk mengerti pengajaran ini diperlukan kerendahan hati untuk mengakui misteri Allah di dalam diri Kristus. Yesus Kritus mempunyai anugerah kesatuan hypostatik/ “hypostatic union” antara Allah dan manusia di dalam Pribadi-Nya pada saat Ia menjelma menjadi manusia. Sepanjang sejarah, memang terlihat bagaimana orang ingin menyederhanakan misteri ini, sehingga timbullah bermacam- macam bidah di sepanjang sejarah Gereja.

4. Mengenai tradisi shalat/ berdoa 7 waktu, memang telah menjadi tradisi jemaat mula-mula, yang juga dipraktekkan di dalam biara-biara, dan kebanyakan masih diterapkan sampai saat ini. Silakan klik di sini untuk mengetahui lebih lanjut tentang hal ini. Namun sekarang berdoa 7 kali ini tidak diharuskan bagi kaum awam, sekalipun tentu saja, jika ada yang mau mengikutinya, ini sungguh merupakan kebiasaan yang sangat baik.

Yang memang dianjurkan oelh Gereja adalah berdoa minimal di pagi dan sore/ malam hari, dan doa sebelum dan sesudah makan. Selanjutnya adalah kebiasaan yang baik, jika dalam doa pagi atau malam hari umat beriman dapat merenungkan Alkitab, berdoa meditasi ataupun devosi, seperti rosario, dst. Juga dianjurkan bagi yang dapat melakukannya, agar mengikuti juga misa harian di gereja, dan mengembangkan kebiasaan berdoa singkat sepanjang hari. Dengan kebiasaan ini, maka hubungan kedekatan dengan Allah yang ingin dicapai dengan berdoa 7 kali tersebut, tetap dapat dipenuhi dengan cara yang lain, yang dapat dilakukan oleh semua orang.

Sabtu, 17 Desember 2011

7 Mitos Tentang Natal

1. Yesus Lahir Di Kandang

Orang-orang sering menduga hal ini dari fakta bahwa Lukas 2:7 mengatakan Maria membaringkan Yesus di palungan. Di budaya barat, kita menemukan palungan di kandang atau lumbung, dan orang-orang membuat kesimpulan dari sana.

Tapi pada saat bersamaan hewan-hewan sering berlindung di gua-gua, dan berdasarkan tradisi yang kuat kurang lebih pada tahun 100, bahwa Yesus lahir di gua. Hari ini Gereja Nativity di Betlehem didirikan diatas yang serupa seperti gua, dimana sang ahli kitab St. Hieronimus tinggal tepat disebelahnya sekitar tahun 300-an. Didalam tulisannya, Hieronimus menunjuk pada bukti bahwa gua dibawah Gereja Nativity, pada faktanya, merupakan tempat Yesus lahir.

2. Tiga Orang Bijak

Catatan tentang orang bijak, atau majus (yang adalah bukan raja-raja) tercatat di Matius 2, tapi tidak ada satupun disebutkan bahwa disana ada tiga orang bijak.

Penomoran ini mungkin diduga dari fakta bahwa ada tiga hadiah yang diberikan, disana disebutkan: emas, kemenyan, dan mur. Tapi kita benar-benar tidak tahu lebih jauh tentang ukuran atau komposisi dari karavan para majus. Anehnya adalah bahwa untuk ukuran orang kaya dan kunjungan orang yang berkedudukan tinggi, karavan dapat memuat lebih daripada tiga orang, termasuk pelayan-pelayan dan penjaga-penjaga.

3. Orang Bijak Sampai Pada Malam Yang Sama

Sekali lagi, gambaran pada kartu Natal menghantui kita dengan melukiskan para majus sampai pada malam Yesus lahir.

