Minggu, 31 Juli 2011

Daftar Bidaah-Bidaah dan Janji Yesus Kepada Gereja Katolik

"Gereja Katolik melawan semua bidaah, dapat bertempur, tidak pernah terkalahkan. Semua bidaah keluar sebagai ranting yang tidak berguna, terpotong dari pokok anggur. Gereja Katolik tetap berakar, tumbuh dalam pokoknya, dalam cinta kasih." by Indonesian Papist
Sekalipun Gereja terdiri dari orang-orang pendosa dan orang-orang Kudus (Mat 5:13-16 ; 7:15-23 ; 10:1-4 ; 13:1-9,24-50 ; 26:69-75 ; Mrk 3:19 ; Luk 22:54-62 ; Yoh 6:70 ; Yoh 18:2-4), Allah berjanji bahwa alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:18) dan Allah berjanji bahwa Dia akan menjaganya dari kesesatan (Yoh 16:13 ; 1 Tim 3:15). Allah memang teguh memegang janjiNya. Sampai sekarang Gereja Katolik tetap konsisten pada ajaran-ajaran Kristus yang disampaikan melalui Gereja.


Allah menganugerahkan Magisterium yang terdiri dari Paus bersama Uskup-uskup yang bersatu dengan Paus bagi Gereja Katolik. Paus adalah suksesor / pengganti St. Petrus, sedangkan Uskup-uskup adalah suksesor Para Rasul.

Berikut ini adalah daftar dan penjelasan singkat bidaah-bidaah yang berusaha menguasai Gereja tapi gagal.
  1. Docetisme (abad ke-1): Bidaah ini menolak kodrat manusia dari Yesus Kristus.
  2. Gnostikisme (abad ke-1): Bidaah ini adalah percampuran antara Kekristenan, agama-agama timur dan filosofi Yunani. Menurut bidaah ini, pengetahuan keselamatan hanya diperuntukkan bagi yang terpilih saja. Semua materi adalah iblis dan spirit adalah baik. Perkawinan ditolak karena menghasilkan materi, yaitu anak-anak.
  3. Gnostikisme Basilides (abad ke-2): Bidaah ini mengajarkan:
    a) Hanya beberapa orang yang boleh memiliki pengetahuan (gnosis) yang diperlukan untuk keselamatan. b) Hanya jiwa saja yang ditebus, sedangkan tubuh tetap korup.
    c) Penolakan bahwa Yesus yang disalib dan hanya menekankan bahwa Yesus satu-satunya yang diutus oleh Bapa.
  4. Gnostikisme Valentinus (abad ke-2): Bidaah ini mengajarkan bahwa aeon Kristus sendiri bersatu dengan manusia Kristus untuk membawa pengetahuan rahasia bagi yang terpilih, kaum Gnostik. Pengetahuan rahasia ini digunakan saat pembebasan jiwa dari tubuh sehingga jiwa dapat memasuki alam spiritual setelah kematian.
  5. Gnostikisme Ptolomeus (abad ke-2): Bidaah ini mengajarkan bahwa Hukum-hukum Perjanjian Lama adalah produk dari Demiurgos (Pencipta dunia) yang bukan merupakan Allah tertinggi ataupun Iblis. Demiurgos tidak sempurna seperti Allah Tertinggi (Supreme God) bukan juga pencipta kesesatan seperti Iblis. Demiurgos ini diketahui sebagai pencipta dunia, pencipta materi yang memerangkap jiwa di dalam tubuh.
  6. Marcionisme (abad ke-2): Bidaah ini menolak validitas / keabsahan Perjanjian Lama.
  7. Montanisme (abad ke-2): Bidaah ini percaya akan kerajaan 1000 tahun (Millenarianisme) dan mengajarkan bahwa dosa berat (mortal sin) tidak dapat diampuni. Banyak dari kaum montanis menolak menikah karena kepercayaan akan imminent return of Christ.
  8. Modalisme (abad ke-2): Bidaah ini mengajarkan bahwa Bapa, Putera, dan Roh Kudus sederhananya adalah cara kehadiran dari 1 Pribadi Ilahi. Dengan kata lain, bidaah ini mengajarkan bahwa Allah itu Satu dan hanya memiliki Satu Pribadi sedangkan Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah cara kehadiran dari Allah yang satu itu.. Tentang Pengajaran Gereja Katolik mengenai Tritunggal dapat ditemukan di dalam Katekismus Gereja Katolik (silahkan klik link ini).
  9. Monarkianisme (abad ke-2): Bidaah ini mengajarkan bahwa Yesus sesungguhnya adalah manusia saja yang pada suatu ketika (yaitu saat pembabtisan-Nya di Sungai Yordan) menerima daya ilahi (divine power)
  10. Subordinasionisme (abad ke-2): Bidaah ini memandang Yesus sebagai yang tidak setara (not co-equal) dengan Bapa.
  11. Sabelianisme (abad ke-3): Bidaah ini menolak pembedaan antara Pribadi Bapa dengan Pribadi Putera.
  12. Patripassionisme (abad ke-3): Bidaah ini mengajarkan bahwa adalah Bapa, dengan kedok Putera, yang sesungguhnya menderita dan disalibkan.
  13. Novasianisme (abad ke-3): Bidaah ini menyatakan bahwa pendosa berat tidak dapat diterima kembali ke dalam Gereja Katolik.
  14. Manikeisme (abad ke-3): Bidaah ini mengajarkan adanya 2 sumber abadi yang setara yang hadir sebelum dunia tercipta; Yang baik dan yang jahat, satu spirit dan satu materi, satu cahaya dan satu kegelapan.
  15. Arianisme (abad ke-4): Bidaah ini menolak keilahian Yesus Kristus dan Tritunggal Mahakudus. Arianisme ini dipandang sebagai bidaah terbesar yang pernah dihadapi Gereja Katolik. Tidak seperti Protestantisme yang muncul di Gereja Barat, Arianisme muncul baik di Gereja di Barat maupun Gereja di Timur dalam berbagai bentuk seperti Semi-Arianisme, Eunomianisme dan sebagainya.
  16. Pneumatomakisme / Pembunuh Roh Kudus (Abad ke-4): Bidaah ini menolak keilahian Roh Kudus dan dengan demikian juga menolak Tritunggal Mahakudus.
  17. Eunomianisme (Abad ke-4): Bidaah ini adalah bentuk radikal dari Arianisme yang menolak keilahian Yesus Kristus dan Roh Kudus.
  18. Donatisme (abad ke-4): Donatisme mengajarkan bahwa pendosa berat (mortal sinner) tidak dapat diterima kembali ke dalam Gereja Katolik dan sakramen yang diberikan oleh kaum tertahbis yang berada dalam keadaan berdosa berat merupakan sakramen yang tidak sah.
  19. Priskilianisme (abad ke-4): Bidaah ini merupakan percampuran Manikeisme, Docetisme, dan Modalisme. Bidaah ini menolak preeksistensi Allah Putera sebelum segala abad dan menolak kemanusiaan Allah Putera.
  20. Monofisitisme (abad ke-5): Bidaah ini mengajarkan bahwa Kristus hanya memiliki satu kodrat yaitu yang Ilahi saja. Menurut bidaah ini, kodrat manusia Yesus telah diserap hingga hilang oleh kodrat Ilahi-Nya.
  21. Nestorianisme (abad ke-5): Bidaah ini mengajarkan bahwa Pribadi manusia Yesus dan Pribadi Allah Putera adalah dua pribadi yang berbeda yang bersatu di dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain, bidaah ini mengajarkan bahwa Yesus memiliki dua Pribadi dengan dua kodrat. Sedangkan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah satu Pribadi dengan dua kodrat, Allah dan Manusia. Bidaah ini juga menolak gelar Bunda Allah terhadap Bunda Maria. Bidaah ini mengajarkan bahwa Maria hanya melahirkan manusia Yesus sebagai Temple of God the Son, sedangkan Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria melahirkan Yesus bukan sebagai Temple of God the Son melainkan adalah sungguh-sungguh Allah yang mengambil kodrat manusia (ber-inkarnasi) tanpa kehilangan kodrat Ilahi-Nya. Dengan kata lain, Gereja Katolik mengajarkan bahwa Bunda Maria melahirkan Yesus yang adalah sungguh-sungguh Allah sungguh-sungguh manusia, bukan sekadar Temple of God the Son. Bidaah Nestorianisme adalah serangan terhadap ajaran Gereja Katolik akan Inkarnasi Sang Allah Putera.
  22. Pelagianisme (abad ke-5): Bidaah ini menolak eksistensi dosa asal (original sin). Bidaah ini juga mengajarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan keselamatan dengan perbuatan-perbuatan tanpa rahmat atau Gereja.
  23. Tradusianisme (abad ke-5): Bidaah ini memandang jiwa manusia tidak diciptakan oleh Allah secara langsung melainkan berasal dari orang tuanya dengan cara yang sama seperti tubuh manusia.
  24. Monotelitisme (abad ke-7): Bidaah ini mengajarkan bahwa Yesus hanya memiliki satu kehendak yaitu kehendak Ilahi saja, sedangkan kehendak manusianya tidak ada.
  25. Paulisianisme (abad ke-7): Bidaah ini menolak eksistensi hierarki Gereja, sakramen Babtis, sakramen Ekaristi dan sakramen Perkawinan. Bidaah ini juga menolak Perjanjian Lama dan beberapa bagian Perjanjian Baru.
  26. Ikonoklasme (abad ke-8 dan ke-9): Bidaah ini menolak penggunaan ikon-ikon dan mengatakan penggunaan ikon tersebut sebagai penyembahan berhala.
  27. Albigensianisme (abad ke-11): Bidaah ini menolak otoritas Gereja, sakramen-sakramen Gereja dan kuasa pemerintah sipil untuk menghukum kriminil-kriminil. Bidaah ini memandang materi sebagai yang jahat. Bidaah ini juga mengajarkan bunuh diri sebagai cara terbaik untuk membebaskan diri dari tubuh yang jahat.
  28. Katarianisme (abad ke-11): Bidaah ini menolak pembabtisan dan perkawinan. Mereka memandang tubuh dan materi sebagai yang jahat.
  29. Waldesianisme (abad ke-11): Bidaah ini mempertanyakan sejumlah sakramen-sakramen Gereja. Mereka menolak validitas sakramen-sakramen yang diberikan oleh pelayan sakramen yang tidak layak. Bidaah ini juga menolak api penyucian dan devosi kepada orang-orang Kudus.
  30. Lollardisme (abad ke-14): Bidaah ini menolak dogma Transubstansiasi (Perubahan Substansi) dengan mengajarkan bahwa kehadiran Kristus dalam Ekarisi adalah kehadiran spiritual bukan kehadiran nyata. Sedangkan Gereja Katolik dengan tegas mengajarkan bahwa kehadiran Yesus dalam Ekaristi adalah Kehadiran Nyata, substansi roti dan anggur berubah menjadi sungguh-sungguh Tubuh dan Darah Kristus ketika konsekrasi. Bidaah ini juga menolak peran Imam sebagai perantara sekunder (secondary mediator) kepada Kristus.
  31. Hussitisme (abad ke-15): Hussitisme menolak Sakramen Pertobatan, Komuni satu rupa dan penghukuman terhadap pelecehan indulgensi.
  32. Protestantisme (abad ke-16): Protestantisme memiliki banyak denominasi sehingga sulit mendeskripsikan keseluruhan sistem kepercayaan mereka secara akurat. Sebagai contoh ada denominasi Protestan yang menerima ajaran mengenai Tritunggal Mahakudus, ada juga yang tidak menerima seperti denominasi Oneness Pentecostal. Lalu, mayoritas denominasi Protestan menerima ajaran akan keilahian Kristus, tetapi ada denominasi Protestan yang menolaknya seperti Christaldelphian. Oleh karena itu, pada bagian ini hanya diterangkan kepercayaan-kepercayaan essensial (essential beliefs) dari Protestantisme pada masa Reformasi Protestan.
    1)
    Pembenaran oleh iman saja, Sola Fide.
    2)
    Kitab Suci adalah satu-satunya aturan Iman, Sola Scriptura.
    3)
    Dosa asal merusak sepenuhnya kodrat manusia.
    4)
    Hanya Pembabtisan dan Perjamuan Kudus yang merupakan sakramen.
    5)
    Penolakan terhadap Dogma Transubstansiasi.
    6)
    Paus dan Uskup-uskup tidak dibutuhkan
    7)
    Penolakan terhadap sebagian peran Bunda Maria dalam Gereja.
    8)
    Penolakan terhadap indulgensi.
  33. Gallikanisme (abad ke-17): Bidaah ini mengajarkan bahwa gereja lokal adalah otonom dan tidak bertanggung jawab terhadap Paus.
  34. Jansenisme (abad ke-17): Bidaah ini mengajarkan bahwa manusia tidak memiliki kehendak bebas, bahwa Kristus tidak mati untuk semua orang, kemanusiaan Kristus terlalu ditekankan dan hanya yang paling kudus yang boleh menerima Ekaristi.
  35. Febronianisme (abad ke-18): Bidaah ini mengajarkan bahwa negara, dengan dibimbing oleh Kitab Suci dan ketaatan terhadap konsili-konsili ekumenis, berhak menentukan keputusan-keputusan Gereja. Paus tidak dapat ikut campur dalam urusan negara.
  36. Amerikanisme (abad ke-19): Bidaah ini mengajarkan bahwa ada kompatibilitas unik antara Katolisisme dan nilai-nilai Amerikan. Bidaah ini mengajarkan juga bahwa Amerika Serikat memiliki peran penting dalam membimbing Gereja Universal ke dalam era modern dan secara khusus ke dalam berbagai isu-isu sosial kontemporer.
  37. Modernisme (abad ke-20): Modernisme dalam bentuk ekstrim menolak keilahian Kristus, kesucian Kitab Suci, dan kekudusan Gereja. Bidaah ini juga mengajarkan bahwa doktrin-doktrin iman dapat berubah seturut perkembangan zaman, dengan kata lain menolak karunia pengajaran-pengajaran tidak dapat sesat yang dianugerahkan Kristus kepada Gereja.
  38. Kekristenan Sekuler (abad ke-20 dan ke-21): Kekristenan Sekuler (Secular Christianity) berhubungan dengan Modernisme dan merupakan sebuah hasil dari Modernisme. Bidaah ini berusaha mencetak dan mengubah Kekristenan berdasarkan kebudayaan modern dan nilai-nilai sekuler.

