Jumat, 28 Oktober 2011

DEKLARASI BERSAMA KATOLIK-LUTHERAN

Yohanes Paulus II (1920-2005)
Martin Luther (1483-1546)

Saya mendengar bahwa Katolik dan Lutheran telah menandatangani pernyataan mengenai keselamatan. Saya mendengar seseorang di paroki mengatakan sesuatu seperti, “Gereja pada akhirnya mengakui bahwa Luther benar, dan kita salah.” Benarkah demikian?
~ seorang pembaca di Southern Virginia


“Seseorang di paroki” itu entah terperdaya oleh berita-berita dangkal yang beredar mengenai iman Katolik kita, atau dia memang salah. Berikut beberapa fakta pokok sehubungan dengan pertanyaan di atas: Pada tanggal 31 Oktober 1999 di Augsburg, Jerman, para utusan dari Gereja Katolik dan Federasi Gereja-gereja Lutheran Sedunia menandatangani “Deklarasi Bersama Katolik-Lutheran mengenai Doktrin Pembenaran.” Setelah diskusi panjang lebar, tiga dokumen diterbitkan: Deklarasi Bersama itu sendiri, “Pernyataan Bersama Resmi” dan “Tambahan Katolik pada Penyataan Bersama” (yang menjelaskan lebih lanjut mengenai pandangan Gereja Katolik). Patut diingat bahwa sejak masa Martin Luther, salah satu subyek yang paling diperdebatkan antara teologi Lutheran dan teologi Katolik adalah mengenai pembenaran. Patut dicamkan juga bahwa Gereja Katolik sama sekali tidak mengubah ataupun menarik kembali keyakinannya mengenai masalah ini sebagaimana didefinisikan oleh Konsili Trente (1545-1563), yang menjelaskan kesalahan-kesalahan Luther dan “para penggagas reformasi” lainnya.

Namun demikian, dalam “Deklarasi Bersama”, Katolik dan Lutheran mencapai “suatu konsensus kebenaran pokok mengenai doktrin pembenaran”: “Bersama kita mengaku: dengan rahmat saja, dalam iman akan karya keselamatan Kristus dan bukan karena jasa apapun dari pihak kita, kita diterima oleh Allah dan menerima Roh Kudus, yang membaharui hati kita sembari memperlengkapi dan memanggil kita pada perbuatan-perbuatan baik.” Sepintas lalu, pernyataan yang demikian tampaknya begitu mudah dapat diterima sehingga orang bertanya, “Apakah sesungguhnya yang menjadi masalah?”

Masalahnya adalah dan tetap demikian, bagaimana Katolik memahami pembenaran versus bagaimana Lutheran memahaminya. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan, “Rahmat Roh Kudus mempunyai kekuatan untuk membenarkan kita, artinya untuk membersihkan kita dari dosa dan untuk memberikan kepada kita `kebenaran Allah karena iman dalam Yesus Kristus' (Rm 3:22) dan karena Pembaptisan” (No. 1987). Melalui pembaptisan, dengan air dan Roh Kudus, seorang dibebaskan dari dosa asal dan semua dosa pribadi, dan Allah yang Mahakuasa menanamkan dalam jiwanya-yang-sekarang-telah-murni rahmat pengudusan, keikutsertaan dalam kehidupan Allah dan kasih Tritunggal Mahakudus. Ia bukan lagi hamba dosa; ia telah diampuni dari segala dosa, dan sekarang ia adalah anak Allah dan warga Gereja Katolik. Pada saat yang sama, ia ikut ambil bagian dalam misteri keselamatan sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan menyambut serta menerima kebenaran Allah melalui iman akan Yesus Kristus. Kebenaran di sini menyatakan keluhuran kasih ilahi, sebab Tuhan mencurahkan ke dalam jiwa kebajikan-kebajikan adikodrati iman, harapan dan kasih: Seorang percaya akan Allah, berharap pada-Nya, dan mengasihi-Nya, dan dengan sukarela menanggapi dorongan Roh Kudus dengan ketaatan seorang anak. (Bdk Katekismus Gereja Katolik, No 1989-1995.) Tentu saja, concupiscentia atau kecenderungan kepada dosa - kelemahan kodrat manusia dari dosa asal yang menjadikan kita rentan terhadap pencobaan, tetap tinggal; namun demikian, dengan rahmat Allah kita melanjutkan pertobatan dan perjuangan kita mencapai kekudusan.

Pembenaran ini, yang dianugerahkan melalui Sakramen Baptis, menghantar orang pada kelahiran kembali dan penciptaan kembali. Sepanjang Ritus Pembaptisan, point ini ditekankan berulang kali: Dalam pengajaran kepada orangtua: “Dengan air dan Roh Kudus, [anak kalian] menerima anugerah hidup baru dari Allah, yang adalah kasih.” Dalam Pengurapan dengan Krisma: “Allah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus telah membebaskan engkau dari dosa, memberimu kelahiran baru dengan air dan Roh Kudus, dan menyambutmu ke dalam umat kudus-Nya” Dalam mengenakaan kain putih: “Saudara telah menjadi suatu ciptaan baru dan mengenakan Kristus pada dirimu.” Dalam pengantar Doa Bapa Kami: “Anak ini telah dilahirkan kembali dalam pembaptisan. Ia sekarang disebut anak Allah, sebab ia sungguh anak Allah.” Pada intinya, sebagai umat Katolik kita meyakini bahwa pembenaran yang diterima saat Pembaptisan menjadikan kita suatu ciptaan baru dan memberikan martabat yang terlebih luhur dari yang dapat pernah kita harapkan, bahkan terlebih lagi, sebagaimana dikatakan St Agustinus, terlebih dahsyat dari para malaikat. Sebab itu, Konsili Trente mengajarkan, “Pembenaran bukan hanya pengampunan dosa, melainkan juga pengudusan dan pembaharuan manusia batin” (Dekrit mengenai Pembenaran).