Kita tahu bahwa mereka menghubungkan bintang yang terbit dari Betlehem dengan kelahiran Yesus, dan perjalanan dari tanah air mereka yang jauh, mungkin terlalu jauh untuk dibuat cuma dalam satu malam. Matius 2:10 merekam bahwa di poin ini keluarga kudus tinggal di sebuah rumah (meskipun bisa saja sebuah rumah digabung dengan gua kelahiran Yesus, karena rumah sering digabungkan dengan gua)

Kebanyakan pada dasarnya, Matius 2:16 mengindikasikan bahwa Herodes mencari untuk membunuh semua anak-anak berumur dua tahun dan dibawahnya berdasarkan waktu yang ia pelajari dari para majus, jadi mereka mungkin telah muncul dua tahun kemudian.

4. 25 Desember Bukanlah Kelahiran Kristus Karena Domba Tidak Digembalakan Pada Musim Dingin

Hal ini sering di perdebatkan bahwa Yesus tidak lahir pada tanggal 25 Desember karena Lukas 2:8 merekam bahwa para gembala sedang menggembalakan domba mereka diluar, dan hal ini tidak terjadi pada saat musim dingin.

Tapi ini dilakukan.

Betlehem berada dibawah snow line, domba dengan yang penuh dengan bulu dibawa keluar untuk menjaga agar mereka tetap hangat, dan bahkan hingga sekarang domba-domba digembalakan di Shepherd Field dekat Betlehem setiap tahunnya.

5. Pohon Natal Dilarang Di Perjanjian Lama

Beberapa fundamentalis memperdebatkan bahwa Yeremia 10 mengutuk untuk memiliki pohon Natal sebagai praktek berhala.

Hal ini menjadi aneh, karena Yeremia menulis hal ini sebelum kelahiran Yesus dan sebelum perayaan Natal.

Jika membaca ayat demi ayat dengan hati-hati, disana menunjukkan bahwa Yeremia tidaklah berbicara tentang pohon yang penuh dengan hiasan ini sama sekali. Ia berbicara tentang berhala. Itulah kenapa ia menunjukkan bahwa setelah sebuah pohon di tebang dan seorang pekerja pergi untuk mengerjakan sesuatu pada kayu yang tidak berbicara, bahkan tidak dapat bergerak dengan sendirinya dan harus dibawa itu, dan bahwa seharusnya kita tidak usah takut pada kayu itu, dan takut terhadap kayu yang katanya mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu, baik itu jahat ataupun baik bagi kita. Yeremia menunjukkan keterbatasan dari berhala yang mati, bukan pohon Natal.

6. Natal Berdasarkan Pada Hari Raya Penyembah Berhala

Kadang para fundamentalis, sekular, dan penyembah berhala berdebat bahwa Natal sebenarnya adalah perayaan penyembah berhala yang telah di “baptis” oleh Gereja. Terkadang hal ini di klaim bahwa Natal berdasar pada Saturnalia atau hari kelahiran Sol Invictus (matahari yang tidak terkalahkan)

Tapi Saturnalia tidak dirayakan pada 25 Desember. Tapi dirayakan mulai dari tanggal 17 hingga 23 Desember dan sudah selesai sebelum tanggal 25.

Kita mempunyai catatan yang memberi kesan beberapa penyembah berhala merayakan kelahiran Sol Invictus pada 25 Desember, tapi catatan rekaman tanggal itu berasal dari tahun 354 Masehi (yang dikenal sebagai kalender Filocalus atau Chronology dari 354). Masalahnya adalah, bahkan sumber ini pun tidak sepenuhnya jelas. Catatan itu hanya mengatakan bahwa 25 Desember dulunya adalah perayaan Natalis Invicti atau “Hari kelahiran Matahari yang Tidak Terkalahkan,” tanpa mengatakan siapa itu.

Kita juga tahu bahwa beberapa orang Kristen telah mengidentifikasi 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus kurang lebih satu setengah abad sebelum tahun 354. Sekitar tahun 206 Masehi, St. Hippolytus dari Roma menulis pada komentarnya pada Kitab Daniel bahwa:

“Kedatangan pertama Tuhan kita, kedalam daging, dimana Ia lahir di Betlehem, terjadi delapan hari sebelum bulan pertama dari Januari.”