Diterjemahkan dari Ecce Fides Chapter II karya Pater John J. Pasquini.

Jumat, 15 Juli 2011

Doa-doa Dasar dalam Bahasa Latin

Bahasa Latin telah lama menjadi bahasa resmi Gereja Katolik. Berbagai dokumen resmi Gereja ditulis dalam bahasa Latin lalu diterjemahkan ke bahasa lainnya. Bahasa Latin berfungsi sebagai ikatan untuk ibadah/ penyembahan Katolik, menyatukan orang-orang dari setiap bangsa dalam perayaan Liturgi Suci, yang memungkinkan mereka untuk menyanyi dan merespon dalam ibadah umum.[1]

Pada zaman kuno, Latin adalah bahasa umum hukum dan bisnis, seperti bahasa Inggris yang digunakan masa kini. Pada abad ke-5, karena Kekaisaran Romawi runtuh, Gereja muncul sebagai kekuatan budaya penyeimbang, mempertahankan penggunaan bahasa Latin sebagai sarana untuk persatuan. Bahasa Latin, sebagai bahasa mati di masa kini, bukanlah milik suatu negara. Karena Gereja adalah untuk “semua bangsa, suku dan bangsa,” (Wahyu 11:09) maka sangatlah tepat bahwa Gereja menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa resminya. [2]

Signum Crucis / Tanda Salib
In nómine Pátris et Fílii et
Spíritus Sáncti. Amen.
(Dalam Nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin)

Gloria / Kemuliaan
Gloria Patri, et Fílio, et Spirítui Sáncto. Sícut érat in princípio
et nunc et sémper et in sáecula sæculórum. Amen.
(Kemuliaan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Seperti pada permulaan, sekarang, selalu dan sepanjang segala abad)

Páter nóster / Bapa Kami
Páter nóster, qui es in cáelis, sanctificétur
nómen túum. Advéniat régnum túum. Fíat volúntas túa, sícut in cáelo et in térra.
Pánem nóstrum quotidiánum da nóbis hódie, et dimítte nóbis débita nóstra, sícut
et nos dimíttimus debitóribus nóstris. Et ne nos indúcas in tentatiónem: sed líbera nos a málo. Amen.
(Bapa Kami, yang ada di surga,
dimuliakanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu,
Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga
Berilah kami rejeki pada hari ini,
dan ampunilah kesalahan kami
seperti kamipun mengampuni yang bersalah kepada kami
Dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan
Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Amin.)

Ave Maria / Salam Maria
Áve María, grátia pléna, Dóminus técum (Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu). benedícta tu in muliéribus, et benedíctus frúctus véntris túi, Iésus (Terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah buah tubuhmu, Yesus). Sáncta María, Máter Déi, (Santa Maria Bunda Allah), óra pro nóbis
peccatóribus, nunc et in hóra mórtis nóstræ. Amen. (Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amin).


Salve Regina / Salam, ya Ratu
Sálve Regína, máter misericórdiæ:
víta, dulcédo, et spes nóstra, sálve. Ad te clamámus, éxsules fílii Hévæ. Ad te
suspirámus, geméntes et fléntes in hac lacrimárum válle. éja érgo, Advocáta
nóstra, íllos túos misericórdes óculos ad nos convérte. Et Jésum, benedíctum
frúctum véntris túi, nóbis post hoc exsílium osténde. O clémens, O pía, O
dúlcis Vírgo María.

Óra pro nóbis sáncta Déi Génitrix
ut dígni efficiámur promissiónibus Chrísti.
(Salam, ya Ratu, Bunda yang rahim.
Kehidupan, penghibur dan pengharapan kami, salam.
Kami orang buangan, anak Hawa, berseru kepadaMu.
KepadaMu kamu mohon dengan keluh kesah di lembah kedukaan ini.
Maka tunjukkanlah kepada kami, hai Pembicara kami, wajahMu yang manis.
Dan sesudah pembuangan ini, tunjukkanlah kepada kami, Yesus Buah TubuhMu yang terpuji.
Ya Maria, Perawan yang murah hati.
Penuh kasih sayang dan manis.

Doakanlah kami Santa Bunda Allah
supaya kami layak menikmati janji-janji Kristus)

Confiteor / Saya Mengaku
Confiteor Deo omnipotenti, beatae Mariae semper Virgini, beato Michaeli Archangelo, beato Joanni Baptistae, sanctis Apostolis Petro et Paulo, omnibus Sanctis, et vobis fratres, quia peccavi nimis cogitatione verbo, et opere: (Saya mengaku kepada Allah yang mahakuasa, kepada St. Maria tetap perawan, kepada malaikat agung St. Mikael, kepada St. Yohanes Pembabtis, kepada Rasul Petrus dan Paulus, kepada semua orang kudus dan kepada saudara sekalian, bahwa saya sangat berdosa dengan pikiran, perkataan dan perbuatan:) mea culpa, mea culpa, mea maxima culpa (saya berdosa, saya berdosa, saya sungguh berdosa). Ideo precor beatam Mariam semper Virginem, beatum Michaelem Archangelum, beatum Joannem Baptistam, sanctos Apostolos Petrum et Paulum, omnes Sanctos, et vos fratres, orare pro me ad Dominum Deum nostrum (Oleh sebab itu saya mohon kepada St. Maria tetap Perawan, kepada malaikat-agung St. Mikael, kepada Rasul Petrus dan Paulus, kepada semua orang kudus, dan kepada saudara sekalian, supaya mendoakan saya pada Allah, Tuhan kita)


Credo / Syahadat Panjang (Credo Nicean-Konstantinopel)
Credo in unum Deum, Patrem omnipotentem,
factorem caeli et terrae, visibilium omnium et invisibilium.
Et in unum Dominum Jesum Christum,
Filium Dei unigenitum. Et ex Patre natum ante omnia
saecula. Deum de Deo, lumen de lumine,
Deum verum de Deo vero. Genitum, non factum,
consubstantialem Patri: per quem omnia facta sunt.
Qui propter nos homines, et propter nostram salutem
descendit de caelis.

