Selasa, 15 November 2011

SAKRAMEN PEMBAPTISAN DAN SEJARAH PERUBAHAN RITUSNYA

Seperti sebuah karya seni yang telah diperbaiki, difernis sampai beberapa kali dan kadang kala sedikit disalahgunakan, ritus Sakrament Pembaptisan dalam Gereja Kristen juga telah mengalami perubahan selama berabad-abad dengan alasan dan latar belakang tertentu. Namun biarpun demikian, perubahan ritus itu tetap tidak mengubah hakekat Pembaptisan sebagai Sakrament tanda kelahiran baru seseorang ke dalam Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus. Tapi dewasa ini Gereja dihimbau untuk kembali ke ritus pembaptisan yang dipraktekkan oleh Gereja Kristen pada abad-abad pertama yaitu pembaptisan dengan dengan "mencelupkan" seorang catechumen ke dalam kolam air. Karena ritus pembaptisan seperti ini dirasa lebih efektif mengungkapkan peristiwa "kelahiran baru" seseorang ke dalam Karajaan Allah yang dimasukinya melalui Sakramen Permandian. Tapi demi alasan praktis, Gereja tetap diijinkan untuk memakai ritus pembaptisan sederhana dengan "menuangkan sedikit air pada kepala". Untuk lebih mamahami hal ini, mari kita kembali menengok sejarah Gereja seputar ritus sakramen permandian.

***

Dalam bab pertama Injil Markus, seperti telah diramalkan Nabi Yesaya, Yohanes Pembaptis tampil di padang gurung sambil memaklumkan sebuah "pembaptisan pertobatan" demi pengampunan atas dosa. Orang banyak berkerumun mendengar kothbah Yohanes Pembaptis yang berkobar-kobar. Mereka berbondong-bondong ke Sungai Yordan dan memberi diri mereka untuk disucikan (Kata pembaptisan sendiri berasal dari kata Yunani "bapizo" yang berarti "membasuh atau mencelupkan atau menenggelamkan").

Markus menceriterakan bahwa Yesus juga kemdian datang kepada Yohanes dan dibaptis. Ketika Ia keluar dari air, Ia melihat surga terbuka dan Roh Kudus dalam rupa seekor burung merpati turun ke atasNya. Dan Ia mendengar suara dari atas yang mengatakan:"Engkaulah PuteraKu yang terkasih; kepadamu aku berkenan."

Penginjil Markus kemudian melanjutkan ceriteranya dengan mengatakan bahwa segera setelah peristiwa permandian di Sungai Yordan, Yesus dibawa Roh Allah ke padang gurun and tinggal di sana untuk berdoa dan berpuasa 40 hari lamanya, sambil digodai iblis. Setelah berdoa dan berpuasa, Yesus mulai menjalankan perutusanNya di depan umum.

Lima belas bab kemudian, pada bagian akhir dari Injilnya, Penginjil Markus kembali mencatat kata-kata terakhir Yesus kepada kesebelas rasul (dikurangi Yudas Iskariot yang telah mengkianati Yesus): "Pergilah ke seluruh bumi dan wartakanlah Injil…Barangsiapa percaya dan dibaptis akan diselamatkan."

Kalau kita meneliti Kitab Suci Perjanjian Baru (PB) maka kita akan menemukan kenyataan bahwa Kitab Suci PB tidak menceriterakan "bagaimana para Rasul membaptis". Tapi ahli sejarah Gereja berpendapat bahwa kemungkinan besar seorang calon permandian berdiri di air sungai atau di sebuah kolam umum, dan kemudian air dituangkan ke atas kepalanya, sambil ditanyakan kepadanya: Apakah saudara (saudari) percaya kepada Allah Bapa? Apakah saudara percaya akan Allah Putera, yaitu Yesus Kristus? Apakah saudara percaya akan Allah Roh Kudus? Setiap kali calon menjawab "ya" atas masing-masing pertanyaan itu, ia ditenggelamkan (dicelupkan ) ke dalam air sebanyak tiga kali juga.

Tentang hal ini, Yustinus Martir (100-165 AD) menulis begini:

"Calon permandian berdoa dan berpuasa.

Komunitas beriman berdoa dan berpuasa dengan dia.

Calon permandian masuk ke dalam air.

Petugas Gereja mengajukan kepadanya tiga pertanyaan Trinitaris.

Calon sekarang diperkenalkan kepada komunitas umat beriman.

Doa umat kemudian disampaikan oleh semua untuk yang baru saja dibaptis.

Ciuman tanda kasih dan damai diberikan kepadanya oleh semua umat beriman.

Lalu Ekaristi kudus dirayakan."

Setengah abad kemudian, pujangga Gereja Tertulianus menjelaskan lebih detail lagi. Ia mulai menyebut adanya "pengurapan" minyak suci, "tanda salib" dan "penumpangan tangan" atas calon permandian.

Untuk orang-orang yang hidup pada tiga abad yang pertama sesudah Yesus, langkah-langkah yang harus ditempuh sebelum dibaptis tidak terlalu gampang. sering mereka diarahkan kepada kemartiran.

Sebelum Kaisar Romawi Konstantinus mengumumkan pada tahun 313 bahwa Gereja Kristen bukan lagi sebuah agama ilegal, maka setiap orang, baik laki-laki, perempuan maupun anak-anak yang menggabungkan diri menjadi orang Kristen dipandang sebagai sebagai penjahat dan dihukum dengan sangat keji. Ingat sejarah Gereja. Selama tiga abad pertama orang-orang Kristen dianiaya dan dibunuh oleh pemerintahan kafir Romawi. Orang Romawi pada masa itu mempunyai agama sendiri dengan pusat kultus penyembahan kepada dewa-dewi. Orang Kristen yang tidak menyembah dewa-dewi sembahan kaisar dianggap kafir, kriminal, melawan kaisar dan mereka dihukum dengan sangat keji seperti digantung hidup-hidup dikayu salib, dibakar hidup-hidup, digoreng dan direbus hidup-hidup, dilempar hidup-hidup ke dalam kandang singa yang sengaja tidak diberi makan berhari –hari supaya mereka lapar betul dan makan orang Kristen.

Kemungkian besar Gereja waktu itu menyusun sebuah proses perkenalan kepada orang yang baru bergabung ke dalam komunitas umat beriman. Gereja (umat beriman) butuh waktu untuk mengenal dan percaya kesungguhan hati setiap calon permandian sebelum mereka dipermandikan (sama seperti si calon permadian juga butuh waktu untum memperlajari lebih tentang Gereja yang merupakan agama "di bawah tanah" pada masa itu).

Ada suatu alasan mengapa calon permandian membutuhkan sponsor (wali permandian, bapa-ibu permandian), yaitu seorang anggota komunitas beriman yang menjamin si calon permandian. Sponsorlah yang bertugas pergi menghadap uskup dan membuktikan kepadanya bahwa calon permandian merupakan seorang yang sungguh baik. Lalu, selama bertahun-tahun sponsor bekerja, berdoa dan berdoa bersama anak/orang didikannya sampai pada hari pembaptisan tiba.