Selain itu, sementara mengamalkan iman dan pembaptisan kita, kita terus menanggapi rahmat Allah dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. Dengan berbuat demikian, kita bertumbuh dalam kekudusan. Sebagaimana diajarkan St Yakobus, “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: `Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!', tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:14-17). Jadi, bagi Katolik, dengan rahmat Allah, iman diwujudkan dalam perbuatan-perbuatan baik, dan perbuatan-perbuatan baik membantu memperkuat iman. Konsili Trente mengajarkan, “Jika iman hidup bersama dengan perbuatan-perbuatan, mereka bertambah dalam pembenaran yang diterimanya melalui rahmat Kristus dan lebih jauh dibenarkan” (Dekrit mengenai Pembenaran).

Dengan mencamkan kebenaran-kebenaran ini dalam benak, Gereja Katolik dapat menyetujui pernyataan “Deklarasi Bersama”. Pembenaran ini diperolehkan bagi kita melalui sengsara Yesus, yang dengan sukarela menderita dan wafat demi mengampuni dosa-dosa kita.

Namun demikian, Lutheran, meski juga menerima pernyataan pokok, memiliki pemahaman yang berbeda mengenai pembenaran. Luther percaya bahwa dosa asal telah merusakkan sama sekali keserupaan kita dengan Allah, sehingga orang kehilangan kehendak bebasnya dan semua perbuatannya adalah dosa. Luther mengajarkan bahwa setelah pembaptisan, dosa asal tetap ada. (Sementara Katolik membedakan antara dosa asal dan kecenderungan kepada dosa, Lutheran pada intinya tidak.) Bahkan sesudah pembaptisan, kodrat manusia tetap rusak; tidak ada ciptaan baru. Namun demikian, melalui baptis dan rahmat yang diperoleh melalui sengsara dan wafat Tuhan kita, kepada orang dikenakan rahmat dan dengan demikian ia tampak benar di hadapan Allah. Martin Luther menggambarkan seorang yang dibenarkan bagai setumpuk kotoran yang disalut salju, bersih luarnya tetapi busuk dalamnya. (Patut dicatat, ini adalah perumpamaan harafiah dari Luther.) Lebih lanjut ia menjelaskan, “Saya memahami rahmat dalam arti anugerah dari Allah, tetapi tidak dalam arti kualitas dalam jiwa. Bagian luarnya baik, yakni, anugerah Allah sebagaimana dipertentangkan dengan murka-Nya.” Jadi, bagi Luther rahmat tinggal ekstrinsik pada orang, dan tidak menghasilkan ciptaan baru. Ungkapan klasik Lutheran, simul justus et peccator - sekaligus seorang benar dan seorang berdosa - menangkap keadaan orang bahkan sesudah pembaptisan.

Seturut pemahaman ini, karena manusia telah rusak dan berdosa, demikian jugalah perbuatan-perbuatannya. Sebab itu, perbuatan-perbuatan baik tidak ada artinya bagi Luther, dan tak ambil bagian dalam pembenaran, dengan demikian mengabaikan ajaran St Yakobus. Bagi Luther, keselamatan datang melalui “iman saja”.

Yang menarik, Luther bermaksud menyingkirkan Epistula St Yakobus dari Perjanjian Baru sebagaimana dilakukannya dengan ketujuh kitab dari Perjanjian Lama, tetapi Pangeran Jerman yang Protestan, pelindungnya, mengancam untuk menarik dukungan apabila ia melakukan hal itu. Selanjutnya, guna menekankan ajarannya mengenai “iman saja”, Luther menambahkan kata “saja” pada Surat kepada Jemaat di Roma 3:28: “… Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman saja [tambahan Luther], dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”

yesaya.indocell.net

SP Maria dalam Injil


oleh: Kardinal Yohanes Henry Newman
disampaikan di Katedral St. Chad, 1848

Ada suatu ayat dalam Injil yang mungkin membuat sebagian besar dari kita terperanjat, sehingga diperlukan penjelasan. Ketika Yesus sedang berbicara, berserulah seorang perempuan dari antara orang banyak dan berkata kepada-Nya, Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau.” (Luk 11:27). Yesus membenarkan, tetapi bukannya tinggal dalam pujian perempuan ini, Ia lalu mengatakan sesuatu yang lebih jauh. Yesus berbicara tentang kebahagiaan yang lebih besar. Kata-Nya, Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya.” Sekarang, perkataan Yesus ini perlu kita pahami dengan baik, sebab banyak orang yang sekarang ini beranggapan bahwa perkataan tersebut dimaksudkan untuk merendahkan kemuliaan dan kebahagiaan Santa Perawan Maria Tersuci; seolah-olah Yesus telah mengatakan, “Bunda-Ku berbahagia, tetapi hamba-hamba-Ku yang sejati lebih berbahagia daripadanya.” Oleh sebab itu, aku akan menyampaikan sedikit komentar atas ayat ini, dan dengan ketepatan yang sepantasnya, sebab kita baru saja melewatkan pesta Bunda Maria, hari raya di mana kita mengenangkan Kabar Sukacita, yaitu, kunjungan Malaikat Gabriel kepadanya, dan perkandungan ajaib Putra Allah, Tuhan dan Juruselamatnya, dalam rahimnya.