Dalam perhitungan waktu Romawi kuno, bulan pertama [kalends] adalah hari pertama dari bulan itu, dan jika anda menghitung mundur delapan hari mulai dari 1 Januari, anda akan sampai pada tanggal 25 Desember.

Hal ini benar bahwa kita tidak mengetahui dengan pasti kapan Yesus lahir, dan para penulis Kristen perdana mengusulkan berbagai macam tanggal kelahiran-Nya, termasuk 25 Desember. Tapi apa yang luar biasa, dalam terang dari tuntutan masa kini, bahwa ketika mereka menulis tentang Kelahiran Kristus mereka tidak pernah berkata seperti, “Mari jadwalkan hari lahir-Nya disini agar kita bisa merubah kumpulan orang penyembah berhala ini menjadi pengikut Kristus” atau “Mari letakkan disini agar kita bisa mengantikan hari raya penyembah berhala ini”

Ketika mereka mengusulkan hari lahir-Nya, mereka menggunakan argumen untuk mendukung pandangan mereka, dan mereka dengan jujur percaya bahwa Ia lahir pada hari yang mereka usulkan.

7. Apakah Menjadi Berarti Jika Natal Berhubungan Dengan Hari Raya Penyembah Berhala

Bahkan jika Jemaat Kristen perdana telah menjadwalkan peringatan kelahiran Kristus untuk mengantikan hari raya penyembah berhala, so what?

Bagaimana hal itu menodai perayaan Natal pada saat ini — oleh orang yang tidak pernah sekalipun mendengar tentang hari raya penyembah berhala ini? Apakah mereka tidak dengan jujur merayakan kelahiran Kristus, tanpa menghiraukan hari yang tepat kapan hal itu terjadi?

Lebih jauh, apakah mengantikan hari raya penyembah berhala bukankah suatu hal yang baik? Tidak banyak grup Protestan merayakan 31 Oktober tidak sebagai hari Halloween (yang mana mereka anggap sebagai penyembah berhala) tetapi sebagai “Hari Reformasi” atau “Harvest Festival”?

Membantu orang menghentikan dirinya sendiri dari praktek menyembah berhala dengan menyediakan sesuatu yang bermanfaat, maka perayaan alternatif tampaknya akan menjadi hal yang baik bukan hal yang buruk.

Tetap saja, tidak ada bukti bahwa inilah yang Jemaat Kristen perdana lakukan dengan Natal, dan faktanya bukti melawan semua tuduhan itu.

sumber: Jimmy Akin, 7 Top Myth About Christmas

Apakah “X-Mas” Sebuah Percobaan Untuk Mengeluarkan “Christ” dari “Christmas”?

Asal usul penyebutan X-mas itu di buat oleh mereka yang tidak percaya pada Yesus Kristus (Jesus Christ) sehingga kata “Christ” pada Christmas mereka ganti dengan kata “X” karena mereka tidak ingin mengucapkan nama Yesus. Inilah perbedaan akan mereka yang merayakan natal tapi tidak ingin percaya pada Yesus dengan kita yang percaya akan kelahiran Juruselamat. Ini juga berdampak pada penyebaran injil yang salah.

Mat 10:32 “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga.”

Jika kita sudah tahu hal ini, janganlah kita mengikuti kebiasaan mereka yang salah. Hal simple namun mempunyai dampak yang besar. Sebarkan agar mereka tahu di balik natal yang sesungguhnya ada nama “Christ” yang tidak dapat digantikan dengan apapun.


Saya mendapat komentar ini di internet, apakah ini benar? apakah kita mencoba membuang Kristus? Komentar diatas TIDAKLAH BENAR dan kutipan ayat itu tidak nyambung, mari kita lihat penjelasan dibawah ini.