ET INCARNATUS EST DE SPIRITU SANCTO
EX MARIA VIRGINE: ET HOMO FACTUS EST. (dalam Misa, Umat harus menunduk. Spesial untuk Misa Natal, Umat berlutut.)

Crucifixus etiam pro nobis; sub Pontio Pilato passus,
et sepultus est. Et resurrexit tertia die, secundum
Scripturas. Et ascendit in caelum: sedet ad desteram
Patris. Et iterum venturus est cum gloria judicare vivos et mortuos:
cujus regni non erit finis.
Et in Spiritum Sanctum, Dominum et vivificantem:
qui ex Patre Filioque procedit. Qui cum Patre, et Filio

simul adoratur et conglorificatur: qui locutus est per
Prophetas. Et unam, sanctam, catholicam et apostolicam
Ecclesiam. Confiteor unum baptisma in remissionem
peccatorum. Et exspecto resurrectionem mortuorum.
Et vitam ventura saeculi. Amen.
(Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan
dan tak kelihatan;
dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah,
Terang dari Terang,
Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.
Ia turun dari surga untuk kita manusia
dan untuk keselamatan kita.
Ia dikandung dari Roh Kudus,
Dilahirkan oleh Perawan Maria, dan menjadi manusia.
Ia pun disalibkan untuk kita, waktu Pontius Pilatus;
Ia menderita sampai wafat dan dimakamkan.
Pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci.
Ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa.
Ia akan kembali dengan mulia,
mengadili orang yang hidup dan yang mati;
kerajaan-Nya takkan berakhir.
aku percaya akan Roh Kudus,
Ia Tuhan yang menghidupkan;
Ia berasal dari Bapa dan Putra,
yang serta Bapa dan Putra,
disembah dan dimuliakan;
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi.
aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik dan apostolik.
aku mengakui satu pembaptisan
akan penghapusan dosa.
aku menantikan kebangkitan orang mati
dan hidup di akhirat.
amin.)


Syahadat Para Rasul / Syahadat Pendek
Crédo in Déum, Pátrem omnipoténtem, Creatórem
cáeli et térræ. Et in Jésum Chrístum, Fílium éjus unícum, Dóminum nóstrum: qui concéptus est de Spíritu Sáncto, nátus ex María Vírgine (berlutut)(dalam Misa, Umat harus menunduk. Spesial untuk Misa Natal, Umat berlutut.), pássus sub Póntio Piláto, crucifíxus, mórtuus,
et sepúltus: descéndit ad ínferos: tértia díe resurréxit a mórtuis: ascéndit ad
cáelos: sédet ad déxteram Déi Pátris omnipoténtis: índe ventúrus est judicáre vívos et mórtuos.
Crédo in Spíritum Sánctum, sánctam Ecclésiam
cathólicam, Sanctórum communiónem, remissiónem peccatórum, cárnis resurrectiónem,
vítam ætérnam. Amen.

(Aku percaya akan Allah,
Bapa yang Mahakuasa,
pencipta langit dan Bumi
Dan akan Yesus Kristus,
PutraNya yang tunggal, Tuhan kita
Yang dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh perwan Maria.
Yang menderita sengsara
dalam pemerintahan Ponsius Pilatus,
disalibkan wafat dan dimakamkan,
Yang turun ketempat penantian,
pada hari ketiga bangkit
dari antara orang mati
Yang naik kesurga,
duduk disebelah kanan
Allah bapa yang Mahakuasa.
Dari situ ia kan datang
mengadili orang hidup dan mati.
Aku percaya akan Roh Kudus,
Gereja katolik yang Kudus,
persekutuan para kudus
Pengampunan Dosa,
Kebangkitan badan,
Kehidupan kekal.
Amin.)

Sanctus / Kudus
Sanctus, Sanctus, Sanctus, Dominus Deus Sabaoth.
Pleni sunt caeli et terra gloria tua. Hosanna in excelsis.
Benedictus qui venit in nomine Domini.
Hosanna in excelsis.
(Kudus, kudus, kuduslah Tuhan Allah segala kuasa. Surga dan bumi penuh kemuliaan-Mu. Terpujilah Engkau di surga. Diberkatilah yang datang dalam nama Tuhan. Terpujilah Engkau di surga.)

Agnus Dei / Anak Domba Allah
Agnus Dei, qui tollis peccata mundi, misere nobis (Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami).
Agnus Dei, qui tollis peccata mundi, misere nobis (Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, kasihanilah kami).
Agnus Dei, qui tollis peccata mundi, dona nobis pacem (Anak domba Allah yang menghapus dosa dunia, berilah kami damai).

Oratio Fatimae / Doa Fatima
Domine Iesu, dimitte nobis debita nostra, salva nos ab igne inferiori, perduc in
caelum omnes animas, praesertim eas, quae misericordiae tuae maxime indigent.
(Ya Yesus yang baik, ampunilah dosa-dosa kami. Selamatkanlah kami dari api neraka, dan hantarlah jiwa-jiwa ke surga, terlebih jiwa-jiwa yang sangat membutuhkan kerahiman-Mu. Amin.)

Apa Itu Tenebrae?


Adakah di antara Anda yang pernah mendengar kata Tenebrae? Di sebuah gereja di Surabaya, menurut sumber saya, sudah tiga tahun ibadat ini diadakan, dari 2005-2008. Dari internet, saya juga temukan Teks Tenebrae di Seminari Santo Paulus, yang diadakan pada hari Jumat Suci 2003. Apa sebenarnya Tenebrae ini? Siapa yang perlu melaksanakan ibadat ini dan bagaimana bentuknya yang benar? Tulisan ini saya sajikan untuk memberi gambaran awal tentang ibadat kuno yang cukup populer ini.

Tenebrae adalah kata dalam bahasa Latin yang artinya kegelapan. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae adalah nama yang diberikan untuk gabungan dari Ibadat Bacaan (Officium Lectionis) dan Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan pada Trihari Suci Paskah. Disebut gabungan, karena memang penyelenggaraan kedua ibadat ini digabungkan; Ibadat Pagi dilaksanakan segera setelah Ibadat Bacaan selesai.

Buat yang belum pernah dengar tentang Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi, keduanya adalah bagian dari Ibadat Harian, atau gampangnya sholatnya orang Katolik. Memang, orang Katolik pun harusnya sembahyang beberapa kali sehari; bukan cuman 5 waktu tapi malahan 7 waktu. Apa saja ketujuh waktu itu? Ada Ibadat Pagi (Laudes) yang dilaksanakan saat matahari terbit dan Ibadat Sore (Vesper) yang dilaksanakan saat matahari terbenam. Di antara keduanya, ada Tertia, Sexta dan Nona, yang sesuai namanya diselenggarakan pada jam ketiga, keenam dan kesembilan, dihitung dari sejak matahari terbit. Untuk mudahnya, kalau kita anggap matahari terbit pukul 6:00 pagi, maka Tertia diadakan pada pukul 9:00, Sexta 12:00 dan Nona 15:00. Nah, sampai di sini sudah ada lima ibadat. Berikut, ada yang namanya Ibadat Bacaan, yang sekarang bisa dilakukan kapan saja, meski dulunya ibadat ini dilakukan di tengah malam. Yang terakhir adalah Ibadat Penutup (Completorium) yang dilakukan sebelum tidur, pukul berapapun tidurnya.

Mari kita kembali ke Tenebrae. Dari penjelasan di atas, kita tahu bahwa Tenebrae adalah bagian dari Ibadat Harian. Dengan begitu, Tenebrae adalah liturgi, bukan devosi. Sebagai bagian dari Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah, Tenebrae tentu tidak boleh menggantikan perayaan liturgi yang biasa kita hadiri pada Trihari Suci Paskah: Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci. Tata perayaan liturgi Trihari Suci Paskah itu sendiri, yang berawal dari tradisi kuno gereja, harus dilaksanakan dengan taat dan religius dan tidak boleh diubah oleh siapapun atas insiatif sendiri, demikian yang tertulis di Sirkuler Kongregasi Ibadat Ilahi tentang Persiapan dan Perayaan Pesta Paskah (Feb 1988). Sirkuler ini juga yang meminta agar Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi pada hari Jumat Agung dan Sabtu Suci (=Tenebrae) dilaksanakan dengan kehadiran umat, bukan cuma oleh para klerus. Untuk kepentingan itu, maka waktunya pun perlu disesuaikan. Tentu susah mengharapkan kehadiran umat manakala Tenebrae ini dimulai pada pukul 3:00 pagi seperti pada jaman dahulu kala di biara-biara. Lalu, kapan waktu yang tepat? Boleh saja dibikin di pagi hari Jumat Agung dan Sabtu Suci. Bagaimana kalau ada devosi jalan salib di pagi hari Jumat Agung? Pakar liturgi C.H. Suryanugraha OSC mengatakan bahwa kebiasaan jalan salib di pagi hari ini sebenarnya kurang tepat. Ia mengingatkan bahwa Paus sendiri melaksanakan jalan salib di malam hari Jumat Agung. Pakar liturgi yang lain, P. Boli Ujan SVD meyakinkan bahwa sesuai Pedoman Ibadat Harian (PIH), Ibadat Bacaan dapat didaraskan pada setiap waktu sepanjang hari (PIH 59). Lebih lanjut mengenai Ibadat Harian dalam Trihari Suci Paskah dapat dibaca di PIH 208-213.

Berikutnya, mari kita bahas tata upacara Tenebrae. Ibadat ini, seperti juga Ibadat Harian lainnya, aslinya adalah nyanyian Gregorian, dalam bahasa Latin. Lagunya sangat indah dan suasananya ibadatnya sangat dramatis, dengan nuansa berkabung dan kesedihan yang mendalam. Ibadat ini dulunya dilaksanakan di biara-biara mulai pukul 3:00 pagi, diterangi cahaya 15 lilin di kandelar khusus seperti yang terlihat di foto sebelah, plus 6 lilin di altar. Lilin-lilin ini nantinya satu persatu dipadamkan hingga tercapai kegelapan yang sempurna. Itu sebabnya ibadat ini dinamakan Tenebrae, yang artinya kegelapan. Sekarang ini, Tenebrae memang tidak lagi dimulai pukul 3:00 pagi, namun 15 lilin (atau kadang dimodifikasi menjadi hanya 7 lilin) dengan kandelar khusus itu toh tetap digunakan. Dalam praktiknya, bahkan ada pemikiran bahwa upacara yang dibikin dengan lilin-lilin yang dipadamkan satu persatu lalu boleh disebut Tenebrae. Sebaiknya kita berhati-hati dengan Tenebrae yang digagas saudara-saudara kita Kristen non-Katolik. Umat Katolik sebaiknya berhati-hati menggunakan tata upacara atau partitur Tenebrae yang ada di internet atau yang dibeli dari luar negeri. Kurang pas rasanya kalau kita menggunakan liturgi Protestan di dalam gereja Katolik. Dalam tradisi Katolik, Tenebrae dilaksanakan dalam suasana berkabung yang amat mendalam. Organ tidak pernah dipakai dalam Tenebrae, juga tidak dimainkan sebelum dan sesudah ibadat ini (Ceremonies of the Liturgical Year 409, Elliott, 2002).