Sekarang, sedikit penjelasan saja sudah akan cukup untuk menunjukkan bahwa perkataan Kristus bukanlah untuk meremehkan martabat dan kemuliaan Bunda-Nya, sebagai yang paling unggul dari antara ciptaan dan Ratu dari Semua Orang Kudus. Renungkanlah, Ia mengatakan bahwa lebih berbahagia melakukan perintah-Nya daripada menjadi Bunda-Nya, dan apakah kalian pikir bahwa Bunda Allah yang Tersuci tidak melakukan perintah-perintah Allah? Tentu saja tak seorang pun - bahkan seorang Protestan sekalipun - dapat menyangkal bahwa ia melakukannya. Jadi, jika demikian, apa yang dikatakan Kristus adalah bahwa Santa Perawan lebih berbahagia karena ia melakukan perintah-perintah-Nya daripada karena ia menjadi Bunda-Nya. Dan apakah orang Katolik menyangkal hal ini? Sebaliknya, kita semua mengakuinya. Segenap umat Katolik mengakuinya. Para Bapa Gereja yang kudus mengatakan lagi dan lagi bahwa Bunda Maria lebih berbahagia dalam melakukan kehendak Allah daripada menjadi Bunda-Nya. Bunda Maria berbahagia dalam dua hal. Ia berbahagia karena menjadi Bunda-Nya; ia berbahagia karepa dipenuhi dengan semangat iman dan ketaatan. Dan kebahagiaan yang terakhir itu lebih besar dari yang pertama. Aku katakan bahwa para bapa yang kudus menyatakannya dengan begitu jelas. St Agustinus mengatakan, “Bunda Maria lebih berbahagia dalam menerima iman Kristus, daripada dalam menerima daging Kristus.” Serupa dengan itu, St Elisabet mengatakan kepada Bunda Maria saat kunjungannya, “Beata es quee credidisti - berbahagialah ia, yang telah percaya”; dan St Krisostomus lebih jauh mengatakan bahwa ia tak akan berbahagia, meskipun ia mengandung tubuh Kristus dalam tubuhnya, jika ia tidak mendengarkan sabda Tuhan dan melaksanakannya.

Sekarang, aku mempergunakan kalimat “St Krisostomus lebih jauh mengatakan,” bukan berarti bahwa pernyataannya bukanlah suatu kebenaran yang nyata. Aku mengatakan pernyataannya merupakan kebenaran yang nyata bahwa Bunda Maria tidak akan berbahagia, meskipun ia menjadi Bunda Allah, jika ia tidak melakukan kehendak-Nya; tetapi pernyataan tersebut merupakan suatu pernyataan yang ekstrim, dengan mengandaikan sesuatu yang tidak mungkin, dengan mengandaikan bahwa ia dapat demikian dihormati namun tidak dipenuhi dan dirasuki oleh rahmat Allah, padahal malaikat, ketika datang kepadanya, dengan jelas memberinya salam sebagai yang penuh rahmat. “Ave, gratia plena.” Kedua kebahagiaan di atas tak dapat dipisahkan. (Sungguh luar biasa bahwa Bunda Maria sendiri berkesempatan untuk membedakan dan memilahnya, dan bahwa ia memilih untuk melakukan perintah-perintah Tuhan lebih daripada menjadi Bunda-Nya, seandainya saja ia harus memilih salah satu diantaranya). Ia, yang dipilih untuk menjadi Bunda Allah, juga dipilih untuk gratia plena, penuh rahmat. Kalian lihat, inilah penjelasan dari doktrin-doktrin penting yang diterima di antara umat Katolik mengenai kemurnian dan ketakberdosaan Santa Perawan. St Agustinus tidak akan pernah mau mendengarkan gagasan bahwa Bunda Maria pernah melakukan suatu dosa pun, dan Konsili Trente memaklumkan bahwa oleh rahmat istimewa, Bunda Maria sepanjang hidupnya bebas dari segala dosa, bahkan dosa ringan sekali pun. Dan kalian tahu bahwa hal tersebut merupakan keyakinan Gereja Katolik, yaitu bahwa ia dikandung tanpa dosa asal, dan bahwa perkandungannya tanpa noda dosa.

Lalu, darimanakah doktrin-doktrin ini berasal? Doktrin-doktrin tersebut berasal dari prinsip utama yang terkandung dalam perkatan Kristus yang aku komentari ini. Ia mengatakan, “adalah lebih berbahagia melakukan kehendak Allah daripada menjadi Bunda Allah.” Jangan katakan bahwa umat Katolik tidak merasakan hal ini secara mendalam - begitu mendalam kita merasakannya hingga kita memperluasnya hingga ke keperawanan, kemurnian, perkandungannya yang tanpa dosa, iman, kerendahan hati dan ketaatannya. Jadi, jangan pernah mengatakan bahwa umat Katolik melupakan ayat Kitab Suci ini. Setiap kali kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, atau semacamnya, kita memperingatinya karena kita memandang begitu dalam pada kebahagiaan kekudusan. Perempuan di antara orang banyak itu berseru, “berbahagialah rahim dan susu Maria.” Perempuan ini berbicara dalam iman; ia tidak bermaksud menolak kebahagiaan Bunda Maria yang lebih besar, tetapi perkataannya hanya mengarah pada satu maksud saja. Oleh sebab itu, Kristus menyempurnakannya. Dan karena itu, Gereja-Nya sesudah Dia, yang tinggal dalam misteri Inkarnasi-Nya yang agung dan sakral, merasa bahwa ia, yang begitu cepat menanggapinya, pastilah seorang yang terkudus. Dan karenanya, demi menghormati Putra, perempuan itu menyanjung kemuliaan Bunda. Seperti kita memberikan yang terbaik bagi-Nya, sebab segala yang terbaik berasal dari-Nya, seperti di dunia kita menjadikan gereja-gereja kita agung dan indah; seperti ketika Ia dirurunkan dari salib, para hamba-Nya yang saleh membungkus-Nya dengan kain kafan yang baik dan membaringkan-Nya dalam suatu makam yang belum pernah dipakai; seperti tempat kediaman-Nya di surga murni dan tak bernoda, begitu terlebih lagi selayaknya dan begitulah adanya - bahwa tabernakel darimana Ia mengambil rupa daging, di mana Ia terbaring, kudus dan tak bernoda dan ilahi. Sementara tubuh dipersiapkan bagi-Nya, demikian juga wadah bagi tubuh itu dipersiapkan pula. Sebelum Bunda Maria dapat menjadi Bunda Allah, dan guna menjadikannya seorang Bunda, ia disisihkan, dikuduskan, dipenuhi rahmat, dan dibentuk agar layak bagi kehadiran yang Kekal.