Harap diingat huruf “X” didalam “X-mas” bukanlah “X” di dalam huruf Inggris. Tapi huruf Yunani “Chi”, dimana didalam bahasa Inggris disebut “CH” dan sudah merupakan bagian dari monogram kuno untuk Christ [Kristus], Chi-Ro sering kita lihat pada altar, chalice, dsb. Terlihat seperti “P” dan dengan “X” ditindih pada batang “P”, tapi ini benar-benar sama didalam bahasa Yunani dari tiga huruf pertama dari Christ [Kristus] — CH dan R.

Jadi pada mulanya “X-mas” bukanlah bermaksud untuk mengeluarkan Kristus dari Natal tapi merupakan kependekan dari ”Christ”-mas. Bukan berasal dari agenda modern sekular, tapi kebiasaan dari Kristen kuno dalam mempresentasikan nama Tuhan kita dengan monogram Yunani.

YANG MANAKAH YANG BENAR: XMAS ATAU CHRISTMAS?
Kedua versi tersebut sama benarnya. Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. “Xristos” adalah kata Yunani untuk Kristus atau Christos dalam alfabet Romawi. “Kristus” sendiri artinya “Mesias” atau “Yang Diurapi”. Jadi, X adalah singkatan yang tepat bagi Kristus. Gereja Perdana seringkali menggunakan X Yunani sebab X merupakan sandi rahasia yang mereka gunakan untuk mencegah orang luar mengenali identitas mereka.

Pada masa sekarang, sebagian orang menggunakan kata “Xmas” untuk mengurangi kesan religius, namun demikian asal kata tersebut sangat Kristiani.

“Christmas” adalah kata yang amat mengagumkan. Artinya “Christ’s Mass” atau “Misa Kristus”. Pada abad pertengahan gereja-gereja akan memasang sebuah penanggalan di pintu masuk gereja. Penanggalan tersebut menunjukkan perayaan-perayaan serta pesta-pesta wajib gereja – yaitu hari di mana umat wajib menghadiri Misa seperti pada hari Minggu. Huruf-huruf “mas” (“misa”) seringkali ditambahkan pada akhir nama perayaan atau nama santo/santa yang pestanya sedang dirayakan. Sebagai contoh: perayaan St. Mikhael (29 September) disebut Michaelmas (Misa St. Mikhael). Perayaan kelahiran Yesus disebut Christmas atau Misa Kristus.

“Mass” atau misa berarti “misi”, jadi kita diutus untuk mewartakan kabar sukacita tentang kedatangan Sang Juruselamat. Kita sama seperti para gembala yang mewartakan kabar sukacita ke seluruh penjuru negeri. Ingatlah: don’t just keep Christ in Christmas – KEEP THE MASS IN CHRISTMAS!

sumber:

1. Is “X-Mas” an attempt to take “Christ” out of “Christmas?”

2. Labarum (Chi Ro)

3. Yang mana yang benar X-mas atau Christmas?


Christum Dominum Nostrum

(dikutip dari http://luxveritatis7.wordpress.com/2011/12/05/apakah-x-mas-sebuah-percobaan-untuk-mengeluarkan-christ-dari-christmas/)

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi?

Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul “Asal Usul Perayaan Natal”, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini.

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.

Puritans against Christmas
A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.

Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).

Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 70 M hingga tahun 75 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan “kelahiran kembali” matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap “kelahiran kembali” matahari menjadi simbol harapan bagi “kelahiran kembali” Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.