Pada waktu itu, masa katekumen (dari bahasa Yunani yang berarti "instruction" atau pelajaran) terdiri atas dua bagian.

Bagian pertama adalah sebuah "masa persiapan rohani" yang berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Bagian kedua adalah masa persiapan akhir menjelang permbaptisan. Bagian ini dimulai pada masa Puasa dan kegiatannya terdiri atas doa-doa yang rutin, puasa, dan penelitian kelayakan sang calon permandian oleh uskup.

Kemudian si calon dibawa ke depan uskup dan para imam, sementara sang sponsor ditanyai. jika sponsor bisa menjamin bahwa sang calon tidak mempunyai tabiat buruk yang serius (seperti mabuk, tiak menghormati orangtua dan lain-lain) uskup kemudian mencatat nama calon ke dalam buku baptis.

Calon tidak diijinkan untuk mengambil bagian secara penuh dalam perayaan misa kudus. Setelah Liturgi Sabda (sesudah homili) seorang calon permandian diminta untuk meninggalkan Gereja atau tempat berlangsungnya perayaan misa kudus. Para calon hanya diijinkan untuk mendengar Credo dan doa Bapa Kami dan menghafalnya secara diam-diam.

Puncak dari upacara itu dimulai pada Hari Kamis Suci dengan sebuah wadah pemandian sebagai sarana penyucian rohani. Calon kemudian berdoa dan berpuasa keras pada Hari Jumat Agung dan Sabtu Suci.

Pada malam hari Sabtu Suci, calon permandian laki-laki dan wanita ditempatkan di ruangan yang terpisah dan gelap. di ruangan yang gelap ini, setiap calon berdiri sambil menghadapkan wajah ke arah barat (barat dianggap simbol kegelapan dan setan, karena matahari terbit di timur). Seorang diakon akan meminta para calon untuk merentangkan lengan mereka dan menghembuskan nafas untuk mengeluarkan semua roh yang tidak baik dari dalam tubuh, sambil berkata: "Saya melepaskan diri dari kau, setan, dari kungkunganmu, dari segala pernyembahan terhadapmu dan semua malaikatmu yang jahat." Lalu sesudah itu, sambil memutarkan badan ke arah timur, para calon berseru: "Sekrang saya menyerahkan diriku kepadaMu, O Yesus Kristus." Berdasarkan ini, bertobat kemudian harafiah berarti "memutar haluan" (turning around).

Sampai di sini, para calon kemudian menurunkan tangan dan lengan mereka, dan uskup lalu mengurapi kepala mereka masing-masing dengan minyak. Ini adalah lambang meterai Kristus. Sekarang secara rohani mereka ditandai, sama seperti seorang gembala menandai (mencap) kawanan ternaknya.

Sesudah itu setiap kelompok akan pergi ke ruang lain dan menanggalkan pakaian mereka. Peristiwa "penanggalan pakaian" ini melambakan "penanggalan manusia lama dari seseorang" (taking off the old self) dan kembali ke keadaan murni taman Eden sebelum munusia pertama jatuh ke dalam dosa dan lebih dari itu ada kepercayaan orang pada masa itu bahwa roh-roh jahat sering melekat pada pakaian seseorang seperti kutu busuk.

Lalu dalam keadaan telanjang dan terpisan menurut jenis kelamin, para calon dihantar ke tempat permandian. Setiap calon masuk ke dalam air yang dalamnya sampai setinggi dada dan uskup akan berlutut di samping kolam air. uskup lalu dengan halus menekan kepada calon ke dalam air sampai tiga kali, sambil mempermandikan (menuangkan air) mereka satu persatu di dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus.

Setelah orang Kristen yang baru dipermandikan itu keluar dari air dan setelah tubuh mereka dilap, mereka diberi pakaian baru berbentuk kain linen putih yang mereka pakai sampai minggu berikut. Setiap anggota baru dari komunitas umat beriman dibagikan sebuah lilin bernyala dan ciuman tanda kasih dan damai.

Setelah semua calon dibaptis, mereka merayakan Ekaristi dengan seluruh komunitas umat beriman. Untuk pertama kali, orang yang baru dibaptis mengambil bagian secara penuh dalam seluruh misa dan menerima Komuni Kudus.

Kemudian hari, aspek kerahasiaan dan kesedian calon untuk mengorbankan hidupnya untuk mati demi Kristus menjadi pudar setelah Gereja Kristen diterima sebagai agama resmi Kekaisaren Roma pada awal abad IV. Lebih dari itu, sejak Gereja Kristen diakui sebagai agama resmi dari negara, menggabungan diri ke dalam Gereja merupakan suatu kebijakan politis.

***

Penting untuk diingat bahwa doktrin tentang Sakramen Pembaptisan kemudian berkembangan seturut perkembangan jaman. Tidak terlalu mudah, misalnya, untuk menentukan apa yang harus dibuat dengan orang-orang yang melakukan dosa berat setelah pembaptisan atau dengan orang-orang yang menyangkap iman mereka, lalu kemudian bertobat lagi dan minta diterima lagi ke dalam komunitas umat beriman.

Salah satu dari masalah-masalah itu adalah masalah peranan pembaptisan bayi. Para ahli Kitab Suci mengandaikan bahwa ketika "seluruh rumahtangga" dipermandikan, permandian itu termasuk anak-anak, bahkan yang paling kecil sekalipun (bayi). Tapi sekali lagi, oleh karena perkembangan refleksi iman/teologi, seperti penjelasan St. Agustinus tentang Dosa Asal pada abad V, yang akhirnya membuat permandian bayi menjadi amat populer dan dominan. Pada point ini, Pembaptisan tidak lagi dilihat terutama sebagai awal dari kehidupan moral, tapi lebih ditekankan sebagai jaminan untuk diterima di dalam kerajaan surga setelah kematian.

***

Pada awal Abad Pertengahan, ketika seluruh suku di Eropa utara bertobat dan seluruh suku (sering jumlahnya sampai ribuan) harus dibaptis secara serempak jikalau kepala suku atau raja mau masuk Kristen. Dalam keadaan seperti itu, sebuah ritus (tata upacara) yang lebih sederhana, praktis dan cepat, amat dibutuhkan. Sampai pada akhir abad VIII, upacara permandian yang sebelumnya panjang dan berlangsung selama berminggu-minggu telah dibuat sangat singkat. Anak-anak menerima upacara pengusiran roh jahat selama tiga kali pada minggu-minggu sebelum Paska dan Sabtu Suci. Setelah air pembaptisan dan bejana pembaptisan (bukan lagi kolam) diberkati, anak-anak kecil dicelupkan kepadanya ke dalam bejana air itu sampai tiga kali. Sesudah itu para imam mengurapi kepala mereka dengan minyak, uskup menumpangkan tangan ke atas mereka dan mengurapi mereka sekali lagi dengan minyak suci, dan mereka diberi Komuni Kudus dalam perayaan misa Kudus.