Dan para bapa suci mempelajari dengan seksama ketaatan dan ketakberdosaan Bunda Maria dari kisah Kabar Sukacita, saat ia menjadi Bunda Allah. Sebab ketika malaikat menampakkan diri dan memaklumkan kepadanya kehendak Allah, para bapa suci mengatakan bahwa Bunda Maria menunjukkan teristimewa empat karunia - kerendahan hati, iman, ketaatan dan kemurnian. Rahmat-rahmat ini merupakan prasyarat persiapan untuknya dalam menerima penyelenggaraan yang begitu luhur. Jadi, seandainya ia tidak mempunyai iman dan kerendahan hati dan kemurnian dan ketaatan, ia tidak akan memperoleh rahmat untuk menjadi Bunda Allah. Oleh sebab itu wajarlah dikatakan bahwa ia mengandung Kristus dalam benaknya sebelum ia mengandung Kristus dalam tubuhnya, artinya bahwa kebahagiaan iman dan ketaatan mendahului kebahagiaan menjadi seorang Bunda Perawan. Para bapa suci bahkan mengatakan bahwa Tuhan menantikan kesediaannya sebelum Ia datang ke dalam dirinya dan mengambil daging darinya. Sama seperti Ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan ajaib di suatu tempat sebab mereka tidak memiliki iman, demikian juga mukjizat agung ini, di mana Ia menjadi Putra dari makhluk ciptaan, ditangguhkan hingga ia dicoba dan didapati layak untuk itu - hingga ia taat sepenuhnya.

Ada satu hal lagi yang perlu ditambahkan di sini. Baru saja aku katakan bahwa kedua kebahagiaan tersebut tak dapat dipisahkan, bahwa keduanya itu satu. Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau,” dst.; Yang berbahagia ialah,” dst. Memang benar demikian, tetapi perhatikanlah ini. Para bapa suci senantiasa mengajarkan bahwa dalam peristiwa Kabar Sukacita, ketika malaikat menampakkan diri kepada Bunda Maria, Santa Perawan menunjukkan bahwa ia memilih apa yang disebut Tuhan sebagai kebahagiaan yang terbesar dari antara kedua kebahagiaan itu. Sebab ketika malaikat memaklumkan kepadanya bahwa ia dipersiapkan untuk memperoleh kebahagiaan yang dirindukan para wanita Yahudi selama berabad-abad, untuk menjadi Bunda dari Kristus yang dinantikan, ia tidak menangkap kabar tersebut seperti yang dilakukan dunia, melainkan ia menanti. Ia menanti hingga dikatakan kepadanya bahwa hal tersebut bersesuaian dengan keadaannya yang perawan. Bunda Maria tidak bersedia menerima kehormatan yang paling mengagumkan ini, tidak bersedia hingga ia dipuaskan dalam hal ini, Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami? Para bapa suci beranggapan bahwa ia telah mengucapkan kaul kemurnian, dan menganggap kesucian lebih tinggi daripada melahirkan Kristus. Demikianlah ajaran Gereja, menunjukkan dengan jelas bagaimana cermatnya Gereja memeriksa doktrin dari ayat Kitab Suci yang aku komentari ini, betapa mendalamnya Gereja memahami bahwa Bunda Maria merasakannya yaitu bahwa meskipun berbahagia rahim yang mengandung Kristus dan susu yang menyusui-Nya, namun demikian lebih berbahagialah jiwa yang memiliki rahim dan susu itu, lebih berbahagialah jiwa yang penuh rahmat, yang karena demikian dipenuhi rahmat diganjari dengan hak istimewa luar biasa dengan menjadi Bunda Allah.

Sekarang, suatu pertanyaan lebih lanjut muncul, yang mungkin patut kita renungkan. Mungkin orang bertanya, mengapa Kristus tampaknya meremehkan kehormatan dan hak istimewa Bunda-Nya? Ketika perempuan itu mengatakan, Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau”, dst. Ia sesungguhnya menjawab, “Ya.” Tetapi, Ia mengatakan, Yang berbahagia ialah ...” Dan dalam suatu peristiwa lain, Ia menjawab ketika orang memberitahukan kepada-Nya bahwa ibu-Nya dan saudara-saudaranya berusaha menemui Dia, “Siapa ibu-Ku?” dst. Dan di masa yang lebih awal, ketika Ia mengadakan mukjizat-Nya yang pertama di mana Bunda-Nya mengatakan kepada-Nya bahwa para tamu dalam perjamuan nikah kekurangan anggur, Ia mengatakan: Mau apakah engkau dari pada-Ku, perempuan? Saat-Ku belum tiba. Ayat-ayat ini sepertinya merupakan perkataan yang dingin terhadap Bunda Perawan, meskipun maknanya dapat dijelaskan secara memuaskan. Jika demikian, apa maknanya? Mengapa Ia berbicara demikian?