Christum Dominum Nostrum
(dikutip dari http://indonesian-papist.blogspot.com)


Referensi:
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D.
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Asal Usul Perayaan Natal


Secara resmi ditetapkan bahwa Kelahiran Yesus jatuh pada tanggal 25 Desember dan Gereja telah menyadari tanggal ini. Daniel Rops, seorang sejarawan, mengatakan bahwa pada masa penganiayaan Gereja Katolik sampai keluarnya Edict Milan (313) yang memberikan kebebasan beragama kepada Gereja Katolik, umat Katolik telah merayakan Natal secara sembunyi-sembunyi di Katakombe-katakombe yang ada di Kekaisaran Romawi (Katakombe = makam bawah tanah). [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]

Di sebagian besar Gereja-gereja Timur, Perayaan ini diperkenalkan sekitar abad keempat dan kelima. Pada akhir abad keempat, Uskup Epifanius dari Salamis (salah satu sejarahwan Gereja) memberikan kronologi kehidupan Tuhan Yesus Kristus di mana menurut Kalender Julian (saat ini Gereja Katolik Roma menggunakan Kalender Gregorian) tanggal 6 Januari adalah hari kelahiran Tuhan dan 8 November adalah hari pembaptisan Tuhan di Sungai Yordan.

Pada permulaan abad kelima, biarawan terpelajar, St. Yohanes Kassianus dari Konstantinopel, pergi ke Mesir untuk mempelajari peraturan-peraturan biara di sana. Antara tahun 418 hingga 425, St. Yohanes Kassianus menulis laporan pengamatannya. Dia memberitahukan kita bahwa uskup-uskup di wilayah itu, pada masa tersebut, menganggap Pesta Epifani (Penampakan Tuhan) sebagai hari kelahiran Tuhan dan tidak ada perayaan terpisah dalam menghormati kelahiran Tuhan. Dia menyebut hal ini “tradisi kuno”.

Kebiasaan lama ini segera memberi jalan bagi tradisi baru. Sementara mengunjungi St. Sirillus, Patriark Alexandria; Uskup Paulus dari Emesa berkhotbah pada perayaan kelahiran Tuhan Yesus pada 25 Desember tahun 432 M. Natal telah diperkenalkan kepada Mesir sebelum waktu kunjungan ini, dapat dikatakan sekitar 418 dan 432 M dan peristiwa ini menjadi bukti kuat berdasarkan kalender yang telah ada.

St. Gregorius dari Nazianzus, Bapa Gereja dan Uskup, selama tinggal di daerah Seleucia di Isauria (Turki sekarang) merayakan Natal untuk pertama kalinya di Konstantinopel pada tanggal 25 Desember 379.
St. Yohanes Krisostomos
St. Yohanes Krisostomos, Bapa Gereja dan Uskup, berkhotbah di Antiokia pada tanggal 20 Desember 386 dan karena kefasihan pewartaannya, ia berhasil mengajak umat beriman untuk menghadiri Natal 25 Desember 386. Sejumlah besar umat beriman hadir di Gereja ketika Natal dirayakan. Kita memiliki salinan khotbah St. Yohanes Krisostomos. Pada Pengantar khotbah, ia berkata bahwa ia berharap dapat berbicara kepada mereka mengenai perayaan Natal yang telah menjadi kontroversi besar di Antiokia. Dia mengusulkan kepada para pendengarnya untuk menghormati dan merayakan Natal dengan tiga dasar: Pertama, karena Natal telah menyebar dengan cepat dan pesat dan telah diterima dengan baik di berbagai daerah. Kedua, karena waktu pelaksanaan sensus pada tahun kelahiran Yesus dapat ditentukan dari berbagai dokumen kuno yang tersimpan di Roma; ketiga, waktu kelahiran Tuhan Yesus dapat dihitung dari peristiwa penampakan malaikat kepada Zakarias, ayah Yohanes Pembaptis, di Bait Allah. Zakarias, sebagai Imam Agung, masuk ke dalam Tempat Mahakudus pada Hari Penebusan Dosa Yahudi (The Jewish Day of Atonement). Hari Penebusan Dosa jatuh pada bulan September menurut kalender Gregorian. Enam bulan sesudah peristiwa ini, malaikat Gabriel datang kepada Maria dan enam bulan kemudian Yesus Kristus lahir, yaitu pada bulan Desember. St. Yohanes Krisostomos menyimpulkan khotbahnya dengan sanggahan telak terhadap orang-orang yang menolak bahwa Sang Allah telah menjadi manusia dan tinggal di dunia. St. Yohanes Krisostomos, dengan mengacu pada khotbah di atas, mengatakan dengan jelas bahwa pada masa tersebut, ketika perayaan Natal diperkenalkan di Timur, Natal telah dirayakan di Roma lebih dulu.