Tenebrae menurut tradisi Katolik sebelum Konsili Vatikan II memiliki unsur-unsur berikut. Yang pertama adalah Ibadat Bacaan. Ibadat Bacaannya terdiri dari 3 Nocturna, yang masing-masing terdiri dari 3 Mazmur dan 3 Bacaan plus Tanggapannya. Kalau ditotal, semuanya ada 9 Mazmur. Nah, berikutnya adalah Ibadat Pagi. Ibadat Paginya terdiri dari 5 Mazmur dan Kidung plus satu lagi Kidung Zakaria (Benedictus) sebagai puncaknya. Nah, lilin yang 15 buah tadi nantinya dimatikan satu persatu setiap kali selesai mendaraskan mazmur atau kidung yang jumlahnya 14 (tidak termasuk Kidung Zakaria). Berikutnya, satu persatu lilin di altar yang jumlahnya 6 buah juga dimatikan setiap kali selesai mendaraskan 6 ayat-ayat terakhir Kidung Zakaria. Sampai di sini tinggallah satu lilin di puncak kandelar khusus yang berisi 15 lilin tersebut. Satu lilin itu pun lalu diambil dan disembunyikan di bawah altar sehingga terjadi kegelapan yang sempurna. Pada saat yang sama, semua yang hadir menimbulkan kegaduhan, biasanya dengan memukul-mukulkan Buku Ibadat Harian (Brevir) ke bangku. Ini untuk mensimulasikan gempa yang terjadi saat Yesus wafat. Setelah itu, lilin yang disembunyikan di bawah altar dikeluarkan lagi dan ibadat berakhir dengan khidmat.

Supaya lebih jelas, berikut saya berikan contoh rumusan Tenebrae untuk Jumat Agung. Ini saya ambil dari Missale Romanum 1962 terbitan Baronius. Rumusan ini ada juga di Liber Usualis. Pertama, kita mulai dengan Ibadat Bacaan. Nocturna Pertama: Mazmur 2, 21 dan 26 plus 3 bacaan yang diambil dari Kitab Ratapan (Nabi Yeremia) 2. Nocturna Kedua: Mazmur 37, 39 dan 53 plus 3 bacaan yang diambil dari tulisan Santo Agustinus. Nocturna Ketiga: Mazmur 58, 87 dan 93 plus 3 bacaan yang diambil dari Surat Rasul Paulus kepada Orang Ibrani 4. Setelah selesai Ibadat Bacaan dengan tiga nocturna itu, kemudian dilanjutkan dengan Ibadat Pagi. Mazmur 50, 142, 84, Kidung Habakuk III, Mazmur 147 dan akhirnya Kidung Zakaria. Itu semua kalau didaraskan akan makan waktu setidaknya 2.5 jam.

Nah, di atas adalah format Tenebrae hasil reformasi terakhir sebelum Konsili Vatikan II. Setelah Konsili Vatikan II, formatnya jauh lebih sederhana, tapi tentu tetap adalah format Ibadat Bacaan dan Ibadat Pagi yang digabungkan. Kalau mau detailnya, untuk yang Jumat Agung bisa dibaca sendiri di Buku Ibadat Harian (Brevir), mulai halaman 168. Kalau juga pengin tahu aslinya dalam bahasa Latin, boleh coba klik di link Liturgia Horarum Online ini.

Rumit dan panjang yah? Memang, itu sebabnya ibadat ini biasanya dipandu oleh seorang Magister Caeremoniarum. Oh ya, uskup atau imam yang hadir dalam ibadat ini tidak memakai kasula atau pluviale. Mereka hanya memakai habitus choralis atau gampangnya busana panti imam. Untuk uskup, ini berarti jubah dan selendang sutera ungu dengan rochet putih dan mozetta ungu serta salib pektoral yang digantung dengan tali anyaman hijau emas, plus pileola (solideo) dan biretta ungu. Untuk imam, ini berarti jubah mereka (yang menurut tradisi Katolik berwarna hitam) plus superpli putih. Kalau jubah imam berwarna putih dan tidak terlihat indah dikombinasikan dengan superpli yang juga berwarna putih, boleh saja imam memakai alba putih dan singel. Stola tidak dikenakan baik oleh uskup maupun imam.

Kamis, 14 Juli 2011

Veberabilis Marcel Van C.Ss.R.




MASA KECIL
MASUK SEMINARI
RINDU MENJADI SEORANG KUDUS
SEORANG BROEDER REDEMPTORIS
PENGAKU IMAN
BEBERAPA PESAN TUHAN KEPADA MARCEL VAN


MASA KECIL

Yoakim Nguyên Tan Van dilahirkan pada tanggal 15 Maret 1928 di sebuah desa di Vietnam Utara (Tonkin). Ayahnya seorang penjahit, ibunya seorang ibu rumah tangga yang terkadang bekerja di sawah. Ayahnya suka berjudi dan minum. Ibunya seorang Katolik yang saleh, baik, lemah-lembut dan murah hati kepada siapa saja. Van mempunyai dua saudara perempuan, Le - kakaknya, dan Te - adiknya. Van sendiri seorang anak yang lembut dan perasa, baik hati dan penuh kasih. Sejak masih dini usianya, Van menunjukkan kesalehan dan devosi yang mengagumkan. Ia biasa bermain prosesi untuk menghormati Santa Perawan Maria bersama Te, saudara-saudara sepupu dan teman-teman bermainnya. Ia senang berdoa dan mendaraskan rosario bersama ibunya.

Ketika usianya enam tahun, Van diperkenankan menyambut Komuni Kudus yang Pertama. Di kemudian hari ia menulis mengenai hari bahagia ini: “Waktunya telah tiba, saat yang begitu dirindukan telah datang… Dengan hati-hati kujulurkan lidahku untuk menyambut Roti Cinta. Hatiku dikuasai oleh sukacita yang luar biasa… Dalam sekejap, aku telah menjadi seperti “setetes air” yang hilang ditelan samudera luas. Sekarang di sana yang tinggal hanya Yesus, dan aku adalah “bukan apa-apa Yesus yang kecil”. Sejak hari itu, Van menyambut Komuni Kudus setiap hari. Tak lama kemudian, ia menyambut Sakramen Tobat. Suatu kerinduan tumbuh dalam hatinya: “Aku rindu menjadi seorang imam, agar aku dapat mewartakan Kabar Gembira kepada mereka yang belum mengenal Kristus.”

Ketika usianya tujuh tahun, Van mulai bersekolah. Akan tetapi guru sekolahnya sangat keras terhadap para murid, memukuli mereka dengan rotan di setiap kesempatan. Kesehatan Van pun mulai memburuk: “Dari hari ke hari aku semakin kurus dan pucat,” demikian tulis Van dalam otobiografinya, “dan itu karena sistem pendidikan yang sangat keras hingga aku sampai pada keadaan kepayahan yang begitu rupa.”


MASUK SEMINARI

Khawatir akan keadaan puteranya, ibunya mempercayakan Van pada Pastor Yosef Nha, imam paroki di Huu-Bang. Pastor Nha mengelola sebuah “Wisma Tuhan” yang adalah sebuah lembaga di mana anak-anak lelaki mulai mengenyam pelajaran lebih mendalam di bidang agama, sementara melanjutkan pendidikan mereka dan membantu pastor. Yang paling cakap di antara mereka akan diperkenankan melanjutkan pendidikan ke Seminari Rendah. Van sangat senang akan kehidupan barunya ini dan segera menjadi seorang murid yang cemerlang. Akan tetapi, salah seorang gurunya, Guru Vinh, kemudian membawa Van ke sebuah kamar pribadi dan menderanya dengan rotan. Guru Vinh berdalih ia tengah melatih Van dalam apa yang disebutnya sebagai “kehidupan yang sempurna”. Ia mengancam Van untuk merahasiakan hal ini. Dua minggu berlalu ketika akhirnya perempuan tukang cuci pakaian pastor mendapati noda-noda darah di baju Van. Pastor Nha sadar akan apa yang terjadi dan dengan tegas melarang Guru Vinh untuk mendekati Van.

Sesekali Pastor Nha mengajukan Van sebagai teladan bagi para murid katekis yang suam-suam kuku. Hal ini membangkitkan iri dan dengki dalam diri murid-murid yang lain. Mereka mengatur semacam pengadilan guna “mengadili” Van. Setelah mempermalukan Van dengan berbagai macam cara, mereka mengecamnya karena menyambut Komuni Kudus setiap hari. “Hatiku galau dan menderita hebat memikirkan bahwa, tanpa memiliki kepantasan seperti para kudus, aku berani menyambut Komuni setiap hari… Lalu kesalahan-kesalahan dari masa kecilku terbayang kembali.” Dalam pencobaan berat ini, Van bertaut erat pada Bunda Maria dan dengan penuh kekhusukan mendaraskan rosario.

Setiap malam sesudah Ibadat Sore, para murid katekis akan menggelar “pengadilan”, menginterogasi dan mendakwa Van, dan sebagai hukuman mereka akan menderanya dengan rotan atau melucuti pakaiannya. Apabila Pastor Nha tidak berada di tempat, bersama “Guru”, para murid katekis ini kerap minum-minum dan mengundang gadis-gadis tetangga menemani mereka. Pastor Nha sendiri sekarang lebih suka mengalihkan Van dari pelajaran dan menjadikannya pelayan.