Sekarang saya akan memaparkan dua alasan sebagai penjelasan:

Pertama, yang segera muncul dari apa yang saya katakan adalah ini: bahwa selama berabad-abad para wanita Yahudi masing-masing mengharapkan untuk menjadi ibunda sang Kristus yang dinantikan, dan tampaknya mereka tidak menghubungkannya dengan kekudusan yang lebih tinggi. Sebab itu, mereka begitu merindukan pernikahan; sebab itu pernikahan dianggap sebagai suatu kehormatan yang istimewa oleh mereka. Sekarang, pernikahan merupakan suatu penetapan Tuhan, dan Kristus menjadikannya suatu sakramen - namun demikian, ada sesuatu yang lebih tinggi, dan orang Yahudi tidak memahaminya. Seluruh gagasan mereka adalah menghubungkan agama dengan kesenangan-kesenangan dunia ini. Mereka tidak tahu, sesungguhnya, apa itu merelakan dunia ini demi yang akan datang. Mereka tidak mengerti bahwa kemiskinan lebih baik dari kekayaan, nama buruk daripada kehormatan, puasa dan matiraga daripada pesta-pora, dan keperawanan daripada perkawinan. Dan karenanya, ketika perempuan dari antara orang banyak itu berseru mengenai kebahagiaan rahim yang telah mengandung dan susu yang telah menyusui-Nya, Ia mengajarkan kepada perempuan itu dan kepada semua yang mendengarkan-Nya bahwa jiwa lebih berharga daripada raga, dan bahwa bersatu dengan-Nya dalam Roh, lebih berharga daripada bersatu dengan-Nya dalam daging.

Itu satu alasan. Alasan yang lain lebih menarik. Kalian tahu bahwa Juruselamat kita selama tigapuluh tahun pertama hidup-Nya di dunia tinggal di bawah satu atap dengan Bunda-Nya. Ketika Ia kembali dari Yerusalem pada usia duabelas tahun dengan Bunda-Nya dan St Yosef, dengan jelas dikatakan dalam Injil bahwa Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Pernyataan ini merupakan pernyataan tegas, tetapi asuhan ini, yang adalah kehidupan keluarga yang lazim, tidak untuk selamanya. Bahkan dalam peristiwa di mana penginjil mengatakan bahwa Ia hidup dalam asuhan mereka, Ia telah mengatakan dan melakukan hal yang dengan tegas menyampaikan kepada mereka bahwa Ia mempunyai tugas kewajiban yang lain. Sebab Ia meninggalkan mereka dan tinggal di Bait Allah di antara para alim ulama, dan ketika mereka menunjukkan ketercengangan mereka, Ia menjawab, Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku? Ini, menurutku, merupakan suatu antisipasi akan masa pewartaan-Nya, saat ketika Ia harus meninggalkan rumah-Nya. Selama tigapuluh tahun Ia tinggal di sana, tetapi sementara Ia dengan tekun menjalankan tugas kewajiban-Nya dalam rumah tangga yang menjadi tanggung-jawab-Nya, Ia begitu merindukan karya Bapa-Nya, saat ketika tibalah waktu bagi-Nya untuk melaksanakan kehendak Bapa. Ketika saat perutusan-Nya tiba, Ia meninggalkan rumah-Nya dan Bunda-Nya, dan meskipun Ia sangat mengasihinya, Ia tak mengindahkannya.

Dalam Perjanjian Lama, kaum Lewi dipuji karena mereka tidak kenal lagi ayah ataupun ibu mereka ketika tugas dari Tuhan memanggil. Tentang mereka dikatakan sebagai berkata tentang ayahnya dan tentang ibunya: aku tidak mengindahkan mereka; ia yang tidak mau kenal saudara-saudaranya dan acuh tak acuh terhadap anak-anaknya” (Ulangan 33). Jika demikian perilaku kaum imam di bawah Hukum, betapa terlebih lagi yang dituntut dari Imam agung sejati dari Perjanjian Baru guna memberikan teladan keutamaan tersebut yang didapati serta diganjari dalam diri kaum Lewi. Ia Sendiri juga telah mengatakan: Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Dan Ia mengatakan kepada kita bahwa setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal” (Mat 19). Oleh sebab itu, Ia yang menetapkan perintah haruslah memberikan teladan dan seperti telah dikatakan-Nya kepada para pengikut-Nya untuk meninggalkan segala sesuatu yang mereka miliki demi Kerajaan Allah, Diri-Nya Sendiri harus melakukan segala yang Ia dapat, meninggalkan segala yang Ia miliki, meninggalkan rumah-Nya dan Bunda-Nya, ketika tiba saatnya Ia harus mewartakan Injil.

Sebab itu, sejak saat awal pewartaan-Nya, Ia meninggalkan Bunda-Nya. Pada saat Ia melakukan mukjizat-Nya yang pertama, Ia menyatakannya. Ia melakukan mukjizat atas permintaan Bunda-Nya, tetapi secara tak langsung atau lebih tepat menyatakan, bahwa saat itulah Ia mulai memisahkan Diri darinya. Kata Yesus, Mau apakah engkau dari pada-Ku, perempuan?” dan lagi, “Saat-Ku belum tiba; yakni “akan tiba waktunya di mana Aku akan mengenalimu kembali, oh BundaKu. Akan tiba waktunya ketika engkau dengan sepantasnya dan dalam kuasa akan dipersatukan dengan-Ku. Akan tiba waktunya ketika atas permintaanmu, Aku akan melakukan mukjizat-mukjizat; akan tiba waktunya, tetapi bukan sekarang. Dan hingga tiba waktunya, Mau apakah engkau dari pada-Ku? Aku tidak mengenalmu. Untuk sementara waktu Aku telah melupakan engkau.”