Ritus kemudian terus dibuat semakin singkat ketika kebiasaan bayi menerima komuni suci pada waktu permandian dihapus oleh Konsili Trente pada tahun 1562.

Dan karena Pembaptisan sekarang dilihat sebagai kunci untuk diterima dalam kerajaan surga, Gereja kemudian menawarkan sebuah ritus darurat yang pendek untuk bayi-bayi yang berada dalam bahaya kematian. Sebelum awal abad XI sejumlah uskup mengingatkan bahwa bayi kemungkian besar selalu berada dalam bahaya kematian yang tiba-tiba dan karena itu mereka mendorong para orangtua untuk tidak menunggu sampai perayaaan besar pada Hari Sabtu suci untuk mempermandikan bayi-bayi mereka.

Sebelum abad XIV, perayaan pembaptisan pada hari Sabtu Paska benar-benar sudah hilang, kecuali upacara pemberkatan bejana dan air, dan ritus permandian yang lama dipersingkat lagi dan hanya dibuat sebagai upacara kecil waktu imam masuk Gedung Gereja.

Sejak masa ini pembaptisan hanya disaksikan oleh anggota keluarga inti dan sejumlah kecil kaum kerabat, daripada disaksikan oleh seluruh komunitas umat beriman (seperti sebelumnya). Ketimbang mencelupkan bayi-bayi ke dalam kolam air, para imam hanya menuangkan sedikit air ke atas kepala anak-anak.

Seiring dengan perjalanan sejarah, dan ritus pendek permandian yang semula disusun khusus hanya untuk bayi-bayi, yang berada dalam bahaya kematian, menjadi begitu universal, ritus permandian Gereja perdana (abad I sampai III) semakin lama semakin dilupakan. Tapi kemudian pada akhir tahun 1950-an para ahli sejarah Gereja mulai meneliti dan studi kembali mengenai ritus-ritus Gereja abad pertama. Hasilnya adalah bahwa pada tahun 1969, sebuah ritus Pembaptisan untuk anak-anak (bayi), yang telah direvisi, diterbitkan. Sama seperti ritus Gereja perdana, ritus yang disempurnakan ini menekankan aspek kommunal dari perayaan sakramen-sakramen. Upacara pembaptisan dianjurkan untuk dibuat dalam rangkaian perayaan misa (seperti sakramen perkawinan). Ritusnya diperpanjang juga. Sekarang orangtua diharapkan menghadiri pembinaan (pendalaman) iman setiap kali anak mereka mau dipermandikan. Dan penekanan teologis bergeser dari Pembaptisan sebagai "jaminan masuk surga" ke upacara permulaan masuk ke dalam kehidupan moral. Pada tahun 1980, sebuah dokument dari Vatikan menegaskan bahwa jika orangtua tidak menjamin dan tidak mau memastikan bahwa anak (bayi) mereka akan dibesarkan dalam iman Katolik, maka Pambaptisan sebaiknya ditunda sampai tidak ada batas waktu.

Setelah beberapa dekade berlalu, kita perlahan-lahan kembali kepada simbol-simbol, drama dan spiritutalitas komunal umat beriman yang merupakan ciri khas pembaptisan pada abad-abad pertama sejarah Gereja yang dirasa lebih efektif mengungkapkan makna permandian sebagai tanda kelahiran baru ke dalam Kerajaan Allah di dalam Yesus Kristus, sambil tetap mengakui keabsahan pembaptisan dengan ritus yang sederhana dan singkat. Karena biar bagaimanapun bentuk, panjang atau pendeknya ritus Sakramen Permandian, hakekatnya tetapi sama dan sah sebagai tanda kelahiran baru.

http://www.imankatolik.or.id/sejarahpembatisan.html

Sabtu, 05 November 2011

Katekese Mengenai Persekutuan Para Kudus


“Janganlah kita melupakan mereka yang telah meninggal dalam doa kita. Janganlah kita melupakan Para Bapa Bangsa, Para Nabi, Para Rasul, dan Para Martir yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah; janganlah kita melupakan Para Bapa Suci dan Para Uskup yang telah meninggal juga semua orang yang paling dekat dengan kita yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah.” (St. Cyril of Jerusalem (ca. 350) Catechetical Lectures, 23 [Mystagogic 5], 90)
Kita sebagai Katolik menghormati Para Orang Kudus, tetapi kita umat Katolik tidak menyembah Para Kudus tersebut. Hanya Allah yang layak disembah (Mat 4:10; Luk 4:8; Kis 10:26). Jika kita boleh menghormati ayah dan ibu kita (Kel 20:12), mengapa kita tidak boleh menghormati Para Kudus? Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyembah Yesus sambil menghormati Elia dan Musa dalam peristiwa Transfigurasi (Mrk 9:4). Yosua jatuh bersujud di hadapan seorang malaikat (Yos 5:14), Daniel jatuh bersujud di hadapan Malaikat Gabriel (Dan 8:17), Tobias dan Tobit jatuh ke tanah di hadapan Malaikat Rafael (Tob 12:16). Jika orang-orang besar ini boleh menghormati Para Malaikat dan Orang Kudus, mengapa kita tidak boleh?

Jumat, 04 November 2011

ADAKAH KKR KESEMBUHAN DALAM GEREJA KATOLIK?

Pertanyaan:

Salam sejahtera

Pertama-tama saya ingin menyampaikan bahwa saya sangat terbantu sekali dengan adanya situs ini untuk memahami Katolik. Saya pribadi belumlah dibaptis, tetapi dari kecil saya selalu mengikuti tata cara Katolik sebagaimana saya dibesarkan.

Saat ini saya ingin sekali mengikuti Yesus dengan lebih dalam lagi, dan berbagai cara saya lakukan diantaranya ikut kebaktian di gereja Katolik maupun Protestan. Semakin jauh saya mengenal keduanya, saya menemukan banyak sekali perbedaan diantara keduanya, yang membuat saya semakin bingung. Beberapa hal yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Adakah KKR kesembuhan dalam agama Katolik? Beberapa waktu yang lalu saya datang pada acara KKR kesembuhan dan saya melihat banyak sekali masyarakat yang hadir. Namun terus terang saya tidak melihat sendiri ada benar2 warga yang disembuhkan secara dramatis. Saya sering mendengar bahwa KKR seperti ini sangat populer, terlebih bagi pendeta2 yang sangat terkenal semisal Benny Hin atau Pariadji. Apakah benar ada kesembuhan dari KKRsemacam ini? Dan apabila benar kesembuhan itu ada, apakah berasal dari Tuhan? BagaimanaKatolik memandang hal ini, karena setau saya hanya gereja Protestanlah yang mempunyai kegiatan semacam ini?