Pada masa yang sama ini timbul tragedi di rumah. Banjir hebat menghancurkan serta menghanyutkan sebagian besar harta milik keluarga. Terlebih parah, ayahnya menghabiskan apa yang masih tersisa untuk mabuk dan berjudi. Ibu dan kedua saudari Van hidup di bawah garis kemiskinan; kini ibunya tak lagi mampu mengirimi Van uang ataupun pakaian.

Bersama beberapa teman, Van meninggalkan “Wisma Tuhan” dengan harapan diterima di suatu seminari. Tetapi karena tak menemukan seminari ataupun tempat yang mau menerimanya bekerja, ia terpaksa kembali. Van menghabiskan sebagian besar waktunya dengan melakukan pekerjaan kasar. Ketika usianya duabelas tahun, ia menerima sertifikat, tetapi tidak diijinkan melanjutkan pendidikan. Jadi, ia menghabiskan seluruh waktunya dengan bekerja.

Karena tidak tahan dengan suasana di Wisma - alkohol, judi, kata-kata carut-marut, kehadiran gadis-gadis yang tak tahu malu, pada akhirnya Van melarikan diri dan pulang ke rumah orangtuanya. Tetapi dihimpit kemelaratan, keluarga mengembalikan Van ke Huu-Bang. Dua bulan kemudian Van melarikan diri lagi dan hidup menggelandang sebagai pengemis jalanan. “Sejak saat itu,” tulisnya, “pekerjaanku adalah menadahkan tangan kepada mereka yang lewat… Seminggu hidup secara demikian, kulitku terbakar matahari dan pipiku cekung… Meski demikian aku mendapati hidup sebagai seorang gelandangan miskin ini sama sekali tidak sulit. Sebaliknya, aku merasakan suatu damai sukacita dalam menderita bagi Tuhan. Aku tahu bahwa dengan melarikan diri, aku telah menghindari dosa, aku telah menghindari apa yang mendukakan Hati Allah.”

“Aku mulai menganggap diriku sendiri sebagai makhluk yang hina dina. Iblis membuat pikiran ini berkembang dalam diriku - jika manusia saja tak dapat tahan denganku, bagaimana mungkin Tuhan masih dapat tahan denganku? Aku akan segera mati dan aku akan masuk neraka.” Tetapi, bukannya larut dalam keputusasaan, Van mengarahkan matanya lekat-lekat pada Yesus dan Santa Perawan Maria yang senantiasa merupakan pengharapannya; dan ia pun beroleh pengharapan dan damai melalui rosario yang dengan setia didaraskannya. Suatu hari, ia mendapat kesempatan untuk membuka hatinya kepada seorang imam yang menguatkannya dengan perkataan: “Terimalah segala pencobaan ini dengan sukahati dan persembahkanlah kepada Tuhan. Apabila Tuhan mengirimkan salib kepadamu, itu merupakan suatu tanda bahwa Ia telah memilihmu.”

Syukurlah, pada tahun 1942, atas pertolongan seorang teman, Van diterima di seminari rendah di Lang-Son. Enam bulan kemudian, karena kekurangan dana, seminari ditutup, tetapi Van dapat melanjutkan pendidikannya di Paroki St Theresia dari Kanak-kanak Yesus di Quang-Uyên, dalam bimbingan dua imam Dominikan.


RINDU MENJADI SEORANG KUDUS

“Kendati kerinduanku yang besar untuk mencapai kekudusan, aku yakin bahwa aku tak akan pernah mencapainya, sebab untuk menjadi seorang kudus, orang harus berpuasa, mendera diri dengan cambuk, mengalungi leher dengan batu dan membelenggu diri dengan rantai-rantai berduri, mengenakan pakaian kasar, menahan dingin, kudis dan lain-lain… Allah-ku, jika seperti itu, aku menyerah… Semuanya itu terlalu berat bagiku.”

Suatu hari Van menebarkan banyak buku riwayat hidup santa dan santo di atas meja. Dalam doa ia memohon Tuhan membimbingnya dengan berjanji bahwa ia akan membaca buku apapun yang diraih tangannya. Lalu, dengan mata tertutup ia menempatkan tangannya secara acak. “Aku membuka mataku. Di tanganku ada sebuah buku yang belum pernah aku baca sebelumnya - `Kisah Suatu Jiwa' oleh St Theresia dari Kanak-Kanak Yesus.” [`Kisah Suatu Jiwa' di Indonesia diterbitkan dengan judul `Aku Percaya Akan Cinta Kasih Allah'] Dengan antusias Van membuka lembar-lembar buku itu, namun karena tak ada sesuatu yang luar biasa, ia enggan membacanya. Tetapi segera ia mencela diri, `Ah, dengan bertindak seperti ini, engkau telah melanggar janjimu!' Jadi, aku memungut buku itu kembali dengan kepala sarat pertanyaan yang bercampur-aduk - `Apakah ini “Kisah Suatu Jiwa”??? Siapakah itu St Theresia dari Kanak-kanak Yesus??? Dari mana asalnya??? Apakah yang membuatnya serupa dengan beribu santa / santo lainnya?'”

Sebagaimana dijanjikannya, Van mulai membaca. “Aku baru saja membaca beberapa halaman ketika dua butir airmata mengalir jatuh ke pipi… Apa yang secara mendalam menggerakkanku adalah permenungan Theresia:

`Jika Allah membungkuk hanya pada tingkat bunga-bunga yang paling indah, simbol para Pujangga Kudus, maka Kasih-Nya tak akan begitu sepenuhnya nyata, sebab adalah kodrat Kasih untuk membungkuk hingga ke batas yang paling rendah… Sama seperti matahari menyinari sekaligus pohon-pohon cedar dan setiap bunga kecil seolah dialah satu-satunya yang ada di bumi, demikianlah Tuhan kita memberikan perhatian pada setiap jiwa seolah tak ada jiwa lain sepertinya.”

“Maka mengertilah aku bahwa Allah adalah Kasih… Seperti St Theresia, aku pun dapat menguduskan diri melalui segala perbuatan kecilku… Senyuman, sepatah kata atau tatapan, asalkan semuanya dilakukan dalam kasih. Betapa bahagia!... Mulai dari sekarang, kekudusan tak lagi menakutkanku… Airmataku mengalir bagai mata air yang tiada habis-habisnya.”

“Siang itu aku telah menerima suatu sumber rahmat dan kebahagiaan. `Kisah Suatu Jiwa' telah menjadi sahabat terkasihku dan menyertaiku ke manapun aku pergi, dan aku tiada henti membaca dan membacanya lagi, tanpa pernah merasa jemu. Tiada suatu pun dalam buku ini yang tidak selaras dengan pikiranku, dan yang terlebih lagi menyenangkanku sepanjang membaca buku ini adalah melihat dengan jelas bahwa kehidupan rohani Theresia identik dengan kehidupan rohaniku. Pemikiran-pemikirannya, bahkan `ya atau tidak'-nya sesuai dengan pemikiran-pemikiranku sendiri dan peristiwa-peristiwa kecil dalam hidupku. Sungguh, tak pernah seumur hidupku aku menemukan sebuah buku yang begitu selaras dengan pemikiran dan perasaan-perasaanku sendiri seperti `Kisah Suatu Jiwa'. Dapat kuakui bahwa kisah jiwa Theresia adalah kisah jiwaku….”

Keesokan paginya, Van bangun dan berlutut di hadapan altar Santa Perawan Maria. Ia memanjatkan doa: “… Santa Perawan, Bundaku. Hari ini adalah sungguh hari pertama aku diperkenankan mencicipi kebahagiaan yang manis begitu rupa; hari yang memperkenalkanku pada suatu jalan baru… Mulai dari sekarang, ya Bundaku, sudi bimbinglah aku di jalan baruku; ajarilah aku untuk mengasihi Allah dengan sempurna dan untuk mempersembahkan diriku kepada-Nya dalam kepercayaan penuh. Aku berani mengungkapkan suatu pengharapan kepadamu: Agar kiranya aku dibalut dalam kasihmu, sebagaimana Thereisa dulu, si Bunga Kecil. Aku bahkan berharap engkau memberikan Santa ini kepadaku sebagai pembimbingku dalam `Jalan Kecil'-nya. Oh betapa bahagia jadinya aku sebab aku merasa bahwa hidupku tak dapat terlepas dari perasaan kanak-kanak yang telah Allah pahatkan dalam jiwaku sebagai suatu anugerah lahir.”

Kemudian, berpaling kepada Yesus, ia berdoa: “Ya Yesus, Guru-ku satu-satunya yang terkasih, Engkau tahu bahwa aku mengasihi-Mu dan hanya menghendaki menanggapi kehendak-Mu. Engkau telah membangkitkan dalam budiku kerinduan untuk menjadi seorang kudus. Maka, Engkau membuatku menemukan, dengan suatu cara yang amat sederhana, `Jalan Kecil' dengan mana Engkau membimbing St Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Engkau telah menggunakan tangan santa kecil ini untuk menulis demi kepentingan jiwa-jiwa, nasehat-nasehat manis dengan mana Engkau telah menghantarnya di jalan kecilnya. Pada hari ini, aku tahu bahwa Engkau mengasihiku, dan bahwa dalam kasih-Mu yang dahsyat Engkau memperlakukanku sebagai seorang kanak-kanak kecil. Ah, betapa Engkau layak mendapatkan balasan cinta! Mulai dari sekarang aku telah memutuskan untuk mengikuti jejak langkah-Mu sebagaimana Engkau kehendaki, dan agar setiap langkahku selaras dengan kehendak-Mu, aku mohon, ya Tuhan-ku, agar kiranya Engkau menganugerahiku rahmat ini: Berikanlah St Theresia dari Kanak-kanak Yesus sebagai pembimbingku, agar dengan demikian ia dapat mengajariku untuk mengasihi-Mu sebagaimana seharusnya, sebab aku sama sekali bodoh. Anugerahilah juga aku rahmat untuk berkanjang dalam kasih-Mu hingga titik terakhir, sehingga sesudahnya boleh mengasihi-Mu sepanjang kekekalan masa, di tanah air kasih yang diperuntukkan bagi mereka yang mengasihi-Mu.”