Sejak saat itu, kita tidak mendapati catatan mengenai perjumpaan-Nya dengan Bunda-Nya hingga Ia melihatnya di bawah salib. Ia berpisah dengannya. Satu kali Bunda-Nya berusaha menemui-Nya. Dikisahkan bahwa Ia tidak sendirian. Murid-murid ada di sekeliling-Nya. Bunda Maria tampaknya kurang suka ditinggalkan sendiri. Ia juga pergi mendapatkan-Nya. Pesan disampaikan kepada-Nya bahwa ibunda dan saudara-saudara-Nya berusaha menemui-Nya, tetapi tidak dapat mencapai-Nya karena orang banyak. Kemudian Ia mengatakan perkataan yang serius ini, “Siapakah ibu-Ku?” dst, artinya, seperti tampaknya, Ia telah meninggalkan segalanya demi melayani Tuhan, dan bahwa seperti Ia telah dikandung dan dilahirkan dari Santa Perawan demi kita, demikian pulalah Ia tidak mengindahkan Bunda-Nya yang Perawan demi kita, agar Ia dapat memuliakan Bapa Surgawi-Nya dan melakukan karya-Nya.

Demikianlah perpisahan-Nya dengan Bunda Maria, tetapi ketika di salib Ia berkata, “Sudah selseai.” Saat perpisahan telah berakhir. Dan sebab itu, karena Bunda-Nya telah bergabung dengan-Nya, dan Ia, melihat Bunda-Nya, mengenalinya kembali. Waktunya telah tiba, dan Ia berkata kepadanya tentang St Yohanes, “Perempuan, inilah anakmu!” dan kepada St. Yohanes, “Inilah ibum!”

yesaya.indocell.net

TEST: Apakah Gerejamu adalah Gereja yang didirikan oleh Kristus?

Yesus Kristus mendirikan Gereja-Nya pada tahun 33 Masehi dengan mengajarkan:

1. TRITUNGGAL MAHAKUDUS:

“Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.” (1Yoh 5:7)

2. INKARNASI:

“Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita...” (Yoh 1:14)

3. KEILAHIAN KRISTUS:

“Imam Besar itu bertanya kepada-Nya sekali lagi, katanya: “Apakah Engkau Mesias, Anak dari Yang Terpuji?” Jawab Yesus: “Akulah Dia ....” (Mrk 14:61-62) “... Allahmu akan datang... Ia sendiri datang menyelamatkan kamu!” (Yes 35:4)

4. PENEBUSAN:

“Ia telah masuk satu kali untuk selama-lamanya ke dalam tempat yang kudus bukan dengan membawa darah domba jantan dan darah anak lembu, tetapi dengan membawa darah-Nya sendiri. Dan dengan itu Ia telah mendapat kelepasan yang kekal.” (Ibr 9:12)

5. GANJARAN ATAU HUKUMAN:

“Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.” (Mat 25:34, 41)

6. BAPTIS:

“Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, ” (Mat 28:19)

7. PENGUATAN:

“Setibanya di situ kedua rasul itu (Petrus dan Yohanes) berdoa, supaya orang-orang Samaria itu beroleh Roh Kudus. Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh Kudus.” (Kis 8:14-17)

8. KOMUNI KUDUS:

“Dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!” (1 Kor 11:24) “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1 Kor 11:27) “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu.” (Yoh 6:53)

9. TOBAT (PENGAKUAN DOSA):

“Terimalah Roh Kudus. Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.” (Yoh 20:22-23)

10. PENGURAPAN ORANG SAKIT:

“Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan. Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni.” (Yak 5:14-15)

11. IMAMAT:

“Di tiap-tiap jemaat rasul-rasul itu menetapkan penatua-penatua bagi jemaat itu dan setelah berdoa dan berpuasa, mereka menyerahkan penatua-penatua itu kepada Tuhan, yang adalah sumber kepercayaan mereka.” (Kis 14:23)

12. PERKAWINAN:

“Kepada orang-orang yang telah kawin aku--tidak, bukan aku, tetapi Tuhan--perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya.” (1 Kor 7:10-11)

13. SIMON PETRUS SEBAGAI KEPALA GEREJA-NYA:

“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.” (Mat 16:18-19)

14. SEPULUH PERINTAH ALLAH:

“Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” (Mat 19:17)

15. PERLUNYA IMAN DAN PERBUATAN BAIK:

“Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?” (Yak 2:14) “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.” (Yak 2:26)

TEST

Yesus Kristus Mendirikan Satu Gereja

Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” - BUKAN JEMAAT-JEMAAT-KU (Mat 16:18)

... mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala.” (Yoh 10:16)

Apakah itu Gerejamu?

Pertimbanganmu sendiri yang akan memberi penerangan kepadamu.

“... dan alam maut tidak akan menguasainya.” (Gereja) (Mat 16:18)

TAHUN: 33-100-200-300-400-500-600-700-800-900-1000-1100-1200-1300-1400-1500-1600-1700-1800-1900-2000-SEKARANG

Gereja-gereja yang tidak didirikan oleh Kristus!

Kenapa? TERLAMBAT 1500 tahun!

Gereja:

Didirikan oleh:

1.Lutheran

@ Martin Luther, 1520

2.Episcopalian

@ Henry VIII, 1534

3.Presbyterian

@ John Calvin, 1536

4.Congregationalists

@ Robert Brown, 1550

5.Baptists

John Smyth, 1612

6.Methodist

@ John Wesley, 1739

7.Latter Day Saints (Mormons)

@ Joseph Smith, 1830

8.Christian Scientist

@ Mary Eddy, 1866

9.Adventist

@ William Miller, 1830

10.dan lain-lain sekte


yesaya.indocell.net

Minggu, 16 Oktober 2011

Servant of God, Maurice Cardinal Otunga

In a recent memorial address in Nairobi in honor of Cardinal Otunga (1923-2003), Bishop Anthony Muheria speaks of his great admiration for the man who encouraged him on his path in Opus Dei.