2. Pada acara KKR tersebut sang pendeta berkotbah tentang perumpamaan anak yang hilang (Lukas 15:11-32). Pdt tersebut menanggapi tentang bagian dimana si anak sulung merasa iri karena setelah sekian lama dia melayani bapanya, tetapi tidak sekalipun sang bapa pernah mengadakan pesta untuknya. Menurut sang pendeta, hal ini terjadi karena sang anak sulung tidak pernah meminta ayahnya untuk mengadakan pesta untuknya, dan hal semacam inilah yang sering terjadi pada umat Kristen dewasa ini, dimana mereka tekun dan setia melayani Yesus, tetapi tidak memperoleh penghidupan dan keselamatan yang layak (misal banyak hutang, miskin, sakit, dsb). Pak pendeta kemudian menegaskan bahwa hal ini tidak perlu terjadi, karena umat Kristen adalah anak raja yang kaya raya, yang akan diberi jika meminta apapun. Ia juga menegaskan bahwa cara berdoa yang hanya pasrah dan meminta sedikit saja adalah salah karena ini adalah pengaruh iblis yang tidak ingin melihat anak Tuhan kaya raya, sehat, dan bahagia sehingga seharusnya kita meminta sebanyak-banyaknya kepada Yesus, Bapa kita.

Apakah ajaran bahwa umat Kristen harus kaya dan makmur seperti itu adalah benar? Bagaimana pandangan Katolik mengenai ini?

3. Seorang teman Protestan baru-baru ini memberikan sebuah buku yang berisi kesaksian tentang surga dan neraka. Pada salah satu bab tertulis tentang Maria yang sangat memojokkan umat Katolik yang membuat saya terkejut, demikian isinya:

Sebagian Kisah Kesaksian gadis kecil (Janet Balderas Canela) berumur 8 tahun yang ditemui Yesus Kristus. – Penglihatan tentang kesedihan Maria.

——————————————————

Kami menunggang lagi dan tiba pada sebuah pintu yang setengah terbuka, Tuhan berkata, “Hamba kemarilah, sebab dibalik pintu ini adalah Maria. Mendekatlah dan dengar apa yang sedang dikatakannya, supaya kau dapat pergi dan katakan pada Umat-Ku, katakanlah pada mereka bagaimana Maria sedang menderita.” Saya mendekat dan melihat seorang gadis muda, yang sangat cantik, dan sangat elok parasnya. Sedang melihat melalui suatu jendela yang kecil. Dia sedang bertelut dan melihat kebawah memandang bumi, menangis karena kesakitan yang sangat.

Maria berkata, “Mengapa kamu menyembahku? mengapa, Jika aku tidak memiliki Kuasa! Mengapa kamu menyembahku? Aku tidak melakukan sesuatu apapun! Jangan menyembahku! Jangan bertelut padaku! Aku tak dapat menyelamatkanmu! Yang hanya dapat menyelamatkan, yang hanya dapat menebusmu ialah Yesus, yang telah mati untuk semua manusia! Banyak orang mengatakan aku memiliki kuasa, bahwa aku dapat mendatangkan mujizat-mujizat, tetapi semua itu tipu muslihat! aku tidak dapat berbuat apapun! Allah yang Maha Kuasa berkenan denganku dan menggunakan rahimku agar Yesus dapat lahir dan menyelamatkan setiap orang, tetapi aku tidak memiliki kuasa apapun. Aku tak dapat melakukan apapun! Jangan bertelut padaku! Jangan menyembahku! Sebab aku tak layak disembah. Hanya satu Yang layak, yang disembah dan didambahkan adalah Yesus! Dialah satu-satuNya yang menyembuhkan dan menyelamatkan!”

Saya dapat melihat wanita muda itu sedang dalam kesakitan yang sangat, penuh dengan kepedihan dan tangisan. Dia berkata, “Tidak! Tidak! Jangan menyembahku! Mengapa kamu bertelut padaku? Aku tidak melakukan apapun!” Saudara/i terkasih, sangat luarbiasa dapat melihat wanita muda ini, bagaimana dia menangis dengan kepedihan dan kesedihan.

—————————————————————————-

Bagian-bagian lain dari buku itu berisi tentang kesaksian 7 orang muda Kolombia tentang surga dan neraka, serta kesaksian2 yang serupa dari Ricardi Cid, Victoria Nehale, serta Jannet Balderas Canela tersebut. Apakah kesaksian semacam ini benar adanya dan pantas dipercayai? Mengapa saya tidak pernah mendengar kesaksian semacam ini dari Katolik?

Demikianlah beberapa hal yang sangat membingungkan saya dan saya sangat mengharapkan pencerahan mengenai hal ini agar tidak tersesat.

Terima kasih, Syenny


Jawaban:


Shalom Syenny,

1. Adakah KKR dalam Gereja Katolik? Ada. Silakan anda menghubungi Shekinah, jika anda berdomisili di Jakarta, atau jika anda berkesempatan pergi ke Cikanyere, Puncak, di gereja Lembah Karmel (Romo Yohanes Indrakusuma, O Carm) silakan mengikuti Misa Kudus di sana, yang biasanya diikuti dengan doa penyembuhan setelah Misa Kudus.

Dalam Gereja Katolik memang yang diutamakan adalah kesembuhan rohani, walaupun jika Tuhan berkenan, Ia tetap dapat memberikan mukjizat kesembuhan jasmani. Saya pernah mengalami kesembuhan jasmani melalui doa Misa Kesembuhan, itu terjadi di Manila Filipina tahun 2000 yang lalu, sehingga saya dapat mengatakannya. Saya percaya Tuhanlah yang memberikan karunia kesembuhan itu. Jadi bagi yang pernah disembuhkan melalui KKR, tentu saja mereka percaya bahwa kesembuhan itu dari Tuhan, terutama jika secara manusiawi itu hampir mustahil disembuhkan.

Sebagai orang Katolik, saya memang lebih menyarankan bagi umat Katolik untuk mengikutiKKR yang diadakan oleh komunitas Gereja Katolik, untuk mendapatkan pengajaran yang sesuai dengan pengajaran Magisterium Gereja Katolik.

2. Mengenai Luk 15:11-32 tentang perumpamaan anak yang hilang memang diceritakan kisah si sulung, yang iri hati karena Bapanya tidak pernah mengadakan pesta untuknya. Namun interpretasi yang diajarkan oleh Gereja Katolik adalah bahwa si sulung itu tidak menyadari besarnya belas kasih dari bapanya. Dan saya rasa interpretasi ini lebih tepat, dibandingkan dengan mengartikan bahwa kita harus meminta berkat (‘dipestakan’ pada kasus anak sulung itu), sampai- sampai menganggap bahwa doa yang berpasrah itu adalah salah.