Segera sesudah itu, Van berjalan kaki ke sebuah bukit terdekat. Sekonyong-konyong, dalam keheningan, ia dikagetkan oleh suara yang memanggilnya. “Van, Van, adikku terkasih!” Tapi tak ada seorang pun dekatnya! Suara itu kembali memanggil: “Van, Van, adikku terkasih!” “Aku terpana dan sedikit takut, tetapi aku tetap tenang dan segera dapat menebak bahwa suara yang memanggilku ini adalah suara adikodrati - maka aku berteriak atau berseru dalam luapan sukacita - `Oh, saudariku Theresia!' -

`Ya, ini sungguh saudarimu, Theresia… Mulai dari sekarang engkau secara pribadi akan menjadi adikku, sebagaimana engkau telah memilihku untuk menjadi kakakmu… Mulai dari hari ini, kedua jiwa kita akan berpadu menjadi hanya satu jiwa, dalam kasih Allah yang satu… dari saat ini aku akan memberitahukan kepadamu segala pemikiran-pemikiranku yang indah tentang kasih yang muncul dalam masa hidupku, dan yang telah mengubahku dalam kasih Allah yang tak terhingga… adalah Allah Sendiri yang telah mengatur perjumpaan ini. Allah menghendaki pelajaran-pelajaran mengenai kasih yang Ia ajarkan kepadaku sebelumnya dalam rahasia jiwaku, hidup di dunia ini, dan Ia telah berkenan memilihmu sebagai seorang sekretaris kecil untuk melaksanakan karya-Nya, yang seturut kehendak-Nya Ia percayakan kepadamu….”

“… Allah Bapa kita memelihara bahkan detail-detail terkecil dalam hidup kita… Allah adalah Bapa dan Bapa ini adalah Kasih. Kebajikan dan kelembutan-Nya tak terhingga… Tetapi sejak hari leluhur pertama kita jatuh dalam dosa, ketakutan telah menguasai hati manusia dan telah merenggut darinya pemikiran akan Allah yang adalah Bapa kita yang baik tak terhingga… Maka Allah mengutus PutraNya… Yesus datang untuk memberitahukan kepada saudara-saudara-Nya di dunia bahwa kasih Bapa adalah sumber yang tiada habis-habisnya… Kita sungguh teramat beruntung menjadi anak-anak Allah. Marilah kita mengucap syukur atas ini dan tak pernah menyerah pada ketakutan yang berlebihan… Jangan pernah takut pada Allah. Ia sepenuhnya adalah Bapa Mahapengasih. Ia hanya tahu bagaimana mengasihi, dan Ia rindu dikasihi sebagai balasnya… Janganlah takut berbicara akrab kepada Allah seperti kepada seorang sahabat. Katakan kepada-Nya semua yang ada di benakmu - permainan kelerengmu, panjat gunung, olok-olok temanmu, kemarahanmu, airmatamu, atau kesenangan-kesenangan kecil yang datang sekilas….”

“Tetapi kakak, Allah sudah tahu semuanya itu.”

“Benar, adik… Akan tetapi, demi memberi dan menerima cinta, Ia harus membungkuk dan Ia melakukan ini seolah Ia lupa bahwa Ia tahu semuanya, dengan harapan mendengar suatu kata akrab meluncur dari hatimu.”

“Apabila engkau merasakan sukacita, persembahkanlah kepada-Nya sukacita ini yang membesarkan hatimu, dan dengan berbuat demikian engkau akan meneruskan sukacitamu kepada-Nya. Adakah gerangan kebahagiaan yang terlebih besar selain dari pasangan yang saling mengasihi dan berbagi segala yang mereka miliki? Bertindak dengan cara ini terhadap Allah adalah mengatakan `terima kasih' kepada-Nya, yang menyenangkan-Nya lebih dari ribuan madah yang menggetarkan hati. Jika sebaliknya, engkau dikuasai kesedihan, katakan lagi kepada-Nya dengan hati yang jujur: `Ah, Allah-ku, aku sungguh sedih' dan mohon pada-Nya untuk membantumu menerima kesedihan ini dengan sabar. Percayalah ini: Tiada suatu pun yang dapat terlebih menyenangkan Allah yang baik selain dari melihat di dunia ini sebentuk hati yang mengasihi-Nya, dan yang tulus kepada-Nya dalam setiap langkah, dan dalam setiap senyuman; pula dalam setiap airmata, dalam kesenangan-kesenangan kecil sesaat.”

Penampakan pertama St Theresia dari Kanak-kanak Yesus ini berlangsung beberapa waktu lamanya. [Pesan-pesan selengkapnya dapat dibaca dalam “Otobiografi Marcel Van.”]

Sebelum meninggalkan Van dalam penampakan pertama ini, St Theresia mengatakan: “Aku mengasihimu sebab engkau adalah jiwa yang adalah warga sahabat-sahabat Kasih. Bagimu adikku, satu-satunya harapanku adalah melihat digenapinya karya-karya yang begitu dikehendaki Kasih Ilahi bagimu. Jadi, adik, dengarkan aku: mulai sekarang dalam hubunganmu dengan Bapa Surgawi kita, janganlah lalai mentaati nasehatku. Sekarang, hari mulai malam, jadi ijinkan aku mengakhiri percakapan kita sampai di sini, sebab waktu makan telah tiba. Tam dan Hien menantimu, dan Tam sudah mulai tak sabar… Aku memberimu kecupan… Kita akan punya banyak kesempatan untuk berbincang-bincang bersama lagi. Dan kita dapat melakukannya di manapun, tanpa khawatir orang akan mengetahuinya.”

“Theresia berhenti berbicara, dan aku seperti seorang yang bangun dari mimpi; setengah khawatir dan setengah bahagia; dan ketika ia mengatakan `Aku memberimu kecupan', sekonyong-konyong aku merasa seolah suatu hembusan lembut menyentuh wajahku. Dan aku dikuasai sukacita begitu rupa hingga untuk sekejap aku kehilangan kesadaran. Sebagian dari sukacita manis ini masih tinggal bersamaku hingga hari ini, tetapi aku tidak tahu bagaimana membandingkannya dengan tepat.”

St Theresia menjadi sahabat dekat dan pembimbing rohani Van, yang dengan akrab membimbingnya dalam kehidupan rohani.

Sejak dari masa kecil, Van selalu yakin bahwa ia dipanggil untuk menjadi seorang imam. “Untuk itu,” tulis Van, “aku telah berkurban dalam banyak hal dengan membebankan pada diriku banyak perbuatan rohani dan jasmani.” Tetapi suatu hari St Theresia berkata kepadanya,

“Van, adikku, ada suatu hal penting yang perlu kusampaikan kepadamu… Tetapi ini akan membuatmu sangat sedih… Allah telah menyatakan kepadaku bahwa engkau tidak akan menjadi seorang imam.”

Mendengar ini Van mulai menangis, “Aku tak akan pernah bisa hidup jika aku tidak menjadi seorang imam….”

“Van, jika Allah menghendaki kerasulanmu dilaksanakan dalam bidang lain, bagaimanakah pendapatmu?... Apa yang paling sempurna adalah melakukan kehendak Bapa kita di surga… Di atas segalanya kau akan menjadi sorang rasul melalui doa dan kurban, seperti aku sendiri dulu.”

St Theresia lalu mengarahkan pandangan Van pada suatu baris yang amat penting dalam Kisah Suatu Jiwa:

`Aku mengerti bahwa kasih saja yang menempatkan anggota-anggota Gereja dalam karya… Aku mengerti bahwa Kasih mencakup segala panggilan, bahwa Kasih adalah segalanya, yang merengkuh segala waktu dan segala tempat… Singkat kata, bahwa Kasih itu Abadi.”

“Theresia, saudariku, panggilan tersembunyi apakah ini jika aku tidak menjadi imam?”

“Kau akan masuk biara di mana engkau akan membaktikan dirimu kepada Allah.”


SEORANG BROEDER REDEMPTORIS

Suatu malam di musim dingin pada tahun 1942-1943, Van mendapatkan suatu mimpi misterius. “Aku melihat seseorang masuk menuju kepala pembaringanku… Orang ini sepenuhnya terbalut dalam jubah hitam, agak tinggi dan wajahnya mencerminkan kebaikan yang luar biasa… Ia mengajukan pertanyaan kepadaku, `Nak, apakah kau mau…?'Tetapi sebelum pertanyaan berakhir, spontan aku menjawab `Ya.'”

Beberapa hari kemudian, Van mendapati sebuah patung yang sama seperti orang yang mendatanginya dalam mimpi. Itulah patung St Alfonsus Liguori, pendiri Redemptoris. St Theresia menegaskan panggilannya untuk menjadi seorang broeder Redemptoris.

“Adik, engkau akan menemui onak duri di sepanjang jalan, dan langit yang sekarang tenang akan diliputi awan gelap… Engkau akan mencucurkan airmata, engkau akan kehilangan sukacitamu dan engkau akan seperti seorang yang diturunkan ke keputusasaan… Tetapi ingatlah bahwa dunia memperlakukan Yesus seperti itu dan bahwa seorang Redemptoris serupa dengan Juruselamat-nya… Meski begitu, jangan takut. Dalam badai ini, Yesus akan terus tinggal dalam perahu jiwamu… Adik, engkau tidak akan lagi mendengarku berbicara begitu akrab denganmu seperti sekarang. Janganlah berpikir bahwa aku meninggalkanmu. Sebaliknya, aku terus tinggal dekatmu seperti seharusnya seorang kakak… Di dunia ini, penderitaan merupakan bukti kasihmu, dan penderitaan memberikan pada kasihmu segala makna dan nilai.”

Van diterima di Biara Redemptoris di Hanoi pertama-tama sebagai pembantu rumah tangga dan, pada tanggal 17 Oktober 1944 ia diterima sebagai postulan dengan nama Broeder Marcel. Hari sesudah profesi religius, Marcel Van mendengar Yesus berkata kepadanya: “Anak-Ku, demi kasih kepada umat manusia, persembahkanlah dirimu kepada-Ku, agar mereka dapat diselamatkan.” Perkataan ini meneguhkan nilai penderitaan yang dipersatukan dengan penderitaan Kristus. Broeder Marcel menulis: “Yesus hendak mempergunakan tubuhku untuk menanggung penderitaan, penghinaan dan kepayahan, agar api kasih yang membakar Hati Ilahi-Nya dapat ditularkan kepada hati segenap manusia di bumi.”