October 12, 2011

The following is a summary of the address given by Bishop Anthony Muheria, bishop of Kitui, for the Michael Maurice Cardinal Otunga Memorial Lecture at Holy Family Basilica Hall, Nairobi, in the presence of hundreds of people, among them the Prime Minister of Kenya, Hon. Raila Odinga.


Son of Africa, Son of God

Opus Dei - Maurice Cardinal Otunga
Maurice Cardinal Otunga
The Servant of God was described as a great and distinguished son of Africa, son of a chief, an authentic Christian, but one who was fully conscious of being first and foremost a son of God.

His personal encounter with Christ enriched his human filiation with a deeper awareness of being a son of the Church, thus raising him to supernatural heights as son of the greater King and chief, Christ. This is the meaning of holiness.

In May 1981, Blessed John Paul II decided to consecrate the world to the Immaculate Heart of Mary, and being incapacitated after his assassination attempt, delegated this important duty to the young Cardinal from the developing world, not yet noticed by the world’s media.

Bishop Muheria attended a Mass of His Eminence towards the end of his life and was deeply impressed at the solemnity with which it was celebrated even though at one stage the Cardinal had to support himself on his elbows as his legs were too weak for him to stand upright. His was a truly Catholic priesthood lived to the full with the awareness and nobility of being anointed by God. He was always a prince, a gentleman, another Christ. He loved his priests and considered his own principal title as that of being a “priest.”

Opus Dei - Bishop Anthony Muheria
Bishop Anthony Muheria
Bishop Muheria recalled that in the presence of his own parents, Cardinal Otunga had encouraged him in his vocation to Opus Dei. At a later encounter in Rome, when newly ordained, the late Cardinal urged him to live his priesthood fully; he then knelt and asked to receive a blessing from the young priest and kissed the anointed hands with devotion.

Quoting from a biography of the Cardinal, “Gift of Grace”, Bishop Muheria recounted how he lived a complete submission to the will of God. The humility, poverty and charity of the Servant of God were also highlighted.

He was the first Kenyan bishop, archbishop, Cardinal and participant at Vatican II, but was always simple in his ways. At the end of his life he had no house, no car, no possessions nor a nice bed. He was a great listener. He was a man of peace and joy but a true warrior of the spirit; soft spoken but at war with evil and the structures of sin; a great promoter of the dignity of human life and the family.

We should ask his intercession for the issues that face our country, for the unity that eludes us, for the struggles that face the family, and especially to intercede for the threats that challenge life, particularly the unborn.

The lecture was preceded by a Mass in the Basilica and followed by a Harambee fund-raising function for the Cardinal Otunga Scholarship Fund. Two million, two hundred and fifty two thousand shillings were raised during the afternoon for educational initiatives.

OPUS DEI


Opus Dei, berpusat di Roma kini dipimpin oleh Uskup Javier Echevarria sejak 1994, ditetapkan sebagai prelatur awam pd thn 1982 oleh Paus JP 2, sebuah organisasi para awam Katolik yg ingin melayani Tuhan melalui pekerjaannya sehari-hari sesempurna mungkin. Misinya adalah menyebarkan pesan Kristiani bahwa semua org dipanggil untuk mencapai kekudusan hidup. Dengan mengikuti jejak Kristus Yesis, meniru IA dalam pikiran dan perbuatan. Mengasihi Tuhan dan sesama, dengan kasih yang membangkitkan nilai2 kebajikan seperti rendah hati, keadilan, integritas dan solidaritas. Ini hanya dapat dicapai dgn pertolongan rahmat Allah dan perjuangan terus-menerus. Opus Dei mengajarkan bahwa apapun pekerjaan yg dilakukan dengan trampil dan jujur dlm semangat Kristus dapat menguduskan. Opus Dei menawarkan bantuan dan bimbingan bagi yg ingin menemukan kekudusan dalam kehidupan sehari-hari. Para anggota menghadiri pertemuan mingguan dan bulanan, retret tahunan, dan kursus formasi antara 1 sampai 3 minggu. Komitmen rohani di antaranya misa harian, bacaan Injil, rosario dan doa pribadi. Para anggota menerima pelatihan, bantuan dan bimbingan spiritual, termasuk filsafat dan teologi Katolik. [+In Cruce Salus]

http://www.opusdei.org/

Mengenal Gereja Katolik Secara Umum

Apakah anda Katolik atau bukan, anda mungkin pernah bertanya-tanya mengenai hal-hal yang menyangkut iman Katolik.

Halaman ini bermaksud untuk memberikan berbagai informasi seputar Gereja Katolik. Apakah itu menyangkut Paus, para Rasul, kongregasi religius dan lain-lain sebagainya. Kami berharap dengan membaca-baca apa yang tertulis dalam kategori ini dapat memperkaya pengetahuan anda mengenai Gereja yang didirikan oleh Yesus 2000 tahun yang lalu. Terima kasih atas kunjungan anda!

Sejarah Gereja secara kronologis
Berisi tanggal-tanggal dan kejadian-kejadian penting dalam Sejarah Gereja.

Para Rasul dan Penginjil
Umat Kristen pasti familiar dengan para Rasul dan Penginjil seperti yang kisah-kisahnya tertera dalam kitab-kitab Perjanjian Baru. Namun tidak ada salahnya kalau anda membaca tulisan ini yang berisi rangkuman singkat latar belakang para Rasul dan Penginjil. Siapa tahu isinya bisa menambah khasanah pengetahuan Kristiani anda.