Kita memang boleh dan bahkan harus meminta berkat dan pertolongan Tuhan (Mat 7:7; 1 Tim 2:1), namun kita tidak dapat memaksa Tuhan harus mengabulkan permohonan kita. (Atau dalam kasus si sulung di atas, memaksa/ mendesak Bapa harus mengadakan pesta baginya). Maka dalam kasus kehidupan kita, kita harus berusaha sebagai manusia (misal bekerja keras, berobat, dst), namun tetap menyerahkan segala sesuatunya ke dalam tangan Tuhan. Pada akhirnya, bukti iman yang dewasa adalah jika kita dapat berdoa seperti Yesus, “Bukanlah kehendak-ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (lih. Luk 22:42) atau seperti Bunda Maria, “Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.” (lih. Luk 1: 38) Jika seseorang mengatakan bahwa doa semacam ini salah, artinya ia menganggap ajaran Alkitab – yaitu contoh dari Yesus sendiri- itu salah. Saya pikir tidak seharusnya kita bersikap demikian.

Juga Gereja tidak mengajarkan bahwa kalau menjadi pengikutnya kita harus jadi makmur secara lahiriah. Kita dapat berusaha dan bekerja keras, namun Tuhan tidak menjanjikan bahwa semua yang mengikuti-Nya pasti makmur secara duniawi. Malah yang diajarkan, kita harus berhati-hati agar jangan sampai hati kita terikat pada uang dan kekayaan duniawi, sebab “cinta uang adalah akar dari segala kejahatan.” (1 Tim 6:10). Ayat ini berkaitan dengan ayat sebelumnya (ay.9), yang sangat jelas mengingatkan kita agar kita tidak mengejar kekayaan duniawi, “Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan.” Maka, hidup yang berkelimpahan yang dijanjikan Tuhan (Yoh 10:10) adalah hidup ilahi, dengan melalui Dia sebagai pintu menuju keselamatan kekal (Yoh 10:9).

3. Mengenai wahyu pribadi.

Dewasa ini kita melihat banyak orang meng-klaim telah melihat penglihatan ini dan itu, apalagi yang sehubungan dengan akhir jaman. Kita tidak perlu resah. Gereja Katolik memang sangat berhati-hati dalam mengatakan apakah wahyu itu otentik atau tidak karena masih perlu diuji oleh waktu dan mukjizat-mukjizat yang sungguh-sungguh terjadi, untuk membuktikan bahwa itu sungguh dari Allah.

Maka, saya menganjurkan anda waspada dengan klaim penglihatan-penglihatan semacam itu. Bagi saya sendiri, saya lebih mempercayai apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik, karena sudah teruji dan dibuktikan oleh waktu dan fakta. Perlu anda ketahui juga, bahwa GerejaKatolik tidak pernah menyembah Maria. Jika kita berdoa kepada Maria, itu bukannya supaya ia mengabulkan doa kita, namun supaya ia mendoakan kita. Dasarnya adalah bahwa sebagai umat beriman kita dapat saling mendoakan, dan bahwa sebagai umat beriman kita beradadalam persekutuan orang kudus yang ikatannya tak terputuskan oleh maut, sebab maut itu sudah dikalahkan oleh Yesus.

Kita memang menghormati Bunda Maria, sebagai Ibu kita, karena Yesus sendiri telah memberikan Maria untuk menjadi ibu bagi murid yang dikasihi-Nya, yaitu kita semua (Yoh 19: 25-27). Umat Katolik menghormati Maria, karena pertama-tama Allah-lah yang menghormatinya dan memilih-Nya sebagai Ibu Putera-Nya sendiri. Allah tidak begitu saja hanya ‘meminjam’ rahim Bunda Maria. Bunda Maria telah dipilih oleh Tuhan dari sejak awal mula untuk menjadi Ibu Yesus, dan dikuduskan untuk maksud Allah itu. Jika Tuhan sedemikian spesifik dalam menentukan dan menguduskan tabut perjanjian yang berisi dua loh batu 10 Sabda perintah Allah dan roti manna di PL, maka Allah akan lebih lagi secara khusus menguduskan rahim Bunda Maria yang akan menjadi tabut Perjanjian Baru yang menjadi tempat kediaman Putera-Nya sendiri, yang adalah Sabda yang menjelma menjadi daging (Yoh 1:14) dan Sang Roti Hidup (Yoh 6:35)! Bagi saya, apapun yang dikatakandalam wahyu pribadi harus kembali kita periksa, apakah itu sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Alkitab dan ajaran Gereja Katolik. Hanya dengan cara demikianlah kita mengetahui ke-otentikan nubuat/ penglihatan.

Silakan membaca di situs ini artikel-artikel dan tanya jawab tentang Bunda Maria, persekutuan orang kudus, dan Akhir Jaman menurut pengajaran Gereja Katolik untuk memahami pengajaran tentang hal- hal ini. Semoga anda dapat menemukan kebenaran didalamnya, yang mendatangkan damai sejahtera.

Salam kasih dalam Kristus Tuhan,

www.katolisitas.org


Selasa, 01 November 2011

RINGKASAN SEJARAH REFORMASI PROTESTAN

Uskup Richard Gilmour
Artikel ini saya dapatkan dari sebuah buku berjudul Bible History halaman 290-296 yang ditulis oleh Uskup Cleveland bernama (alm) Uskup Richard Gilmour, D.D. pada akhir tahun 1800an. Buku ini mendapatkan Apostolic Benediction (Berkat Apostolik) dari (alm) Paus Leo XIII. Dalam buku ini, dapat kita temukan berbagai kejadian-kejadian penting dalam Perjanjian Baru dan Perjanjian Lama. Di dalam buku ini juga ditambahkan Kompendium (Ringkasan) Sejarah Gereja.

Buku ini ditulis untuk dipergunakan oleh Sekolah-sekolah Katolik di Amerika Serikat. Selain mendapat berkat apostolik dari Paus Leo XIII, buku ini juga diterima baik dan dipuji oleh lebih dari 30 Uskup di Inggris dan Amerika Serikat.

Pada artikel ini, saya akan mengangkat mengenai “Reformasi” Protestan. Ternyata ada banyak informasi-informasi yang belum saya dan anda ketahui mengenai peristiwa ini.

Faktor-faktor Penyebab Reformasi
Dua penyebab yang berkontribusi besar bagi suksesnya “Reformasi” adalah penurunan moral orang-orang pada masa itu dan penyebaran ajaran sesat dari Wycliffe dan Huss. Kekayaan yang besar dari biara-biara pada masa itu dengan jelas membawa sikap-sikap indisipliner di antara para anggotanya, sementara penerimaan universal Katolisitas telah mematikan semangat untuk memeliharanya (Katolisitas dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa). Penemuan mesin cetak pada masa Luther memberikan kemungkinan untuk penyebaran ajaran sesat dengan sangat cepat. Perlu ditambahkan bahwa perseteruan panjang pada masa itu antara Gereja dan penguasa-penguasa Sekuler juga melemahkan otoritas Gereja.
John Wycliffe
Pada tahun 1356, John Wycliffe, seorang anggota Universitas Oxford, Inggris, mulai berkhotbah melawan Ordo-ordo Para Pengemis / Medicant. Empat tahun setelahnya (1360), dia menyerang seluruh ordo-ordo gerejawi. Dia mengajarkan bahwa Paus bukan kepala Gereja, bahwa Uskup tidak lebih superior dari Imam-imamnya, bahwa Imam-imam dan Hakim-hakim Sipil kehilangan otoritasnya ketika mereka jatuh dalam dosa berat / mortal sin. Dan semua serangannya ini diakhiri dengan penolakannya terhadap Kehadiran Nyata Tuhan Yesus Kristus dalam rupa Roti dan Anggur yang sudah dikonsekrasi dalam Perayaan Ekaristi.