Mulai dari masa novisiat, atas permintaan pembimbing rohani, Broeder Marcel menulis otobiografi. Selama dua tahun ia dianugerahi percakapan-percakapan rohani yang akrab mesra dengan Yesus, Maria dan St Theresia. Tetapi pada tanggal 9 September 1946, sehari sesudah kaul pertama, Yesus mengatakan kepadanya, “Anak-Ku, bagianmu sekarang adalah mengurbankan saat-saat keakraban manis bersama-Ku, dan membiarkan-Ku pergi mencari para pendosa… Kemudian, Van kecil-Ku, ketahuilah bahwa engkau akan menderita karena Superior dan Saudara-saudaramu. Akan tetapi pencobaan-pencobaan ini akan menjadi tanda bahwa engkau menyenangkan Hati-Ku. Aku memohon semua penderitaan ini demi mempersatukanmu kepada-Ku dalam karya pengudusan para imam.”

Broeder Marcel mengerti bahwa misinya adalah berdoa dengan suatu cara yang istimewa bagi para imam dan para calon imam. Sebagaimana ia sendiri mengatakan: “Aku mengerti bahwa misi yang Tuhan percayakan kepadaku amat penting, yakni memberikan nyawa kepada para imam… Allah membutuhkan kerjasama dari jiwa-jiwa tertentu untuk melahirkan di kalangan para imam kelimpahan rahmat ilahi yang akan membantu mereka untuk hidup dan untuk bertindak selaras dengan kehendak Allah.” (Surat kepada Hghi, 23 Juli 1952).

“Ya, inilah dahaga unik hidupku, dan sebab dahaga ini, aku telah mengenakan pada diriku sendiri kewajiban untuk menjadi “jantung” para imam, menggunakan kehangatan kasih dan sumber kasih penebusan untuk berdetak dan untuk memberi hidup kepada para imam.

Tak lama, segeralah datang “malam kelam jiwa” Broeder Marcel. Sebagian besar rahmat mistik dan penghiburan lenyap dan hanya kurban membosankan yang masih tinggal dalam iman yang murni.


PENGAKU IMAN

Pada tahun 1950, Broeder Marcel dikirim ke Saigon, dan kemudian ke Dalat. Pada bulan Juli 1954, Vietnam Utara dikuasai Komunis. Banyak umat Katolik mengungsi ke Selatan. Beberapa biarawan Redemptoris tetap tinggal di biara di Hanoi untuk melayani umat Kristiani yang masih tinggal. Broeder Marcel paham bahwa Yesus memintanya untuk menggabungkan diri bersama mereka. “Aku pergi ke sana (Hanoi),” tulisnya, “agar ada seorang yang mengasihi Allah di tengah-tengah kaum Komunis.” Beberapa minggu sesudahnya, ia menulis kepada saudarinya Anna-Maria: “Cukup sering aku dikuasai kepedihan, dan aku hanya berpikir, `Oh, andai saja aku tak datang ke Hanoi… Tetapi ada desakan yang begitu kuat dalam suara Yesus!”

Pada hari Sabtu, 7 Mei 1955, sementara dalam perjalanan ke pasar, Broeder Marcel ditangkap dan digiring ke kantor investigasi kriminal, lalu dijebloskan ke dalam penjara. Lima bulan kemudian, ia dipindahkan ke penjara pusat di Hanoi, di mana ia bertemu dengan banyak umat Katolik dan para imam. Broeder Marcel menulis kepada Superiornya: “Andai aku ingin hidup, mudah saja bagiku. Aku hanya perlu mendakwa Anda. Tetapi jangan khawatir, aku tak akan pernah berbuat demikian.” Kepada Bapa Pengakuan ia menulis: “Bulan-bulan terakhir ini aku harus berjuang segigih mungkin dan menanggung segala siksa cuci otak. Para musuh mempergunakan berbagai muslihat untuk membuatku menyerah, tetapi aku tak akan membiarkan kelengahan barang sedikitpun.” Dan kepada saudarinya: “Tak seorang pun akan dapat merenggut senjata kasih dariku. Tiada derita yang mampu menyingkirkan senyum kasih yang aku biarkan menghiasi wajah tirusku, Dan untuk siapakah gerangan senyumku, jika bukan untuk Yesus, sang Kekasih hati? … Aku adalah kurban Kasih, dan Kasih adalah segala kebahagiaanku - suatu kebahagiaan yang tak dapat dimusnahkan….”

Setahun sesudah penangkapannya, Broeder Marcel muncul di hadapan pengadilan di Hanoi dalam keadaan tenang dan penuh penguasaan diri. Pengadilan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dalam sebuah kamp “pendidikan ulang”. Ia dibawa ke Kamp No 1, di mana ia menjumpai banyak umat Katolik. “Aku sangat sibuk, seperti seorang imam paroki kecil. Di samping jam-jam kerja paksa, aku harus terus-menerus menyambut mereka yang datang silih berganti mencari penghiburan dariku… Tuhan Sendiri membuatku tahu bahwa aku melakukan kehendak-Nya di sini. Berulang kali, aku memohon kepada-Nya anugerah mati dalam kamp ini, tetapi setiap kali, Ia menjawabku: `Aku siap mengikuti kehendakmu sebagaimana engkau senantiasa mengikuti kehendak-Ku, tetapi ada jiwa-jiwa yang masih membutuhkanmu…'” Setiap kali Broeder Marcel berserah diri pada kehendak Allah.

Pada bulan Agustus 1957, Broeder Marcel Van dipindahkan ke Kamp No 2. Setelah suatu upaya meloloskan diri demi mendapatkan Hosti yang sudah dikonsekrir, ia ditangkap kembali, didera, dan dipenjarakan dalam sel yang kumuh dan pengap. Segalanya menjadi lebih sulit bagi - tak ada lagi kunjungan-kunjungan, tak ada lagi surat, dan di awal 1958 ia mulai melewatkan hidupnya dalam belenggu, seorang diri, tanpa dukungan dan tanpa penerangan, terkecuali terang yang memancar dalam hatinya. Tubuhnya habis digerogoti tuberculosis dan beri-beri. Broeder Marcel Van pun menyerahkan jiwanya kepada Tuhan tengah hari pada tanggal 10 Juli 1959, dalam usia 31 tahun. Pengajuan Beatifikasi Broeder Marcel Van sebagai seorang pengaku iman dibuka pada tanggal 26 Maret 1997 di Keuskupan Belley-Ars, Perancis.

“Kasih tak dapat mati, melainkan terus mengasihi tanpa mengenal batasan-batasan waktu. Ah, andai saja aku dapat mati karena kasih! Aku telah melakukan tindak persembahan diri yang total, dan tindak ini telah diterima….”
~ Venerabilis Marcel Van


BEBERAPA PESAN TUHAN KEPADA MARCEL VAN


Kepercayaan kepada Kasih

“Wahai jiwa-jiwa berdosa… satu-satunya yang Aku minta darimu, dan yang cukup bagi-Ku untuk mendekapkanmu pada Hati-Ku yang bernyala-nyala, adalah agar engkau sungguh percaya bahwa Kasih mengasihimu secara tak terhingga. Sayangnya, anak-anak kecil, adakah kalian percaya bahwa Aku tak mengetahui betapa malangnya kalian? Bahkan meski kemalanganmu tak terhingga, kalian harus percaya bahwa jasa-jasa-Ku juga tak terhingga. Bahkan meski dosa-dosamu telah mengganjarimu neraka bagimu berulang-ulang kali hingga tak terbatas, janganlah engkau, karena semua itu, kehilangan kepercayaan kepada Kasih-Ku. Malangnya adalah manusia tidak memiliki kepercayaan kepada Kasih-ku. Oh! Dosa! Dosa! Dosa tak pernah melukai Kasih-Ku; sama sekali tak ada yang melukai Kasih-Ku, terkecuali kurangnya kepercayaan kepada Kasih-Ku….

Marcel! Marcel! Broeder kecil, berdoalah agar jiwa-jiwa berdosa, yang begitu banyak jumlahnya, tak pernah kehilangan kepercayaan kepada Kasih-Ku. Selama mereka memelihara kepercayaan ini, Kerajaan Surga sungguh tak berhenti menjadi milik mereka.”


Seberkas Kepercayaan

“Seberkas kepercayaan kepada-Ku cukuplah untuk merenggut jiwa-jiwa berdosa dari cengkeraman iblis. Bahkan meski suatu jiwa mendapati dirinya sudah berada di ambang pintu gerbang neraka, menanti desahan terakhirnya sebelum jatuh ke dalam neraka, jika dalam desahan terakhir ini ada barang sedikit saja unsur kepercayaan kepada Kasih-Ku yang tak terhingga, itu akan cukuplah bagi Kasih-Ku untuk menarik jiwa itu ke dalam pelukan Tritunggal Mahakudus. Itulah sebabnya mengapa Aku katakan bahwa adalah sangat mudah bagi manusia untuk pergi ke surga dan bahkan sulit tak terhingga untuk masuk ke dalam neraka, sebab Kasih tak dapat pernah membiarkan suatu jiwa kehilangan dirinya begitu mudah.”


Suatu Percakapan Natal

Dalam Misa Natal 1945, Van melihat Yesus yang sungguh teramat elok. Ia bertanya kepada-Nya:

“Ah Yesus, siapakah gerangan yang mendandanimu dengan pakaian yang begitu indah? Dan siapakah yang membuat pakaian-pakaian indah ini untuk-Mu?”

“Marcel, engkau katakan bahwa Aku berpakaian indah? Dan siapakah yang dapat mendanani-Ku dengan begitu indah jika bukan engkau, Marcel?”

“Tetapi Yesus, aku tak pernah tahu bagaimana membuat pakaian untuk-Mu.”

“Kalau begitu, Marcel, tanyakanlah kepada saudarimu Theresia untuk mengetahui siapakah yang mendandani-Ku begitu baik dengan memberi-Ku pakaian-pakaian yang begitu cantik.”

“Saudariku Theresia, bukankah SP Maria yang membuat pakaian-pakaian ini untuk Yesus?”

“Pakaian-pakaian ini, bukan SP Maria ataupun aku yang membuatnya. Jadi, coba terka siapa kira-kira… Adik, kau yang membuatnya! Sementara aku, aku hanya membantumu membuatnya, dan engkau sendiri yang mendandani Yesus dengannya.”