Para Bapa Apostolik Gereja
Setelah wafatnya Yesus, para Rasul meneruskan mewartakan Kabar Gembira kepada segenap bangsa. Para Bapa Apostolik adalah para pendahulu Gereja yang merupakan murid-murid langsung dari para Rasul. Mereka hidup pada masa para Rasul masih hidup dan mendengar khotbah dan ajaran dari mulut para Rasul sendiri.

Para Bapa dan Doktor Gereja
Para pengajar yang luar biasa tidak hanya ada pada jaman Apostolik. Sepanjang jaman, Gereja katolik terus dikaruniai dengan berbagai "guru besar" yang lewat tulisan-tulisannya menunjukkan pemahaman iman Kristiani yang sangat mendalam. Mereka diangkat sebagai "doktor Gereja" karena gema tulisannya yang masih terus mempengaruhi pemikiran Gereja Katolik masa kini dan seterusnya.

Para Paus Gereja Katolik
Jabatan yang diemban oleh para Rasul diteruskan oleh para penggantinya. Lewat Alkitab kita mengetahui bahwa Gereja perdana mengangkat para uskup sebagai penerus para Rasul. Diantara semua uskup, Uskup Roma memegang jabatan yang spesial karena otoritas khusus yang diberikan oleh Yesus kepada Petrus, untuk memimpin Gereja-Nya di dunia. Setelah wafatnya Petrus, diangkatlah para penggantinya satu demi yang lain. Paus Yohanes Paulus II misalnya, adalah penerus ke-263 dari Tahta Petrus. Tulisan ini memuat daftar lengkap para Paus Gereja Katolik berikut masa jabatannya, nama asli dan gelarnya, dan biografi singkat mengenai Paus tersebut.

Kongregasi / tarekat religius
Setelah penindasan terhadap umat Kristen mereda dengan diterimanya Kristen oleh kekaisaran Romawi, para kaum religius Gereja memulai pola hidup membiara (monasticism), yang seringkali disebut sebagai "kemartiran putih". Para biarawan ini memiliki aturan-aturan tertentu, semacam undang-undang yang direstui oleh otoritas Gereja. Pada perkembangannya, kelompok-kelompok ini membentuk kongregasi atau tarekat religius dengan namanya masing-masing. Tulisan ini memuat daftar lengkap kongregasi / ordo / tarekat religius yang dikenal dalam Gereja Katolik. Untuk sementara daftarnya hanya memuat tarekat religius pria.

Ritus-ritus Gereja Katolik Timur
Ketika Gereja perdana berdiri di tanah Palestina, ada banyak bangsa-bangsa lain non-Yahudi yang berdiam dan hidup berdampingan di wilayah tersebut maupun wilayah-wilayah seputarnya. Setelah Rasul Petrus menerima wahyu bahwa firman Allah juga bagi kaum non-Yahudi, maka mulailah berbagai etnis ini menerima firman Tuhan. Adat-istiadat mereka tak pelak lagi turut memperkaya Tradisi Liturgi Gereja dan ini bisa dilihat dari berbagai ritus-ritus yang hidup hingga kini. Gereja Katolik mengenal 22 ritus yang masing-masing memiliki ciri-ciri yang khas walau semuanya tetap memiliki unsur-unsur Liturgi yang sama.

Sabtu, 15 Oktober 2011

Statement of Archbishop Luis Antonio Tagle

"His Holiness Pope Benedict XVI appointed me, a humble servant, to succeed His eminence Gaudencio Cardinal Rosales to the Metropolitan See of Manila. I face this heavy responsibility with much trepidation. Leaving the Diocese of Imus, my beloved home, at the threshold of its Golden Jubilee is not easy. But faith in our gracious Lord and love of the Church give me strength. I know that I would find much good will and zeal for mission in the clergy, religious and lay faithful of the Archdiocese of Manila. In our openness to the Holy Spirit, we could render a joyful and robust witness to Jesus Christ, all for the glory of the Father and the good of the Church and of society, especially of the poor. I entrust the Archdiocese of Manila and my ministry to the loving care our Our Lady, Mary immaculate."

+Luis Antonio G. Tagle


Kesan pribadi tentang Uskup Agung LUIS ANTONIO TAGLE

Selamat kepada Uskup Agung Manila - Filipina yang baru, Archbishop Luis Antonio Tagle. Beliau menjadi uskup di sebuah keuskupan (Keuskupan Imus) di pinggiran kota Manila, kira-kira 3 Jam perjalanan dengan bus dari kota Manila.

Saya memiliki dua kesempatan yang istimewa untuk merayakan misa bersama beliau di keuskupannnya, yakni dalam perayaan kaul pertama "Sisters of The Angels" di mana anggota tarekat ini banyak berasal dari Ambon (Maluku) dan Flores.

Kesan yang didapatkan; Uskup ini terkenal di Manila-Filipina sebagai seorang uskup yang pintar, kotbahnya sederhana tapi sangat mendalam, penuh trik-trik yang mengagumkan yang membuat Anda tidak bisa mengedipkan mata dan menutup telinga untuk mendengarkan apa yang beliau bicarakan. Terkesan sangat sederhana dan luwes dalam pergaulan....dan itu terlihat dalam acara makan bersama....beliau sangat akrab dengan siapa saja.....gaya bicaranya pun enak untuk didengar....

Keuskupan Agung Manila-Filipina pasti sangat bangga memiliki uskup seperti ini. Semoga kehadirannya menjadi berkat bagi seluruh umat Katolik di Filipina.


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabat,

***Duc in Altum***