Doktrin-doktrin sesat ini dengan mudah menemukan para pengikutnya, yaitu yang berada dalam nama Lollards. Mereka menyebabkan gangguan umum besar, menyatakan bahwa mereka memiliki hak untuk berkhotbah di mana pun dan kapan pun mereka suka. Pada tahun 1380, Wycliffe menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Inggris dan empat tahun setelah ia meninggal (1384), ia dihukum dan ditolak oleh Paus Roma dan beberapa konsili gerejawi di Inggris. Doktrin-doktrinnya kemudian dikutuk dalam Konsili Constance (1415), begitu juga dengan doktrin-doktrin kreasi John Huss yang mulai berkhotbah menyebarkan ajarannya di Bohemia (bagian dari Rep. Ceska sekarang, asalnya pemain bola terkenal seperti Pavel Nedved, Petr Cech dan Jan Koller).

Pada tahun 1402, Jerome dari Praha kembali dari Oxford, di mana dia telah belajar di sana dan mulai berkhotbah dan menyebarkan doktrin-doktrin John Wycliffe. Dia kemudian digantikan oleh John Huss pada tempat yang sama. John Huss ini tidak hanya mengajarkan doktrin-doktrin sesat Wycliffe tetapi lebih jauh dari itu ia juga menolak otoritas Paus, menyerang kaum tertahbis, doktrin-doktrin Gereja mengenai Indulgensi (penghapusan siksa sementara, tidak sama dengan pengampunan dosa), Santa Perawan Maria, Para Kudus dan Komuni dalam satu rupa.
John Huss
Doktrinnya dengan cepat menyebar di seluruh Bohemia. Pada tahun 1414, Konsili Constance diselenggarakan di mana sebelum ia muncul di sana, ia telah lebih dahulu dihukum dan dibakar di tiang pada tahun 1415 oleh penguasa sekuler. Tahun berikutnya, para pengikut John Huss berkembang menjadi pasukan yang besar dan mengambil alih Bohemia dan akhirnya tidak bisa diatasi sampai tahun 1436; tetapi pada masa ini, doktrin-doktrinnya telah menyebar luas. Benih telah ditaburkan dan pada tahun 1517 muncul buahnya dalam heresi (ajaran sesat) oleh Martin Luther dimana Luther mulai berkhotbah menolak Indulgensi dan mempertahankan heresi / ajaran sesat yang diajarkan oleh Wycliffe dan Huss.

Tidak dapat ditolak bahwa penurunan moral orang pada masa itu termasuk kaum tertahbis dan biarawan berkontribusi besar pada penyebaran ajaran sesat ini. Sementara itu kekayaan Gereja digunakan sebagai dalih munafik untuk menyerang kaum klerus (tertahbis). Di samping itu, doktrin-doktrin Wycliffe dan Huss mendorong secara langsung pemberontakan melawan otoritas yang ada. Hal yang sama dalam derajat yang lebih buruk terjadi di bawah pimpinan Luther. Doktrin-doktrin Luther tidak hanya mendorong pemberontakan melawan otoritas tetapi juga menjadi sebuah bentuk keangkuhan dan kesombongan intelektual terburuk.

Luther
Pada tanggal 10 November 1483, Martin Luther, yang pertama dan pemimpin dari Para Reformer Protestan, lahir di Eisleben, daerah Saxony. Pada tahun 1505 ia menjadi biarawan Ordo St. Agustinus, dan segera setelah itu ia ditunjuk sebagai professor di Universitas Wittenberg.
Martin Luther
Pada tahun 1517, Paus Leo X menerbitkan Jubilee dan mengarahkan supaya sedekah yang diberikan hendaknya dikirim ke Roma untuk membantu menyelesaikan Basilika St. Petrus yang sedang dibangun. John Tetzel, Superior Ordo Dominikan, ditunjuk untuk menyampaikan Jubilee ini di seluruh Jerman. Tindakan ini sungguh tidak menyenangkan Luther karena ia merasa Ordo Agustinian tidak diundang untuk terlibat dalam pewartaan soal Jubilee ini.

Pertama-tama, Luther hanya menyerang Ordo Dominikan, tetapi dalam waktu singkat ia juga menyerang surat Indulgensi itu sendiri dengan menerbitkan deklarasi terkenalnya pada tanggal 31 Oktober 1517 yang menjadi benih-benih Reformasi Protestan. Pada tahun 1520, doktrin-doktrinnya ditolak oleh Paus dan Luther diekskomunikasi.

Pada tahun 1522, Luther menerjemahkan Kitab Suci ke dalam Bahasa Jerman dan dengan ini memproklamasikan Doktrin “Kitab Suci yang terbuka dan Interpretasi yang bebas” sebagai suatu prinsip fundamental. Dia juga menolak supremasi Paus, otoritas Gereja, Selibat, daya guna Sakramen-sakramen, Api Penyucian / Purgatorium, dan pengajaran Gereja mengenai Justifikasi dan Dosa Asal.

Luther melarang para pengikutnya untuk menghormati Santo-santa atau untuk menaati perintah-perintah Gereja, menolak semua sakramen kecuali Pembabtisan dan Perjamuan Tuhan. Dia juga mengajarkan bahwa iman tanpa perbuatan baik akan menyelamatkan, bertentangan dengan pengajaran Katolik yang mengajarkan bahwa manusia diselamatkan oleh iman dengan perbuatan baik.

Luther dengan doktrinnya “Open Bible and Free Interpretation” meluruskan jalan untuk berkembangbiaknya sekte-sekte dan berbagai macam opini dalam Protestantisme yang terpecah-pecah. Pada tahun 1525, Luther menikahi Catherine de Bora, seorang biarawati yang dia bujuk untuk meninggalkan biara. Pada tahun 1546, Luther meninggal dengan Protestantisme yang terkoyak-koyak menjadi bagian-bagian kecil oleh persaingan antar sekte.

Doktrin Luther menyebar dengan cepat di seluruh Saxony, Jerman Utara, dan Prussia. Dari situ, doktrin tersebut masuk ke Denmark, Swedia dan Norwegia, didorong oleh para pangeran dan para raja dan di manapun disertai dengan pertumpahan darah dan kekacauan. Calvinisme diadopsi di bagian Prancis dan Swiss dan di bawah pengajaran Knox menjadi agama utama di Skotlandia.