Kembali ke Gereja Barat. Bapa Gereja Yohanes, Uskup Nicea, memberitahu kita bahwa Gereja Roma mulai merayakan kelahiran Tuhan Yesus pada tanggal 25 Desember, pada masa Paus St. Julius I (337-352). Paus Kudus ini, dengan bantuan tulisan-tulisan dari sejarawan Yahudi, Josephus, telah memastikan bahwa Kristus lahir pada tanggal 25 Desember.

Dengan demikian, Perayaan Natal memang memiliki asal usul yang sangat tua dan telah dirayakan sejak zaman Gereja Perdana. Natal bukanlah perayaan pagan yang diadopsi masuk ke dalam Kekristenan, tetapi Natal adalah Perayaan Liturgis yang berasal dari dalam Kekristenan itu sendiri.



Christum Dominum Nostrum
(http://indonesian-papist.blogspot.com)

Gedung Gereja Protestan Convert Pindah Menjadi Gedung Gereja Katolik

Eksterior Crystal Cathedral
Crystal Cathedral, suatu gedung gereja miliki suatu denominasi Protestan yang mewah dan unik di daerah Orange County, California, akhirnya resmi menjadi milik Keuskupan Orange. Keuskupan Orange membeli gedung ini dengan harga 57,5 juta dollar AS, mengalahkan tawaran Universitas Chapman sebesar 59 juta dollar. Pemilik gedung gereja ini, Pendeta Robert H. Schuller beserta keluarga, lebih memilih menjual gedung gereja ini kepada Keuskupan Orange ketimbang kepada Universitas Chapman karena Gereja Katolik Keuskupan Orange berkomitmen menjaga gedung ini tetap sebagai tempat ibadah, sementara Universitas Chapman hendak mengubahnya menjadi kampus satelit dan tempat sekuler. Sang pemilik Crystal Cathedral ini mengalami kebangkrutan sehingga terpaksa menjualnya.

Pembelian ini adalah solusi terbaik yang dimiliki Keuskupan Orange untuk mengatasi permasalahan akibat kurangnya daya tampung gedung Gereja Katolik di sana. Ketimbang membangun gedung baru dengan biaya sekitar 250 juta dollar, pembelian dan renovasi Crystal Cathedral akan menghemat setengah dari angka 250 juta tsb. Keuskupan Orange adalah Keuskupan terbesar ke-10 dari 195 Keuskupan yang ada di AS. Jumlah umat Katolik di sana mencapai 1,2 juta orang.

Interior Crystal Cathedral
Keuskupan Orange akan mengizinkan sang pendeta dan karya pelayanannya berlangsung di Crystal Cathedral selama 3 tahun ke depan sembari Keuskupan Orange melakukan renovasi supaya Cathedral ini sesuai dengan tata Liturgi Gereja Katolik. Sang Pendeta sendiri memiliki respek yang besar terhadap Gereja Katolik. Bahkan ia pernah mengundang alm. Uskup Agung Fulton Sheen untuk berbicara di Crystal Cathedral. Patung Sang Uskup bahkan ditempatkan di dalam gedung Cathedral ini.

Patung alm Uskup Agung Sheen di Crystal Cathedral

Crystal Cathedral sendiri adalah landmark kota Orange County. Ada lebih dari 10.000 panel kaca pada gedung ini. Crystal Cathedral yang membiaskan cahaya matahari sehingga menjadi pelangi tujuh warna akan segera menyinarkan cahaya Iman Katolik dengan tujuh Sakramen Kudusnya bagi Orange County.


Christum Dominum Nostrum
(dikutip dari http://indonesian-papist.blogspot.com)