“Apakah yang telah aku lakukan untuk membuat pakaian-pakaian indah ini?”

Pertama-tama, adikku terkasih, biarlah aku memberimu sebuah kecupan. Dan sekarang, inilah jawabanku. Dengarkan aku baik-baik. Tiap-tiap desahan yang kau hela karena penderitaan yang kau tanggung sepanjang minggu-minggu terakhir ini, tiap-tiap desahan ini cukuplah untuk menjadikan sehelai wool atau sekuntum bunga; jadi aku mempergunakan helaian-helaian wool yang engkau tenun setiap hari dengan penderitaanmu ini, seperti bunga-bungaan yang engkau petik, untuk merajut pakaian-pakaian indah ini bagi Yesus. Adakah engkau mengerti, adik? Dan adakah membuatmu bahagia melihat Yesus dengan pakaian-pakaian yang begitu indah? Jika sekarang pakaian-pakaian Yesus telah begitu indah, maka pakaian-pakaian itu akan menjadi terlebih lagi indah pada hari persatuanmu dengan-Nya. Darimana keindahan ini berasal, tak perlulah kau khawatir tentangnya. Sekarang sesudah Yesus memberimu kecupan-kecupan-Nya, pertama-tama renungkanlah untuk tinggal dalam sukacita dan halaulah segala pikiran kesedihan dan kecemaran. (Marcel Van, Colloques p.98, Preface from Cardinal Schoenborn, Ed. Saint-Paul)


Sumber: 1.“The Servant of God, Brother Marcel Van C.Ss.R. (Redemptorist)”; www.mysticsofthechurch.com; 2.“Marcel Van: A Soul for Priests
by Father Mark”; 3. berbagai sumber

Diperkenankan menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”

KELEMAH-LEMBUTAN: ST PAULUS DARI SALIB

KELEMAH-LEMBUTAN: ST PAULUS DARI SALIB

Apabila Paulus memerintahkan sesuatu kepada religiusnya, ia tidak pernah menekan dengan kekuasaannya, melainkan dengan kelembutan, dan dengan cara yang halus itu ia membantu mereka untuk mentaati perintahnya. Cara ini biasanya menghasilkan kegembiraan dan sungguh berguna dalam menarik hati para religius.

Sebagai contoh, kita baca bagaimana ia menyerahkan tugas menjaga pintu kepada Broeder Markantonio. Sang Broeder sendiri mengisahkannya sebagai berikut: “Setibanya di Biara Santi Giovanni Paolo di Roma, saya langsung pergi menghadap Pater Paulus. Pada waktu masuk ke kamarnya saya merasakan pemusatan rohani, yang di kemudian hari selalu akan saya alami setiap kali masuk ke kamarnya. Karena hari sudah malam lagi gelap, saya berlutut dekat tempat tidur di mana Pater Paulus berbaring. Saya mencium tangannya dan ia membelai lembut kepalaku sambil berkata: `Oh, Broeder Markantonio terkasih, engkau akan menjadi penjaga pintu di biara suci ini. Aku memintamu datang ke Roma sebagai penjaga pintu, sebab untuk tugas ini diperlukan seorang yang tahu memelihara kesopanan dalam memandang, kebijaksanaan, dan etiket dalam pergaulan. Engkau dari Toscana; engkau cukup tahu berbicara dengan santun. Pada suatu kesempatan lain datanglah kepadaku dan aku akan mengajarkan bagaimana engkau harus bersikap sebagai penjaga pintu.' Saya hampir tak mau pergi lagi dari kamarnya, maka dengan berat hati saya mohon doa dan berkatnya. Ia berkata kepadaku, `Semoga Tuhan memberkati engkau; selamat Broeder Markantonio yang terkasih!' Saya keluar dengan kegembiraan besar dan mataku basah oleh airmata sebab hatiku teramat bahagia.”

dikutip dari: “Biografi St Paulus dari Salib - Pendiri Kongregasi Pasionis, P. Carlo Marziali C.P., Kanisius 1989

yesaya.indocell.net

Sola Fide dan Sola Scriptura

Sedikit penjelasan singkat.

Sola Fide

Sola Fide berarti "Hanya Iman", prinsip Protestantisme bahwa hanya iman yang membuat manusia benar. Ini tidak berarti Protestant menganggap perbuatan itu tidak penting, tapi mereka menganggap bahwa perbuatan itu hanyalah "tanda luar" dari iman. Prinsip Sola Fide ini juga membuat banyak Protestant berpendapat akan Sekali Selamat, Terus Selamat yang maksudnya, setelah orang itu diselamatkan maka meskipun dia berdosa, dosa tersebut tidak akan mempengaruhi keselamatan dia.


Sola Scriptura
Prinsip Protestant bahwa hanya Alkitablah sumber iman yang tidak dapat salah. Dan semua ajaran tentang Kristus bisa di mengerti dengan JELAS hanya dengan membaca alkitab (perspicuity of scripture).




Sola Fide

Martin Luther dalam proses menerjemahkan Alkitab ke Bahasa German telah MENAMBAHKAN kata "Hanya" (Sola) di surat Paulus ke Roma pada kata "Iman", dan membuat phrase BARUyang berbunyi "Hanya Iman" (Sola Fide). Kenapa dia melakukan ini? Untuk menyesuikan kitab dengan doktrinnya.

PADAHAL, Luther sebenarnya TIDAK PERLU menambahkan kata "Hanya", karena dibagian lain alkitab kita bisa temukan satu-satunya tempat dimana BENAR-BENAR ADA (dan bukannya ditambahkan) konsep "Hanya Iman". Dimanakah itu? Silahkan lihat Yakobus 2:24. Di Versi Indonesia kurang jelas, maka ini dari Revised Standard Version:


James 2:24 (RSV)
2:24
24 You see that a man is justified by works and not by faith alone.



Tapi, tentu saja ini lain sekali dengan yang diharapkan Luther. Karena Surat Yakobus mengajarkan Iman+Perbuatan. Dan bahkan Yakobus mewanti-wanti terhadap konsep "Hanya Iman". Jadi singkatnya ALKITAB MELARANG KONSEP SOLA FIDE!


Dan tentu saja Surat Rasul Yakobus inilah yang membuat Luther pusing kepala. Sampai-sampai dia menaruh Surat Yakobus (dan juga Wahyu, Ibrani, Surat Yudas) di "Lampiran" di Kitab German yang dibuat dia. Bahkan suatu kali, karena kebenciannya terhadap surat Yakobus yang bertentangan dengan theologi dia, Luther pernah berkata:

"That epistle of James gives us much trouble, for the papists embrace it alone and leave out all the rest. . . . .Accordingly, if they will not admit my interpretation, then I shall make rubble also of it. I almost feel like throwing Jimmy into the stove, as the priest in Kalenberg did" (Luther 34:317).

"Surat Yakobus memberi kita banyak masalah, karena Papist (sebutan ejekan bagi umat Katolik yg dipake Luther) menganutnya sendiri dan meninggalkan yang lain-lainnya.... Karenanya, jika mereka tidak mengakui penafsiranku aku akan menghancurkannya (Surat Yakobus). Aku hampir merasa seperti melemparkan "Jimmy" (sebutan bagi Surat Yakobus) ke perapian, seperti yang dilakukan Romo/Pastor di Kalenberg" (Luther 34:317)



Sola Scriptura

Inilah ayat yang menyanggah konsep Sola Scriptura

2 Thessalonians 2:15 (KJV)
Therefore, brethren, stand fast, and hold the traditions which ye have been taught, whether byword, or our epistle

2 Tesalonika 2:15
Sebab itu, berdirilah teguh dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kamu terima dari ajaran-ajaran yang kamu terima dari kami, baik secara lisan, maupun secara tertulis.


Bisa dilihat bahwa ini sudah sangat sesuai dengan ajaran Gereja Katolik yang menolak mentah2 Sola Scriptura karena tidak Alkitabiah. Gereja Katolik menganggap bahwa Tradisi Suci dan Kitab suci adalah sumber iman umat Kristus, ini sudah sangat sesuai dengan ayat diatas. Plus, Kitab Suci sebenarnya adalah bagian dari Tradisi, jaman dahulu umat Kristus tidak memakai Alkitab seperti sekarang ini (dan Gereja KAtoliklah yang pada akhirnya menyusun Alkitab).


Beberapa ayat yang mendukung Tradisi Suci

2 Thessalonians 3:6 (KJV)
Now we command you, brethren, in the name of our Lord Jesus Christ, that ye withdraw yourselves from every brother that walketh disorderly, and not after the tradition which he received of us.

2 Tesalonika 3:6
Tetapi kami berpesan kepadamu, saudara-saudara, dalam nama Tuhan Yesus Kristus, supaya kamumenjauhkan diri dari setiap saudara yang tidak melakukan pekerjaannya dan yang tidak menurut ajaran yang telah kamu terima dari kami.

Disini ditunjukkan bagaimana Paulus menyuruh orang umat untuk menjauhkan diri dari umat lain yang tidak menuruti tradisi/ajaran yang telah diterima dari Rasul.



1 Corinthians 11:2 (KJV)
Now I praise you, brethren, that ye remember me in all things, and keep the ordinances, F32 as I delivered them to you.

--------------------------------------------------------------------------------
FOOTNOTES:
F32: ordinances: or, traditions



1 Korintus 11:2
Aku harus memuji kamu, sebab dalam segala sesuatu kamu tetap mengingat akan aku dan teguhberpegang pada ajaran yang kuteruskan kepadamu.

Disini Paulus memuji mereka yang taat terhadap tradisi/ajaran para rasul yang diteruskan oleh Paulus.




Kemudian, kalau kita lihat Bapa Gereja Awal, tidak ada yang mengajarkan Sola Scriptura. Bahkan, yang mengajarkan Sola Scriptura adalah para penganut ajaran sesat. Yang aku tahu adalah Donatist, yang kemudian di sanggah oleh St Agustinus. St Agustinus yang saat melawan ajaran sesat Manichaen berkata:


"I should not believe the Gospel except as moved by the authority of the Catholic Church."
(St. Augustine, Against the Epistle of Manichaeus Called Fundamental, 5,6)


"Aku tidak akan mempercayai Injil kecuali kalau tidak di gerakkan oleh otoritasGereja Katolik"


ekaristi.org

_________________