Pada tahun 1545 Konsili Trente diadakan. Setelah pemeriksaan hati-hati selama 17 tahun, Konsili Trente menghukum ajaran sesat Luther dan Calvin, dan pada saat yang sama menegaskan kembali ajaran-ajaran yang benar mengenai Sakramen-sakramen, Rahmat, Dosa Asal, Justifikasi/Pembenaran, dan Kehendak Bebas / Free Will. Kanon Kitab Suci ditegaskan kembali [melawan kanon Luther dkk] dan banyak hukum-hukum bijak diterbitkan. Selama lebih dari 300 tahun, tidak ada konsili baru diadakan sampai pada tahun 1869 ketika Konsili Vatikan I diadakan. Tetapi, pada tahun 1870 Konsili Vatikan I ini ditangguhkan oleh karena penjarahan terhadap Roma oleh Viktor Emmanuel, Raja Italia.

Calvin dan Knox
John Calvin lahir pada tahun 1509 di Noyon (Prancis) dan meninggal di Geneva pada tahun 1564. Pada awalnya, ia belajar untuk menjadi Imam dan masuk Ordo Hina Dina Fransiskan, tetapi setelah itu ia belajar ilmu hukum. Pada tahun 1532, ia mengadopsi doktrin-doktrin Luther dan pada tahun 1535 ia menerbitkan doktrin-doktrinnya yang mengajarkan bahwa semua manusia telah ditakdirkan oleh kehendak bebas Allah untuk masuk ke surga atau masuk ke neraka: sehingga dengan demikian ia menolak peran serta kehendak bebas manusia dan membuat Allah sebagai kreator dosa.

John Calvin
Pada tahun 1536, ia pergi ke Geneva. Dari sana, setelah dua tahun kemudian, ia ditolak karena tindak kekerasan dan berapi-api dari dirinya. Pada tahun 1541 dia kembali dan sejak masa itu hingga kematiannya, ia memerintah Geneva dengan tangan besi. Pada tahun 1553 ia membakar Michael Servetus karena Michael Servetus mengajarkan Doktrin-doktrin untuk menolak Trinitas kepada Calvin. Servetus sendiri memang menjadi seorang Unitarian (Anti-Trinitarian). Dengan demikian, Calvin menolak orang lain memiliki kebebasan yang diklaim untuk dirinya sendiri.

Calvin melarang segala agama-agama luar, melarang perayaan-perayaan religius, melakukan penolakan terhadap Misa, menolak kehadiran nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi, menolak perantaraan doa Para Santo-santa, Supremasi Paus, dan karakter sakramental dari Para Uskup dan Para Imam.

Calvin adalah seorang dengan karakter yang kuat, sangat keras, dan begitu mendalam, memiliki kehendak yang pasti. Dia oleh banyak orang dianggap sebagai jiwa dan pelopor sesungguhnya dari “Reformasi” dan dimanapun doktrinnya diterima dengan baik, efek yang dihasilkan begitu mendalam dan bertahan sangat lama bahkan sampai sekarang.
John Knox
John Knox, pelopor “Reformasi” di Skotlandia, lahir pada tahun 1505; ditahbiskan menjadi Imam tetapi pada tahun 1547 ia mulai berkhotbah menyerang Paus dan Misa Kudus. Dia adalah seorang pria dengan temperamen kasar dan kejam dalam cara. Pada tahun 1554, dia mengadopsi doktrin-doktrin Calvin dan sukses membuatnya diterima secara umum di Skotlandia sehingga Katolisitas hampir seluruhnya ditolak oleh orang-orang Skotlandia. Knox meninggal pada tahun 1572, dipuja-puja oleh orang-orang Skotlandia, tetapi dikenal dalam sejarah sebagai Ruffian of the Reformation (Bajingan Reformasi).

Reformasi Protestan di Inggris
Pada awal mula, Henry VIII, Raja Inggris, begitu keras melawan doktrin-doktrin Luther. Ia menulis sebuah buku melawan Luther dan karena ini ia disebut oleh Paus sebagai Defender of the Faith / Pembela Iman. Titel ini masih dipertahankan oleh Para Raja dan Ratu Inggris di kemudian hari.
Henry VIII
Pada tahun 1509, Henry menikahi Catherine dari Aragon, tetapi 24 tahun kemudian ia memiliki hubungan yang tidak sah dengan Anne Boleyn, pelayan ratu. Karena Paus menolak untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah, Catherine, ia mengangkat dirinya sendiri sebagai kepala Gereja di Inggris dan memaksa parlemen untuk menceraikan dia dari istrinya yang sah (1533). Kemudian, ia menikahi Anne Boleyn di hadapan publik di mana beberapa bulan sebelumnya ia telah menikahi Anne Boleyn secara diam-diam.

Tiga tahun kemudian (1536), Henry memenggal Anne Boleyn dan hari berikutnya ia menikahi Jane Seymour yang pada tahun berikutnya meninggal ketika Henry menikah lagi. Dalam enam bulan, pernikahan ini dianulir juga dan kemudian ia menikahi Catharine Howard yang pada tahun berikutnya dipenggal ketika Henry menikah lagi. Dia sedang bersiap untuk menceraikan istri keenamnya ketika ia sendiri meninggal, ditolak dan dihina oleh semua orang. Seperti inilah orang yang memulai “Reformasi” di Inggris.

Setelah kematian Henry VIII, “Reformasi” dilanjutkan oleh Edward VI (1547-1553) dan Elizabeth I (1558-1603) yang dalam masa pemerintahannya Katolisitas hampir dihancurkan secara keseluruhan dan Protestantisme begitu teguh berdiri sehingga selama 50 tahun hanya ada sedikit umat Katolik di Inggris. Kemudian, bagaimanapun juga, Gereja Katolik mulai kembali tumbuh di Inggris dengan ditandai adanya seorang Kardinal dan beberapa Uskup di samping Para Imam dan Para Biarawan/ti.

Ketika Henry VIII memisahkan diri dari Gereja Katolik, ia mulai melakukan penganiayaan terkejam, menjarah biara-biara, mengusir kaum biarawan, dan membagi-bagi tanah mereka di antara para pendukungnya. Penjara, denda, penyitaan, penganiayaan, kematian adalah hukuman yang diberikan kepada mereka yang menolak mengakuinya sebagai Kepala Gereja. Henry memenggal St. John Fisher (Uskup dari Rochester) dan St. Thomas More (Kanselir Inggris), dua dari orang-orang terkenal di Inggris karena mereka tidak menyetujui perceraiannya atau mengakui supremasinya sebagai pemimpin spiritual Inggris.

Meneruskan Skisma oleh Henry, Raja Edward VI dan Ratu Elizabeth I menambahkan ajaran sesat: memberangus Misa, menghancurkan gambar-gambar, perampasan dan profanisasi gereja-gereja, mengubah dogma dan perayaan-perayaan. Seluruh bangsa Inggris menerima hal ini sebagai syarat dari para penguasa mereka. Dari sejak kematian Elizabeth I (1603) hingga sekarang, “Gereja Anglikan” seperti yang kita sebut sekarang telah menjadi budak negara di mana Raja dan Ratu Inggris menjadi kepalanya.

Untuk mengkonversi / membuat orang berpindah agama, Protestantisme melakukan pemaksaan dan kekerasan. Di Inggris dan Skotlandia, orang-orang dipaksa membayar pajak, dimasukkan ke penjara atau dihukum mati. Di Jerman, Prusia, Swedia, Denmark dan Norwegia juga terjadi hal yang sama. Di Amerika, kelompok Puritan bertindak dengan cara demikian juga.

Protestantisme dimulai dengan “an open bible and free interpretation” telah berujung dengan muncul banyak perpecahan dan ketidakpercayaan. Dengan berdasarkan prinsip tersebut, setiap orang menjadi hakim atas apa yang ia percayai atau yang ia tidak percayai. Dengan demikian, di antara Para Protestan hampir ada jumlah agama sebanyak jumlah individunya; gereja-gereja mereka terpecah dan terkoyak hingga menjadi ukuran kecil, berakhir pada ketidakberimanan dan Mormonisme. Di sisi lain, Katolisitas tetaplah sama karena Katolisitas adalah kebenaran dan kebenaran tidak berubah.

PERSEKUTUAN DOA PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK

Gerakan Pembaruan Karismatik Katolik (PKK) berawal di Jakarta bulan Mei 1976, yang diperkenalkan oleh Fr. O Brien SJ dari Bangkok dan Fr. Scheneider SJ dari Manila, kedua pastor ini datang atas undangan (Alm) Mgr. Leo Soekoto, Bapak Uskup Agung Jakarta pada waktu itu.

Gerakan PKK ini pun menyebar ke Surabaya, Semarang, Malang dan Bogor. Kemudian di tahun 1980-an hadir di Bandung, Palembang, Tanjung Karang, Padang, Denpasar, Ruteng, Pangkal Pinang, Pontianak, Ujung Pandang ( Makasar), Menado, Medan, Weetabula. Lalu berlanjut pada tahun 1990-an di Ambon, Atambua, Kupang, Timor (Dili), Manokwari dan beberapa tempat lagi. Sejalan dengan waktu, perkembangan PKK bak bola salju yang terus bergulir, gerakan Roh Kudus pun tak terhalangi sehingga PKK hadir hampir di semua Keuskupan Indonesia hingga saat ini.

Walaupun harus diakui bahwa pada awalnya gerakan ini banyak mendapatkan hambatan, suka duka, tetap setelah 30 tahun perjalanannya, perkembangan PKK tidak dapat dipungkiri, berjalan terus!

Persekutuan-persekutuan Doa Karismatik Katolik berkembang hampir di setiap paroki Jakarta, bahkan juga di banyak paroki di seluruh Indonesia. Umat merasakan manfaatnya Persekutuan Doa ini sebagai wadah bagai orang-orang yang diperbaharui semangat imannya, baikuntuk berdoa syukur bersama, sharing iman bersama maupun mendengarkan pewartaan dan pengajaran-pengajaran, yang melengkapi apa yang sudah didapat dari misa rutin harian/ mingguan.

Perkembangan PKK yang melibatkan banyak orang dan meluas secara geografis, mendorong perlu diadakannya pembinaan-pembinaan dan pertemuan-pertemuan baik di tingkat dekanat, keuskupan, regional maupun nasional. Demikian juga dalam pranata-pranataanya.

Sehingga sejak tahun 1983 terbentuklah BPN (Badan Pelayanan Keuskupan)

VISI DAN MISI BADAN PELAYANAN NASIONAL PEMBAHARUAN KARISMATIK KATOLIK

Pembaruan Karismatik Katolik adalah suatu gerakan yang muncul serentak di Gereja seantero dunia dalam perlbagai bentuk dan warna, sehingga bukan merupakan suatu badan yang mempunyai pendiri tunggal atau sekelompok pendiri sebagaimana dimiliki oleh banyak gerakan lain.

Pembaruan Karismatik terdiri dari kumpulan yang beragam dari berbagai individu, kelompok dan kegiatan-kegiatan dengan berbagai tahap dan penekanan cara berkembang yang masing-masing saling berbeda, namun demikian berbagai pengalaman mendasar yang sama dan memiliki tujuan umum serta memperjuangkan cita-cita yang sama.

Cita-cita utama Pembaruan Karismatik Katolik meliputi:

1. Memupuk pertobatan pribadi yang matang dan berkesinambungan kepada Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat kita.

2. Memupuk suatu penerimaan secara pribadi terhadap Pribadi, kehadiran kuasa Roh Kudus. Kedua rahmat rohaniah ini sering dialami bersama di pelbagai tempad di dunia di dalam apa yang disebut dalam Roh Kudus atau pencurahan Roh Kudus atau pembaruan Roh Kudus. Hal itu sering dipahami sebagai peningkatan rahmat inisiasi Kristen dan sebagai pemberdayaan pelayanan orang Kristiani dalam melaksanakan pelayanannya di dalam Gereja dan dunia.

3. Memupuk penerimaan dan kegunaan karunia-karunia rohani (charismata) tidak hanya di dalam pembaruan karismatik, tetapi juga dalam lingkungan Gereja yang lebih luas, karunia-karunia itu baik yang biasa maupun yang luar biasa dijumpai berlimpah di antara kaum awam, kaum religius maupun para imam. Pemahaman yang tepat tentang karunia-karunia dan pengunaanya dalam kesatuan dengan unsur-unsur lainnya dari kehidupan Gereja merupakan suatu sumber kekuatan bagi umat Kristen dalam perjalanannya menuju kesucian dan dalam mengemban perutusan mereka.

4. Membantu perkembangan karya evangelisasi dalam kuasa Roh Kudus, termasuk evangelisasi terhadap orang Kristen yang tidak mempraktekkan imannya, evangelisasi kebudayaan dan struktur-struktur sosial. Pembaruan terutama memajukan peran serta dalam tugas perutusan Gereja dengan mewartakan Injil dalam kata dan tindakan dengan memberi kesaksian akan Yesus Kristus melalui kesaksian hidup pribadi dan melalui karya-karya iman serta keadilan sesuai panggilan masing-masing.

5. Untuk memupuk pertumbuhan yang terus menerus dalam kesucian melalui integrasi yang tepat antara penekanan segi karismatik ini dengan kehidupan yang utuh dari Gereja. Hal ini terlaksana melalui partisipasi dalam suatu kehidupan sakramental dan liturgis yang kaya, penghargaan terhadap tradisi doa-doa dan spiritualitas katolik dan p 5. embinaan terus menerus dalam ajaran-ajaran Katolik dibawah bimbingan Magisterium Gereja dan peran serta dalam rencana pastoral Gereja.

Cita-cita ini dan kegiatan yang mengalir daripadanya telah menandai pembaruan karismatik katolik di dalam pribadi-pribadi, kelompok-kelompok doa, komunitas-komunitas, serta banyak team dan pelayanan-pelayanan di tingkat lokal, keuskupan maupun nasional.

Dari : Buku Konvenas X